Selasa, 05 Mei 2020

BUKU SAKU PENYELENGGARAAN JENAZAH COVID 19


BAB I
PENDAHULUAN
Penyebaran virus corona (covid 19) yang berawal dari sebuah pasar di Wuhan pada akhir Desember 2019 sungguh dasyat. Hanya jalan lebih kurang 3 bulan virus tersebut sudah mewabah hingga keseluruh negara. Amerika adalah negara terbanyak kasusnya dengan  jumlah kasus 818.744, meninggal 45.318, sembuh 82.923. di ikuti oleh Spanyol, Italia dan Prancis dengan jumlah kematian yang sangat luar biasa mengejutkan semua orang.
Di Indonesia sendiri kasus covid terhitung sampai 5 Mei 2020 sangat besar dengan jumlah kasus 12.071, sembuh 2.197 dan meninggal 872 kasus. Dalam waktu yang sangat singkat 34 propinsi di Indonesia sudah terjangkit virus ini.
Dengan tingginya tingkat kematian yang disebabkan oleh virus ini membuat tiap wilayah melakukan lockdown untuk memutus matarantai penyebaran virus tersebut.
Persoalan yang muncul pada kasus kematian disebabkan virus corana ini salah satunya adalah bagaimana cara paling aman dalam penyelenggaraan fardhukifayah terhadap orang yang meninggal disebabkan oleh virus corona. Hal ini disebabkan pada kekhawatiran penularan virus corona ini kepada para pelaksana fardhukifayah.
Menyikapi kekhawatiran ini, maka dipandang perlu untuk menyusun panduan singkat bagi paramedis atau petugas yang bertanggungjawab dalam melaksanakan penyelenggaraan fardhukifayah bagi jenazah pasien covid 19.
Tatacara menyelenggarakan jenazah yang meninggal akibat covid 19 yaitu sejak dari menyiapkannya, memandikannya, mengkafaninya, menshalatkannya, membawanya ke kubur sampai kepada menguburkannya mestilah dilakukan dengan standar yang baik untuk mencegah penyebaran virus ini baik terhadap para penyelenggara, keluarga maupun masyarakat sekitar.
.

 BAB II
PEMBAHASAN

A.     Sikap Muslim Terhadap Wabah
Bagi kaum Muslim, munculnya wabah seperti pandemi covid-19 ini bukan hal baru. Dalam banyak literatur dan dari sejarah, Islam sudah memberikan tuntunan di kala menghadapi wabah.
Kisah dimasa Khalifah Umar  diceritakan dalam buku tentang Khalifah Umar bin Khattab ra karya Syaikh Ali Ash Shalabi.
 Pada tahun 18 H, hari itu Khalifah Umar bin Khattab ra bersama para sahabatnya berjalan dari Madinah menuju negeri Syam.
 Mereka berhenti di daerah perbatasan sebelum memasuki Syam karena mendengar ada wabah Tha'un Amwas yang melanda negeri tersebut.
 Sebuah penyakit menular, benjolan diseluruh tubuh yang akhirnya pecah dan mengakibatkan pendarahan.
 Abu Ubaidah bin Al Jarrah, seorang yang dikagumi Umar ra, sang Gubernur Syam ketika itu datang ke perbatasan untuk menemui rombongan.
 Dialog yang hangat antar para sahabat pun terjadi, apakah mereka masuk atau pulang ke Madinah.
 Umar yang cerdas meminta saran kepada kaum Muhajirin, Anshar, dan orang-orang yang ikut Fathu Makkah. Mereka semua berbeda pendapat.
 Bahkan Abu Ubaidah ra menginginkan mereka masuk, dan berkata mengapa engkau lari dari takdir Allah SWT?
 Lalu Umar ra menyanggahnya dan bertanya. "Jika kamu punya kambing dan ada dua lahan yang subur dan yang kering, kemana akan engkau arahkan kambingmu? Jika ke lahan kering itu adalah takdir Allah, dan jika ke lahan subur itu juga takdir Allah. Sesungguhnya dengan kami pulang, kita hanya berpindah dari takdir satu ke takdir yg lain."
Akhirnya perbedaan itu berakhir ketika Abdurrahman bin Auf ra mengucapkan hadist Rasulullah SAW; "Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada didaerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya." (HR. Bukhari & Muslim).
 Akhirnya mereka pun pulang ke Madinah. Umar ra merasa tidak kuasa meninggalkan sahabat yang dikaguminya, Abu Ubaidah ra. Beliau pun menulis surat untuk mengajaknya ke Madinah.
 Namun beliau adalah Abu Ubaidah ra, yang hidup bersama rakyatnya dan mati bersama rakyatnya. Umar ra pun menangis membaca surat balasan itu.
 Dan bertambah tangisnya ketika mendengar Abu Ubaidah, Muadz bin Jabal, Suhail bin Amr, dan sahabat-sahabat mulia lainnya radiyallahuanhum wafat karena wabah Tha'un di Negeri Syam.
 Total sekitar 20 ribu orang wafat karena wabah Tha'un yang jumlahnya hampir separuh penduduk Syam ketika itu.
 Pada akhirnya, wabah tersebut berhenti ketika sahabat Amr bin Ash ra memimpin Syam. Karena kecerdasan beliau lah yang menyelamatkan Syam. Hasil tadabbur beliau dan kedekatan dengan alam ini.

