Sabtu, 28 Maret 2020

MENYIKAPI CORONA DALAM PERSPEKTIF AQIDAH DAN FIQH

Menyikapi Corona dari Perspektif Aqidah dan Fiqih.
Segala tindakan yang mendatangkan potensi bahaya, secara fiqih tergolong sebagai tindakan yang haram, meskipun berdasarkan pada aqidah yang benar. 

Di tengah merebaknya virus Corona di dunia saat ini, selalu saja ada dua golongan yang ekstrem dalam bersikap. Salah satu pihak berlebihan dalam dalam mengantisipasi sehingga menimbulkan kepanikan, pihak lainnya berlebihan dalam meremehkannya hingga menimbulkan bahaya bagi yang lain. 


Terkait kepanikan, ini akan menimbulkan kerugian besar sehingga layak dihindari. Tapi terkait tindakan meremehkan, maka bukan hanya potensi kerugian yang datang melainkan potensi kematian, bagi diri sendiri atau orang lain. 



Karena itulah maka seharusnya kewaspadaan perlu diutamakan.  Namun demikian, beberapa orang menunjukkan keberanian di muka publik bahwa mereka tak takut virus apa pun sebab yang ditakuti hanyalah Allah. D



segi aqidah, pernyataan itu benar sebab tak ada yang dapat menyebabkan orang menjadi sakit kecuali Allah. 



Dari sudut pandang aqidah inilah Rasulullah bersabda:

 أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ فَقَالَ أَعْرَابِيٌّ يَا رَسُولَ اللهِ فَمَا بَالُ إِبِلِي تَكُونُ فِي الرَّمْلِ كَأَنَّهَا الظِّبَاءُ فَيَأْتِي الْبَعِيرُ الْأَجْرَبُ فَيَدْخُلُ بَيْنَهَا فَيُجْرِبُهَا فَقَالَ فَمَنْ أَعْدَى الْأَوَّلَ
 "Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Tidak ada 'adwa (meyakini bahwa penyakit tersebar dengan sendirinya, bukan karena takdir Allah), dan tidak ada shafar (menjadikan bulan Shafar sebagai bulan haram atau keramat) dan tidak pula hammah (rengkarnasi atau ruh seseorang yang sudah meninggal menitis pada hewan).' Lalu seorang Arab Badui berkata; "Wahai Rasulullah, lalu bagaimana dengan unta yang ada di pasir, seakan-akan (bersih) bagaikan gerombolan kijang kemudian datang padanya unta berkudis dan bercampur baur dengannya sehingga ia menularinya?" Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Siapakah yang menulari yang pertama'." (HR. al-Bukhari).


Secara aqidah, memang harus diyakini bahwa hanya Allah yang menentukan sakit tidaknya seseorang, seperti di hadits di atas. 



Pengamalan hadits itu adalah jangan sampai diyakini ada suatu penyakit atau wabah yang muncul di luar kehendak dan kontrol Allah.  Tapi aqidah bukanlah satu-satunya persoalan. Masih ada urusan fiqih yang perlu diperhatikan. 



Dalam ranah fiqih, perlu diperhatikan usaha apa saja yang berdampak positif dan negatif. Usaha yang berdampak positif perlu dilakukan dan yang sebaliknya perlu ditinggalkan. Ini adalah kaidah universal yang harus jadi pedoman umum, termasuk dalam hal menyikapi virus corona ini.   



Usaha positif yang diajarkan oleh Rasulullah dalam menangkal penyebaran wabah antara lain: 


1. Menjaga higienitas makanan  Memastikan makanan dan minuman selalu dalam kondisi higienis adalah langkah antisipasi yang penting untuk menangkal penyakit atau wabah. Ini adalah langkah yang seyogianya dilakukan setiap Muslim setiap harinya. 


Rasulullah menginstruksikan:

 عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ غَطُّوا الْإِنَاءَ وَأَوْكُوا السِّقَاءَ فَإِنَّ فِي السَّنَةِ لَيْلَةً يَنْزِلُ فِيهَا وَبَاءٌ لَا يَمُرُّ بِإِنَاءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ غِطَاءٌ أَوْ سِقَاءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ وِكَاءٌ إِلَّا نَزَلَ فِيهِ مِنْ ذَلِكَ الْوَبَاءِ 


"Dari Jabir bin 'Abdullah ia berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tutuplah bejana-bejana, dan ikatlah tempat-tempat minuman, karena di suatu malam pada setiap tahunnya akan ada wabah penyakit (berbahaya) yang akan jatuh ke dalam bejana dan ke tempat-tempat air yang tidak tertutup" (HR. Muslim). 



2. Mengisolasi area wabah Apabila wabah sudah menyebar di suatu tempat, maka isolasi adalah langkah yang diajarkan oleh Rasulullah. 



Rasulullah Bersabda: 

 إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلَا تَدْخُلُوهَا وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا مِنْهَا 


"Apabila kalian mendengar wabah lepra di suatu negeri, maka janganlah kalian masuk ke dalamnya, namun jika ia menjangkiti suatu negeri, sementara kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri tersebut" (HR. al-Bukhari).



