Jumat, 23 September 2016

MAKALAH FILSAFAT ILMU

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dalam sejarah perkembangan ilmu, peran Filsafat Ilmu dalam struktur bangunan keilmuan tidak bisa disangsikan. Sebagai landasan filosofis bagi tegaknya suatu ilmu, mustahil para ilmuan menafikan peran filsafat ilmu dalam setiap kegiatan keilmuan.
Selama ini, bangunan keilmuan pada lingkungan akademik bukan sama sekali tidak memiliki landasan filosofis. Ilmu logika baik logika tradisonal, yang bercirikan bahasa dan pola pikir deduktif, maupun logika modern (yang juga dikenal dengan logika saintifika) dengan pola induktif dan simbol-simbolnya, jelas tidak sedikit peranannya dalam membangun wawasan ilmiah akademik.[1]
Namun, peran ilmu logika dewasa ini dirasakan tidak mencukupi, karena beberapa keterbatasan yang ada dalam ilmu tersebut. Terlihat dalam karakteristiknya, yakni formalisme, naturalisme, saintisme, instrumentalisme. Karenanya, Filsafat Ilmu dianggap sebagai satu-satunya pola pikir yang bisa dipertanggungjawabkan. Berbeda dengan ilmu logika, Filsafat Ilmu menawarkan banyak pola pikir dengan memperhatikan kondisi objek dan subjek ilmu, bahkan pola pikir logika sebagai bagian dalamnya. Begitulah urgensi Filsafat Ilmu, baik sebagai disiplin maupun sebagai landasan filosofis pengembangan ilmu.
Secara naluriah, manusia memiliki rasa ingin tahu yang besar, yang sulit untuk terpuaskan.  Ketidakpuasan ini antara lain karena seperti yang dikemukakan Maslow manusia memiliki kebutuhan yang secara hierarkhis meningkat sejalan dengan tercapainya kebutuhan yang lebih rendah, dengan kata lain apabila tingkat kebutuhan tertentu tercapai maka dia akan berkeinginan untuk meraih kebutuhan lain yang lebih tinggi. Kemajuan yang pesat di berbagai bidang kehidupan manusia dewasa ini juga merupakan salah satu faktor yang berimbas pada peningkatan kualitas kebutuhan manusia. Hal ini pun baik langsung maupun tidak langsung akan berakibat pada peningkatan kualitas rasa ingin tahu yang merasuki manusia. 
Untuk memuaskan rasa ingin tahunya maka manusia melakukan upaya-upaya, baik itu melalui upaya yang secara sadar dilakukannya maupun upaya-upaya yang kadang tidak disadarinya. Upaya-upaya yang dilakukan tanpa kesadaran sepenuhnya (artinya tanpa rancangan atau langkah yang jelas) yang kemudian dikenal dengan upaya-upaya non ilmiah itu antara lain melalui praduga, trial and error, intuisi, wahyu, otoritas, mencari ilham, dll., sedangkan upaya yang secara sadar dilakukan dengan mengandalkan proses berpikir yang beralur tertentu (nalar) dengan langkah yang tertentu yakni dilakukan melalui penelitian ilmiah (metode ilmiah) ini dikenal dengan upaya ilmiah.
Upaya-upaya itu akan membuahkan pengetahuan, dan jenis upaya yang dilakukan akan menentukan atau akan menandai apakah pengetahuan itu akan tergolong pengetahuan ilmiah (science) atau pengetahuan non ilmiah (knowledge). Dalam upaya untuk memenuhi rasa ingin tahu itu banyak jalan yang dapat ditempuh oleh manusia (ways of knowing). Dan masing-masing jalan untuk pemenuhan rasa ingin tahu itu telah mewarnai sejarah panjang kehidupan manusia. Upaya itu antara lain meliputi: penggunaan mitos, prasangka, intuisi, otoritas ahli, trial and error, common sense, pengamatan indrawi, pengalaman pribadi dan upaya lainnya. Upaya-upaya ini sejauh ini kurang begitu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, antara lain karena hasil dari upaya-upaya tersebut tidak dapat ditelusuri ulang (unreliable) dan besarnya kelemahan-kelemahan dan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki manusia. Bukankah ahli pun bisa salah? Bukankah indera kita terbatas daya inderanya ? Bukankah pengalaman pribadi sangat subjektif ? Bukankah intuisi bisa saja hanya sekedar ilusi ?
 Untuk lebih lanjut, dalam pembahasan kali ini akan mengupas lebih tajam tentang Struktur Ilmu (Knowledge Structure).
B.     RUMUSAN MASALAH
  1. Struktur Ilmu itu
  2. Struktur Pengetahuan Ilmiah
  1. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisaan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas individu  dalam mata Filsafat Ilmu. Selain itu, menambah ilmu pengetahuan kita dalam hal:
1.      Apa yang dimaksud dengan Struktur Ilmu
2.      Apa saja yang dibahas dalan Struktur Pengetahuan Ilmiah
yang merupakan sebagian kecil dari Filsafat Ilmu. Lebih lanjut, bahwa dalam hal ini bertujuan sebagai pentransfer objek dari akarnya ilmu menuju perubahan yang lebih baik.

