Amr bin Ash berkata: "Wahai sekalian manusia, penyakit ini menyebar layaknya kobaran api. Jaga jaraklah dan berpencarlah kalian dengan menempatkan diri di gunung-gunung."
Mereka pun berpencar dan menempati di gunung-gunung. Akhirnya, wabah pun berhenti layaknya api yang padam karena tidak bisa lagi menemukan bahan yang dibakar.
 Lalu, belajar dari bagaimana orang-orang terbaik itu bersikap, maka inilah panduan dan kabar gembira di tengah kesedihan ini untuk kita semua.
Dari kisah sejarah diatas, maka kita bias lihat bahwa karantina sebagaimana sabda Rasulullah SAW di atas, adalah konsep karantina yang hari ini kita kenal.
Mengisolasi daerah yang terkena wabah dan saat ini seluruh negara menjalaninya. Namun ada negara yang entah darimana mengambil petunjuknya, justru negara tersebut malah menyuruh orang-orang masuk karena dalih ekonomi dan pariwisata. Semoga Allah SWT melindungi semua penduduk negara tersebut.
Nabi Muhammad SAW mengatakan jika dalam suatu wabah, mereka yang ada di daerah itu jangan keluar dari wilayah itu. Mereka yang ada di luar wilayah itu, jangan datangi tempat wabah itu.
Dalam istilah sekarang ini dikenal sebagai lockdown atau karantina, baik semi-lockdown maupun lockdown total.
Dalam suatu hadits, Nabi SAW menegaskan seorang Muslim tidak akan senantiasa dalam kondisi merugi dalam situasi apa pun. Sebab, keimananya akan menjadikannya sebagai seorang hamba yang bersyukur, ketika mendapatkan kemudahan dan juga bersabar ketika mendapatkan kesulitan dalam hidupnya.
Dari Shuhaib, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wa Salam bersabda: "Perkara orang mukmin itu mengagumkan. Sesungguhnya semua perihalnya baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang mukmin; bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya, dan bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya." (HR. Bukhari Muslim).
Isnan Ansory dalam bukunya Fiqih Menghadapi Wabah Penyakit mengatakan, Allah SWT juga menjanjikan keutamaan yang besar atas mereka yang senantiasa bersabar dalam menghadapi segala ujian (bala) dari Allah SWT. Keutamaan itu, sebagai berikut.
Pahala di rumah saat wabah setimpal dengan mati syahid. Korban covid-19 bisa dapat pahala syahid dalam ikhtiar menghadapi wabah corona asal disikapi dengan sabar, iklas dan tawakkal.
Diantara keutamaan yang diperoleh dari musibah sakit oleh orang yang beriman adalah:
1.    Mengangkat derajat dan menghapus dosa
Hal ini sesuai hadits Rasulullah SAW, Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah bersabda: “Ujian senantiasa menimpa orang beriman pada diri, anak, dan hartanya hingga ia bertemu Allah dengan tidak membawa satu dosa pun atasnya.” (HR. Tirmizi).
2.    Tanda kebaikan dari Allah
“Sesungguhnya besarnya balasan tergantung dari besarnya ujian, dan apabila Allah cinta kepada suatu kaum Dia akan menguji mereka, barangsiapa yang ridha maka baginya keridlaan Allah, namun barangsiapa yang murka maka baginya kemurkaan Allah.” (HR. Tirmizi).
3.    Mati syahid
"Mati karena menderita tho'un adalah syahid bagi setiap Muslim.” (HR. Bukhari Muslim)
"Meninggal karena sakit perut adalah syahid, dan (meninggal) karena tho'un juga syahid.” (HR. Bukhari)
“Tidaklah seseorang yang berada di wilayah yang terjangkit tho'un, kemudian ia tetap tinggal di negerinya dan selalu bersabar, ia mengetahui penyakit tersebut tidak akan mengjangkitinya kecuali apa yang Allah tetapkan kepadanya, maka baginya seperti pahalanya orang yang mati syahid.” (HR. Bukhari).
4.    Pahala tidak terbatas
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (QS. Az-Zumar: 10).