Wabah lepra dalam hadis tersebut hanyalah sekedar contoh sebab di masa lalu, wabah yang populer dan memakan banyak korban jiwa adalah lepra. 



Sedangkan hukum isolasi itu sendiri berlaku bagi semua wabah, termasuk Corona. Isolasi ini dapat mencegah penyebaran wabah ke daerah lebih luas, namun di satu sisi akan menyebabkan orang yang berada di daerah wabah akan ikut terdampak wabah juga. 



Dalam hal ini kemudian Rasulullah bersabda bahwa wabah tersebut akan menjadi siksaan bagi orang yang tidak beriman tetapi akan menjadi rahmat Allah bagi mereka yang beriman, bahkan Muslim yang terkena wabah dan bersabar akan mendapatkan pahala mati syahid. 



 عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الطَّاعُونِ فَأَخْبَرَنِي أَنَّهُ عَذَابٌ يَبْعَثُهُ اللهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَأَنَّ اللهَ جَعَلَهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِينَ لَيْسَ مِنْ أَحَدٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ فَيَمْكُثُ فِي بَلَدِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ شَهِيدٍ 



"Dari 'Aisyah radliallahu 'anhu, istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata; "Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang masalah tha'un lalu beliau mengabarkan aku bahwa tha'un (penyakit sampar, pes, lepra) adalah sejenis siksa yang Allah kirim kepada siapa yang Dia kehendaki dan sesungguhnya Allah menjadikan hal itu sebagai rahmat bagi kaum Muslimin dan tidak ada seorangpun yang menderita tha'un lalu dia bertahan di tempat tinggalnya dengan sabar dan mengharapkan pahala dan mengetahui bahwa dia tidak terkena musibah melainkan karena Allah telah menakdirkannya kepadanya, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mati syahid" (HR. al-Bukhari). 



Dengan demikian, sangat tidak tepat apabila ada seorang Muslim yang meremehkan peredaran wabah atau justru melakukan hal-hal yang bertentangan dengan instruksi Rasulullah di atas, misalnya dengan menampakkan keberanian menolak tindakan isolasi wabah. 



Tindakan ini pada hakikatnya bukan keberanian tetapi kecerobohan yang menyebabkan bahaya bagi orang lain. Segala tindakan yang mendatangkan potensi bahaya, secara fiqih tergolong sebagai tindakan yang haram, meskipun berdasarkan pada aqidah yang benar.   



Demikian pula Nabi Muhammad, meskipun beliau mengajarkan bahwa tak ada penyakit yang dapat menular dengan sendirinya tanpa kontrol dari Allah, namun di waktu yang sama beliau juga menginstruksikan agar yang sakit tidak bercampur baur dengan yang sehat supaya tak terjadi penularan. 



Beliau bersabda: 

قَالَ أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُورِدُوا الْمُمْرِضَ عَلَى الْمُصِحِّ 


"Abu Salamah bin Abdurrahman berkata; saya mendengar Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Janganlah kalian mencampurkan antara yang sakit dengan yang sehat" (HR. al-Bukhari). 



Taat pada instruksi Rasulullah di atas bukan berarti takut pada selain Allah, melainkan justru wujud pemahaman agama yang baik serta ikhtiar yang nyata untuk berbuat baik pada sesama.  



Wallahuaa'lam

Jumat, 27 Maret 2020

CORONA OH CORONA ANTARA KEYAKINAN DAN KETAKUTAN

"Kami Tidak Takut Corona!!!"

Tidak sedikit yang mengeluarkan statemen : “Kami tidak takut dengan virus Corona, kami hanya takut kepada Allah.”  Lalu setelah itu mereka nekat menerjang berbagai himbauan dari kementrian kesehatan untuk sementara mengisolasi diri dan menjauhi keramaian. Tidak hanya sampai di situ, mereka juga menuduh orang-orang yang takut dengan virus Covid 19 sebagai orang yang cacat tauhidnya.

Saudaraku fillah, takut terhadap sesuatu yang memiliki sebab jelas, bukan termasuk perkara yang merusak aqidah seseorang. Termasuk dalam hal ini, takut dari penyebaran virus Corona. Karena terbukti secara ilmiyyah, virus Corona bisa menular kepada orang lain dengan perantara sentuhan atau radius tertentu - dengan ijin dan taqdir Allah -. Bukankah Nabi ﷺ sendiri yang memerintahkan umatnya untuk menjauhi wabah penyakit ? Nabi ﷺ pernah bersabda :

فِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ فِرَارَكَ مِنَ الْأَسَدِ

“Larilah kamu dari penyakit kusta sebagaimana larimu dari singa.” [HR. Ahmad : 9722]

Nabi memerintahkan umatnya untuk menjauhi penyakit kusta. Dan penyakit ini, termasuk salah satu jenis penyakit yang menular. Beliau menyerupakan larinya seorang dari penyakit kusta dengan larinya dari singa. Kenapa ? karena keduanya sama-sama mematikan. Takut dari singa, merupakan takut yang sifatnya thabi’i (bawaan) karena suatu sebab yang jelas. Dan ini boleh. Sama halnya dengan takut dari penyakit menular.