BAB II
PEMBAHASAN
  1. PENGERTIAN STRUKTUR ILMU
            Ilmu berasal dari bahasa ‘Arab “alima” sama dengan kata dalam bahasa Inggris “Science” yang berasal dari bahasa Latin “Scio” atau “Scire” yang kemudian di Indonesiakan menjadi Sains. Thomson dalam Sidi Gazalba menggambarkan ilmu adalah pelukisan fakta-fakta pengalaman secara lengkap dan konsisten dalam istilah-istilah yang sesederhana mungkin, pelukisan secara lengkap dan konsisten itu melalui tahap pembentukan definisi, melakukan analisa, melakukan pengklasifikasian dan melakukan pengujian.[2]
Jujun S. Suriasumantri menggambarkannya dengan sangat sederhana namun penuh maknaI lmu adalah seluruh pengetahuan yang kita miliki dari sejak bangku SD hingga Perguruan Tinggi.[3] Sehingga dengan demikian, pada dasarnya ilmu adalah sebuah proses yang bersifat kognitif, bertalian dengan proses mengetahui dan pengetahuan. Proses kognitif  (cognition) adalah suatu rangkaian aktivitas seperti pengenalan, pencerapan, pengkonsepsian, dan penalaran (antara lain) yang dengannya manusia dapat mengetahui dan memeperoleh pengetahuan tentang suatu hal.[4]
Istilah ilmu atau science merupakan suatu perkataan yang cukup bermakna ganda, yaitu mengandung lebih daripada satu arti. Oleh karena itu, dalam memakai istilah tersebut seseorang harus menegaskan sekurang-kurangnya menyadari arti mana yang dimaksud. Menurut cakupannya pertama-tama ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai satu kebulatan. Jadi, dalam arti yang pertama ini ilmu mengacu pada ilmu seumumnya (science-in-general).
Arti yang kedua dari ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari sesuatu pokok soal tertentu. Dalam arti ini ilmu berarti sesuatu cabang ilmu khusus seperti misalnya antropologi, biologi, geografi, atau sosiologi. Istilah inggris ‘science’ kadang-kadang diberi arti sebagai ilmu khusus yang lebih terbatas lagi, yakni sebagai pengetahuan sistematis mengenai dunia fisis atau material (systematic knowledgeof the physical or material word).
Dari segi maknanya, pengertian ilmu sepanjang yang terbaca dalam pustaka menunjuk pada sekurang-kurangnya tiga hal, yakni pengetahuan, aktivitas dan metode. Dalam hal yang pertama dan ini yang terumum, ilmu senantiasa berarti pengetahuan (knowledge). Di antara para filsuf dari berbagai aliran terdapat pemahaman umum bahwa ilmu adalah sesuatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan (any systematic body of knowledge). Charles singer merumuskan, ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan, begitu juga dengan John Warfield yang mengemukakan bahwa ilmu dipandang sebagai suatu proses. Pandangan proses ini paling bertalian dengan suatu perhatian terhadap penyelidikan, karena penyelidikan adalah suatu bagian besar dari ilmu sebagai suatu proses.[5]
Oleh karena itu ilmu dapat dipandang sebagai satu bentuk aktivitas manusia, maka dari makna ini orang dapat melangkah lebih lanjut untuk sampai pada metode dari aktivitas itu. Dengan demikian pengertian ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas, atau metode itu apabila ditinjau lebih mendalam sesungguhnya tidak saling bertentangan. Bahkan sebaliknya, ketiga hal itu merupakan satu kesatuan logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus harus dilaksanakan dengan metode tertentu dan akhirnya aktivitas metode itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, memperoleh pemahaman, memberi penjelasan, ataupun melakukan penerapan.
Struktur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1 cara sesuatu disusun atau dibangun; susunan; bangunan; 2 yang disusun dengan pola tertentu; 3 pengaturan unsur atau bagian suatu benda; 4 ketentuan unsur-unsur dari suatu benda.[6] Struktur ilmu dalam filsafat ilmu merupakan bagian yang penting dipelajari mengingat ilmu merupakan suatu bangunan yang tersusun bersistem dan kompleks. Melalui ilmu kita dapat menjelaskan, meramal dan mengontrol setiap gejala-gejala alam yang terjadi. Tujuan akhir dari disiplin keilmuan yaitu mengembangkan sebuah teori keilmuan yang bersifat utuh dan konsisten Makin tinggi tingkat keumuman suatu konsep maka makin teoritis konsep tersebut. Makin teoritis suatu konsep maka makin jauh penyataan yang dikandungnya. Ilmu-ilmu murni berkembang menjadi ilmu-ilmu terapan. Ilmu-ilmu terapan ini akan melahirkan teknologi atau peralatan-peralatan yang berfungsi sebagai sarana yang memberi kemudahan dalam kehidupan.
Dengan mengetahui struktur dari ilmu ini maka dapat kita bedakan nantinya pemahaman dari sejauh mana kajian mengenai gejala-gejala alam. Bekal ini pula yang nantinya kita pergunakan dalam penelitian-penelitian yang akan kita lakukan. Tampaknya akal budi manusia tidak mungkin berhenti berpikir, hasrat mengetahui ilmuan tidak dapat padam, dan keinginan berbuat seseorang tidak bisa dihapuskan. Ini berarti perkembangbiakan pengetahuan ilmiah akan berjalan terus dan pembagian ilmu yang sistematis perlu dari waktu ke waktu diperbaharui.