B.      Tatacara Menelenggarakan Jenazah Terkena Wabah (Covid 19)

1.       Tajhizul Jenazah (Merawat Mayit)
Tajhizul jenazah adalah merawat atau mengurus seseorang yang telah meninggal. Perawatan di sini berhukum fardlu kifayah, kecuali bila hanya terdapat satu orang saja, maka hukumnya fardlu ‘ain.
Hal-hal yang harus dilakukan saat merawat jenazah sebenarnya meliputi empat hal,yaitu:
a)    Memandikan
b)    Mengkafani
c)    Menshalatkan
d)    Memakamkan
Dari keempat hal yang diwajibkan di atas, pada taraf praktek terdapat beberapa pemilahan sebagai berikut:
Orang Muslim
a.  Muslim yang bukan syahid
Kewajiban yang harus dilakukan adalah:
a)    Memandikan.
b)    Mengkafani.
c)    Menshalati.
d)    Memakamkan.
b. Muslim yang syahid dunia atau syahid dunia akhirat, mayatnya tidak perlu dimandikan dan dishalati, sehingga kewajiban merawatnya hanya meliputi:
a)    Menyempurnakan kafannya jika pakaian yang dipakainya tidak cukup untuk menutup seluruh tubuhnya.
b)    Memakamkan.
Bayi yang terlahir sebelum usia 6 bulan (Siqtu)
Dalam kitab-kitab salafy dikenal tiga macam kondisi bayi, yakni:
a. Lahir dalam keadaan hidup. Perawatannya sama dengan perawatan jenazah muslim dewasa.
b. Berbentuk manusia sempurna, tapi tidak tampak tanda-tanda kehidupan. Hal-hal yang harus dilakukan sama dengan kewajiban terhadap jenazah muslim dewasa, selain menshalati.
c. Belum berbentuk manusia sempurna. Bayi yang demikian, tidak ada kewajiban apapun dalam perawatannya, akan tetapi disunahkan membungkus dan memakamkannya.
Adapun bayi yang lahir pada usia 6 bulan lebih, baik terlahir dalam keadaan hidup ataupun mati, kewajiban perawatannya sama dengan orang dewasa.