Telah diriwayatkan dari Amr Ibn Syarid dari bapaknya, beliau berkata :”Ada seorang laki-laki utusan bani Tsaqif yang kena penyakit kusta. Maka Nabi mengutus sesorang kepadanya untuk menyampaikan : “Kami telah membaiat anda, dan sekarang pergilah !”. [HR. Muslim : 2231]

Baiat tanpa salaman dan langsung diminta untuk pergi dalam upaya untuk meminimalisir penyebaran penyakit kusta. Apakah dengan perbuatan ini berarti Nabi ﷺ telah dianggap cacat aqidahnya ? Tentu tidak. Bahkan inilah yang benar. Tauhid tidak melarang kita melakukan ikhtiar agar selamat dari sesuatu yang membahayakan diri kita. Dan inilah yang namanya tawakkal.

Al-Hafidz Ibnu Hajar menyatakan :

فَالْحَاصِل أَنَّ الْأُمُورَ الَّتِي يُتَوَقَّعُ مِنْهَا الضَّرَرُ وَقَدْ أَبَاحَتِ الْحِكْمَةُ الرَّبَّانِيَّةُ الْحَذَرَ مِنْهَا

“Kesimpulannya, sesungguhnya berbagai perkara yang dikhawatirkan akan menimbulkan mudharat, hikmah Rabbaniyyah (Hikmah Allah) telah membolehkan untuk berhati-hati darinya.” [Fathul Bari : 10/162].

Wallahu a’lam.

24 Rajab 1441H
Balai Diklat Kemenag Padang

CARA MENYELENGGARAKAN JENAZAH YANGTERKENA VIRUS COVID 19

CARA MENYELENGGARAKAN JENAZAH YANGTERKENA VIRUS COVID 19
Virus corona atau COVID-19 telah menelan korban jiwa di seluruh dunia hingga ribuan orang, termasuk Indonesia. Lantas, bagaimana cara mengurus jenazah pasien virus corona?

Virus corona merupakan penyakit yang mengganggu pernapasan. Sehingga, ketika seseorang tidak sengaja terpapar virus tersebut dapat menimbulkan gejala batuk, demam, dan sesak napas.

Bagaimana cara mengurus jenazah pasien corona?

Cara mengurus jenazah pasien corona menurut Kementerian Agama dilakukan oleh petugas medis yang ditunjuk resmi oleh pemerintah. 

Adapun, jenazah yang beragama Islam akan tetap dilakukan berdasarkan ketentuan syariah yang mungkin dilakukan.

Misalnya, untuk memandikan atau semayamkan jenazah, petugas medis harus melindungi diri dan memperhatikan kebersihan diri terlebih dahulu.

Pertama, petugas harus menggunakan pakaian pelindung, sarung tangan, dan masker. Pakaian tersebut harus disimpan di tempat yang terpisah dari pakaian biasa.

Kedua petugas tidak diperkenankan makan, minum, merokok, atau menyentuh wajah saat berada di ruang jenazah, autopsi, atau saat melihat jenazah.

Ketiga, hindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh jenazah. 

Keempat, petugas harus selalu mencuci tangan dengan sabun atau sanitizer berbahan alkohol.
Jika petugas memiliki luka maka sebaiknya ditutup plester atau perban tahan air terlebih dahulu. 
Kelima, petugas harus mengurangi risiko terkena benda tajam.

Kemudian, petugas juga harus menyemprotkan desinfeksi kepada jenazah dan juga dirinya walaupun telah menggunakan APD. Hal itu dilakukan untuk mengurangi risiko penularan virus corona.

Untuk proses penguburan pasien virus corona, petugas harus mencari lokasi berjarak 50 meter dari sumber air tanah yang digunakan untuk minum. Selain itu, lokasi juga harus berjarak 500 meter dari pemukiman.
Lalu, jenazah pasien virus corona harus dikubur 1,5 meter dan ditutup tanah setinggi 1 meter. 

Diingatkan, penguburan harus dilakukan dengan hati-hati dan jika ada jenazah lain harus dikubur secara terpisah.

Untuk jenazah pasien virus corona yang ingin dikremasi maka pilih lokasi yang berjarak 500 meter dari pemukiman. Kemudian, proses kremasi tidak dilakukan secara sekaligus pada jenazah yang lain guna mengurangi polusi asap.

Terakhir, petugas yang tekena darah atau cairan tubuh jenazah harus memperhatikan beberapa hal. 

Pertama, bila mengalami luka tusuk cukup dalam segera bersihkan dengan air mengalir.

Jika luka tusuk tergolong kecil, cukup biarkan darah keluar dengan sendirinya. Terakhir, semua insiden yang terjadi saat proses mengurus jenazah pasien virus corona harus dilaporkan kepada pengawas

 TELISIK, SKHK dan PPKP Penyuluh Agama 2023  Juli 07, 2023 Standar Kualitas Hasil Kerja dan Pedoman Penilaian Kinerja Penyuluh Agama merupak...