2.      STRUKTUR PENGETAHUAN ILMIAH
Secara bahasa (etimologi), pengetahuan berasal dari bahasa inggris yaitu knowledge. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah “kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief).[7] Menurut istilah (terminologi), pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Menurut Sidi Gazalba dalam bukunya sistematika filsafat, pekerjaan tahu adalah hasil dari kenal, sadar, insyaf, mengerti dan pandai.[8]  Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang diproses dengan metode ilmiah dan memenuhi syarat-syarat keilmuan.[9]  Sedangkan menurut Peursen, pengetahuan ilmiah ialah pengetahuan yang terorganisasi dengan sistem dan metode berusaha mencari hubungan-hubungan tetap diantara gejala-gejala.[10]  Dari berbagai defenisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan hasil penyesuaian terhadap kenyataan yang diperoleh dengan metode ilmiah dan memenuhi syarat-syarat keilmuan. Oleh karena itu, pengetahuan ilmiah sering diistilahkan dengan ilmu.
Dalam kaitannya dengan pengetahuan dan metode ilmiah, Gie menyatakan bahwa ilmu adalah kesatuan antara pengetahuan, aktivitas, dan metode.[11] Ketiga hal tersebut merupakan kesatuan logis yang harus ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas, aktivitas harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Kesatuan dan interaksi di antara aktivitas, metode, dan pengetahuan menyusun suatu ilmu. Hubungan ketiganya dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut: Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Sesuatu yang ilmiah itu mempunyai sifat tidak absolut. Kebenaran ilmiahnya terbatas hingga sesuatu yang ilmiah dapat disangkal atau disanggah dan diperbaiki.
Ginzburg berpendapat bahwa ilmu dalam pengertiannya sebagai pengetahuan merupakan suatu sistem pengetahuan sebagai dasar teoritis untuk tindakan praktis. Sedangkan Nagel menyatakan ilmu adalah suatu sistem penjelasan mengenai saling hubungan diantara peristiwa yang terjadi. Dengan demikian, ilmu sebagai sekumpulan pengetahuan sistematik terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan atau dikoordinasikan agar dapat menjadi dasar teoritis atau memberi penjelasan yang termaksud. Saling keterkaitan diantara segenap komponen itu merupakan struktur dari pengetahuan ilmiah.[12]
Struktur pengetahuan ilmiah mencakup :
1.      Objek sebenarnya sebenarnya:
Pertama-pertama mengenai sasaran atau objek pengetahuan ilmiah itu perlu diberikan penjelasan yang memadai.
a.     Objek material : Ide abstrak,  Benda fisik, Jasad hidup, Gejala rohani, Peristiwa sosial, Proses tanda
   b.     Objek formal: Pusat perhatian dalam penelaahan ilmuwan terhadap fenomena       itu
2.   Bentuk pernyataan
a.       Deskripsi : Bersifat deskriptif dengan memberikan pemerian mengenai bentuk, susunan dll
b.      Preskripsi : Memberikan petunjuk atau ketentuan apa yang sebaiknya berlangsung
c.       Eksposisi Pola: Merangkum pernyataan-pernyataan yang memaparkan pola-pola dalam sekumpulan sifat, ciri,  kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena yang ditelaah.
d.      Rekonstruksi historis : Menceritakan dengan penjelasan atau alasan yang diperlukan dalam pertumbuhan sesuatu pada masa lampau
3.    Ragam proposisi : Bentuk pernyataan yang lain, terutama ditemukan pada cabang    ilmu yang lebih dewasa
4.   Ciri pokok: Ilmu sama , tidak tergantung siapa yangmenemukan/mengungkapkan; Ilmu bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika; Ilmu dapat diuji kebenarannya; Kebenarannya tidak bersifat individual; Ilmu dapat digunakan oleh semua orang.
5.   Pembagian sistematis: Sejarah dan Filsafat Ilmu,  ilmu Fisis, ilmu bumi, ilmu biologis, ilmu kedokteran dan disiplin-disiplin yang tergabung,  Ilmu-ilmu sosial dan psikologi, ilmu teknologis.[13]