Orang Kafir
Dalam hal ini orang kafir dibedakan menjadi dua:
a.     Kafir dzimmi (termasuk kafir muaman dan mu’ahad)
     Hukum menshalati mayit kafir adalah haram, adapun hal yang harus dilakukan pada mayat kafir dzimmi adalah mengkafani dan memakamkan.
b. Kafir harbi dan Orang murtad
     Pada dasarnya tidak ada kewajiban apapun atas perawatan keduanya, hanya saja diperbolehkan untuk mengkafani dan memakamkannya.

2. Memandikan Jenazah Covid 19

Perlu digarisbawahi, pengurusan jenazah pasien Covid-19 harus dilakukan oleh petugas kesehatan pihak rumah sakit, sesuai agama si korban, dan telah ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Jadi, tidak sembarang orang boleh mengurus proses pemakamannya.
Petugas kesehatan akan melakukan langkah-langkah di bawah ini:
a.         Menggunakan pakaian pelindung, sarung tangan, hingga masker. Semua komponen pakaian pelindung harus disimpan terpisah dari pakaian biasa.
b.         Tidak makan, minum, merokok, ataupun menyentuh wajah selama berada di ruang penyimpanan jenazah, autopsi, dan area untuk melihat jenazah.
c.         Selama memandikan jenazah, tidak berkontak langsung dengan darah atau cairan tubuh jenazah.
Membaca Niat
Lafal niat memandikan jenazah laki – laki
نَوَيْتُ الْغُسْلِ لِهٰذَا الْمَيِّتِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Lafal niat memandikan jenazah perempuan
نَوَيْتُ الْغُسْلِ لِهٰذِهِ الْمَيِّتِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Jika tidak mungkin untuk disentuh, maka mayat cukup disiram.
Ulama Hanafiyah menyatakan:
 والمنتفخ الذي تعذر مسه يصب عليه الماء
Bagi jenazah yang badannya gosong sehingga uzur untuk disentuh, maka cukup dengan dituangkan air padanya.” (Muraqiy al-Falakh, halaman 224)
Jika tidak mungkin untuk dimandikan, maka cukup ditayamumkan.
Lafal niat mentayamumkan jenazah
نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ عَنْ تَحْتِ قُلْفَةِ هٰذَا الْمَيِّتِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Artinya :
Saya niat tayamum untuk menggantikan membasuh dibawah ( …. ) ini jenazah karena allah ta ‘ala
Jika kondisi semacam masih sulit, maka ulama dari kalangan Hanafiyah menyarankan agar berpindah pada men-tayamum-inya.
Pendapat ini juga dipedomani oleh kalangan Malikiyah. Salah satu ulama dari kalangan Hanafiyah menyampaikan:
 مَنْ تَعَذَّرَ غُسْلُهُ ؛ لِعَدَمِ مَا يُغْسَلُ بِهِ فَيُيَمَّمُ بِالصَّعِيدِ
“Bila suatu saat ada jenazah yang uzur untuk dimandikan, karena ketiadaan hal yang memungkinkan bisanya dibasuh, maka tayamumilah dengan debu.” (Al-Inayah, Juz 16, halaman 261).
Petugas mentayamumkan mayat dengan cara memakai sarung tangan dan menempelkan telapak tangan kedinding kemudian mengusapkan kewajah dan tangan mayat. Mengusap tangan jika memungkinkan dampai kesiku, jika tidak cukup sampai pergelangan tangan saja.
Proses tayamum dapat dilakukan pada permukaan kain kafan jika memang mayat tidak mungkin untuk disentuh.
Ketentuan memandikan jenazah Covid yang harus diikuti berdasar protokol medis :
  • Jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya.
  • Petugas wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang dimandikan dan dikafani.
  • Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama, maka dimandikan oleh petugas yang ada, dengan syarat jenazah dimandikan tetap memakai pakaian. Jika tidak, maka ditayamumkan.
  • Petugas membersihkan najis (jika ada) sebelum memandikan.
  • Petugas memandikan jenazah dengan cara mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh.
  • Jika atas pertimbangan ahli yang terpercaya bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, maka dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah, yaitu dengan cara:
1). Mengusap wajah dan kedua tangan jenazah (minimal sampai pergelangan) dengan debu
2).   Untuk kepentingan perlindungan diri pada saat mengusap, petugas tetap menggunakan APD
Jika menurut pendapat ahli yang tepercaya bahwa memandikan atau menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, maka berdasarkan ketentuan dlarurat syar'iyyah, jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan.
d.         Jenazah kemudian ditutup dengan kain kafan/bahan dari plastik (tidak dapat tembus air). Jenazah yang sudah dikafani dan dibungkus plastik kemudian disemprot cairan klorin sebagai disinfektan. Dapat juga jenazah ditutup dengan bahan kayu atau bahan lain yang tidak mudah tercemar dan sebelumnya sudah disinfeksi. Jenazah posisinya di dalam peti dimiringkan ke kanan. Dengan demikian ketika dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat.
Pedoman mengkafani jenazah yang terpapar Covid-19 dilakukan sebagai berikut:
·       Setelah jenazah dimandikan atau ditayamumkan, atau karena dlarurah syar'iyah tidak dimandikan atau ditayamumkan, maka jenazah dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh dan dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas.
·       Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke dalam peti yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan sehingga saat dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat.
·       Jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada jenazah, maka petugas dapat mengabaikan najis tersebut.
e.         Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi, kecuali dalam keadaan mendesak seperti untuk kepentingan autopsi dan hanya dapat dilakukan oleh petugas.
f.          Jenazah disemayamkan tidak lebih dari empat jam.
g.         Petugas selalu cuci tangan dengan sabun atau sanitizer berbahan alkohol. Luka di tubuh petugas (jika ada), harus ditutup dengan plester atau perban tahan air.
h.         Sebisa mungkin menghindari risiko terluka akibat benda tajam.
i.          Semua petugas kesehatan yang telah mengurus proses pemulasaran hingga jenazah masuk peti dan pihak keluarga yang menyaksikan prosesi tersebut diwajibkan menjalani proses sterilisasi dengan disemprotkan cairan disinfektan ke bagian pakaian yang dikenakan serta selalu mencuci tangan.

Selain itu, jika petugas terkena darah atau cairan tubuh jenazah, lakukanlah langkah-langkah berikut ini:
a.         Segera bersihkan luka dengan air mengalir yang bersih
b.         Jika luka tusuk tergolong kecil, biarkanlah darah keluar dengan sendirinya
c.         Semua insiden yang terjadi saat proses memandikan jenazah harus dilaporkan pada pengawas.




3. Menshalatkan Jenazah

Untuk pelaksanaan salat jenazah, dilakukan di rumah sakit rujukan. Jika tidak, salat jenazah bisa dilakukan di masjid yang sudah dilakukan proses pemeriksaan sanitasi secara menyeluruh dan melakukan disinfektasi setelah salat jenazah.
Salat jenazah dilakukan sesegera mungkin dengan mempertimbangkan waktu yang telah ditentukan yaitu tidak lebih dari empat jam.
Salat jenazah dapat dilaksanakan sekalipun oleh satu orang dengan posisi:
1) Mayit laki-laki:
Mayit dibaringkan dengan meletakkan kepala di sebelah utara. Imam atau munfarid berdiri lurus dengan kepala mayit.
2) Mayit perempuan
Cara peletakkan mayit sama dengan mayit laki-laki, sedangkan imam atau munfarid berdiri lurus dengan pantat mayit.