Pada cabang-cabang ilmu lainnya yang lebih dewasa, selain empat bentuk pernyataan tersebut terdapat pula proposisi-proposisi yang dapat dibedakan menjadi tiga ragam, yaitu:
  • Asas ilmiah
Suatu asas atau prinsip adalah sebuah proposisi yang mengandung kebenaran umum berdasarkan fakta-fakta yang telah diamati. Sebuah prinsip dalam ilmu sosial misalnya ialah prinsip gaji yang sama yang dapat dijadikan suatu pedoman  yang benar dalam pengangkatan para pegawai dan administrasi penggajian.
  • Kaidah ilmiah
Suatu kaidah atau hukum dalam pengetahuan ilmiah adalah sebuah proposisi yang mengungkapkan keajegan atau hubungan tertib yang dapat diperiksa kebenarannya diantara fenomena sehingga umumnya berlaku pula untuk berbagai fenomena yang sejenis. Conohnya ialah hukum gaya berat yang terkenal dari Newton dan Boyle dalam ilmu kimia bahwa volume suatu gas berubah secara terbalik dengan tekanan bilamana suhu tetap dipertahankan sama.
  • Teori Ilmiah
Suatu teori dalam scientific knowledge adalah sekumpulan proposisi yang saling berkaitan secara logis untuk memberi penjelasan mengenai sejumlah fenomena. Misalnya, mengenai teori Darwin tentang evolusi organisme hidup yang menerangkan bahwa bentuk-bentuk yang lebih sederhana dan primitif dalam perkembangan secara evolusioner sepanjang masa.[14]
Tidak setiap cabang ilmu khusus telah berhasil merumuskan kaidah-kaidah ilmiah dan teori-teori ilmiah untuk meramalkan maupun menerangkan aneka fenomena yang seluas mungkin. Teori merupakan tujuan dasar atau tujuan akhir dari ilmu. Teori tidak bisa dijadikan cirri pokok bagi ilmu seumumnya. Cirri pokok pertama bagi setiap cabang ilmu khusus haruslah sistematisasi pada pengetahuan ilmiah yang bersangkutan. Sistematisasi mengandung arti bahwa pengetahuan ilmiah itu harus disusun menjadi semacam system yang memiliki bagian-bagian yang penting dan hubungan-hubungan yang bermakna. Cirri sistematisasi harus dilengkapi dengan cirri-ciri pokok selanjutnya, yaitu keumuman (generality), rasionalitas, obyektivitas, kemampuan diperiksa kebenarannya (verifiability), dan kemampuan menjadii milik umum (communality).
·         Cirri generality (umum) menunjuk pada kualitas pengetahuan ilmiah untuk merangkung fenomena yang senantiasa makin luas dengan penentuan konsep-konsep yang paling umum dalam pembahasan sasarannya. Misalnya kalau ilmu politik akan menjelaskan tentang partai politik , penjelasan yang memuaskan ialah apabila pembahasan bisa beralih dari suatu partai politik tertentu dalam suatu negara khusus sampai pada semua partai politik dalam negara itu, dan terus lebih umum lagi sampai mencapai partai politik seumumnya disemua negara pada semua masa.
·         Cirri rasionalitas berarti bahwa ilmu sebagai pengetahuan ilmiah bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika (barber). Batu penguji pengetahuan ilmiah ialah penalaran yang betul dan perbincangan yang logis tanpa melibatkan factor-faktor non-rasional seperti emosi sesaat dan kesukaan pribadi, dengan demikian ilmu juga memiliki sifat obyektifitas.
·         Cirri verifiabilitas berarti bahwa pengetahuan ilmiah harus dapat diperiksa kebenarannya, diselidiki kembali, atau diuji ulang oleh setiap anggota lainnya dari masyarakat ilmuwan.
Kalau ciri objectivity menekankan ilmu sebagai interpersonal knowledge (pengetahuan yang bersifat antar-perseorangan), maka cirri pokok komunalitas menitikberatkan ilmu sebagai pengetahuan yang menjadi milik umum. Ilmu bukanlah hanya pengetahuan yang telah diterbitkan, melainkan pengetahuan tersebut setelah diuji secara objektif oleh para ilmuwan akan diterima secara umum menjadi kesepakatan pendapat rasional.[15]
   













BAB III
PENUTUP

  1. KESIMPULAN
  • Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, memperoleh pemahaman, memberi penjelasan, ataupun melakukan penerapan.
  • Struktur pengetahuan ilmiah mencakup lima kelompok unsur,sebagai berikut:
v Jenis-jenis sasaran
v Bentuk-bentuk pernyataan
v Ragam-ragam proposisi
v Ciri-ciri pokok
v Pembagian sistematis









DAFTAR PUSTAKA
Amsal Bakhtiar,  Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, Jakarta : Ghalia Indonesia 1984

Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan,
2005


The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu,Yogyakarta : Liberty, 2004


Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat Ilmu, Cet.1. Jakarta: Bulan Bintang, 1992


Stefanus Supriyanto, Filsafat Ilmu, Jakarta : Prestasi Pustaka, 2013



[1] Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer , Jakarta: 2005. hal 293
[2] Sidi Gazalba,Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang. Cet 1, 1992. h. 54-55
[3] Jujun S Suriasumantri, Ibid, hal. 19
[4] The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu,Yogyakarta : Liberty, 2004, hal.97.
[5] The Liang Gie, Ibid, hal.94
[7] Amsal Bakhtiar.2004. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2004. Hlm 85
[8] Sidi Gazalba.Ibid. hal 21
[9] Jujun S Suriasumantri, Ibid, hal.
[10] Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, Jakarta : Ghalia Indonesia 1984, hal
[11] The Liang Gie, Ibid, hal.94
[12] The Liang Gie, Ibid, hal.139
[13] The Liang Gie, Ibid, hal.140-145
[14] Stefanus Supriyanto, Filsafat Ilmu, Jakarta : Prestasi Pustaka, 2013. hal.67-68.
[15] TheLiang Gie.Ibid.,hal.148-150.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 TELISIK, SKHK dan PPKP Penyuluh Agama 2023  Juli 07, 2023 Standar Kualitas Hasil Kerja dan Pedoman Penilaian Kinerja Penyuluh Agama merupak...