3) Tatacara Shalat Jenazah
a) Niat.
     Lafal lafal niat shalat jenazah
     1. untuk jenazah laki laki Satu
اُصَلِّى عَلَى هَذَا اْلمَيِّتِ اَرْبَعَ نَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ اْلكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا / اِمَامًا لِلَّهِ تَعَالَى
     2. untuk jenazah laki laki dua
اُصَلِّىى عَلَى هَذَيْنِ اْلمَيِّتِ اَرْبَعَ نَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ اْلكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا / اِمَامًا لِلَّهِ تَعَالَى
     3. untuk jenazah banyak
اُصَلِّى عَلَى هَۤؤُلاَءِاْلمَوْتَى اَرْبَعَ نَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ اْلكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا / اِمَامًا لِلَّهِ تَعَالى
     4. untuk jenazah perempuan Satu
b) Berdiri bagi yang mampu.
c)  Melakukan takbir sebanyak empat kali termasuk takbiratulihram.
d) Membaca surat Al Fatihah setelah takbir pertama.
سْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (1) الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (2) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (3) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (4) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (7(

e) Membaca shalawat Nabi setelah takbir kedua.
Contoh bacaan sholawat:
للَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَماَ صَلَّيْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنـَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللَّهُمَّ باَرِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَماَ باَرَكْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنـَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
f)   Mendo’akan mayit setelah takbir ketiga.
     Contoh do’a:
     Lafal doa setelah takbir ke 3
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَاَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْ خَلَهُ وَاجْعَلِ الْجَنَّةَ مَثْوَاهُ
Artinya : “ Ya Allah , ampunilah dia , berilah kasih (rahmat ) padanya , berilah maaf padanya , muliakanlah kedatangannya (tempatnya ) , lapangkanlah pintu masuknya ( kekubur ) dan jadikanlah surga tempat kembalinya . “
Lafal do ‘a setelah takbir ke 4
اَللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْناَ اَجْرَهُ وَلاَ تَفْتِناَ بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَناَ وَلَهُ
“Ya Allah , janganlah Engkau rugikan kami dari pada mendapat pahalanya , dan janganlah Engkau beri kami fitnah sepeninggalnya , dan ampunilah kami dan dia . “
Penjelasan :
Ketika membaca do‘a dalam salat jenazah setelah takbir ke 3 dan ke 4 hendaklah bacaan dlamir ( kata ganti orang ) disesuaikan dengan jenis jenazah tersebut ( laki – laki atau perempuan ), misalnya :
1. Apabila jenazahnya wanita maka dlamir ( kata ) hu ( هُ) diganti dengan dlamir ha ( هاَ )
2. Apabila jenazahnya dua orang maka dlamir ( kata ) hu ( هُ ) diganti dengan dlamir huma ( هُمَا )
3   Apabila jenazahnya banyak maka dlamir ( kata ) hu ( هُ ) diganti dengan dlamir hum ( هُمْ )
g)  Mengucapkan salam pertama setelah takbir keempat.
     Contoh bacaan salam:
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
h) Bila mayatnya anak kecil sunah untuk menambah do’a:
اللّـٰهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطاً ِلأَبَوْيهِ وَسَلَفاً وَذُخْراً، وَعِظَةً وَاعْتِبَاراً وَشَفِيْعاً، وَثَقِّلْ بِهِ مَوَازِيْنَهُمَا وَأَفْرِغِ الصَّبْرَ عَلٰى قُلُوْبِهِمَا وَلاَ تَفْتِنَّهُمَا بَعْدَهُ وَلاَ تَحْرِمْهُمَا أَجْرَهُ.

Pedoman mensalatkan jenazah yang terpapar Covid-19 dilakukan sebagai berikut:
  • Disunahkan menyegerakan salat jenazah setelah dikafani.
  • Dilakukan di tempat yang aman dari penularan Covid-19.
  • Dilakukan oleh umat Islam secara langsung (hadir) minimal satu orang. Jika tidak memungkinkan, boleh disalatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan. Jika tidak dimungkinkan, maka boleh disalatkan dari jauh (shalat ghaib).
Pihak yang menyalatkan wajib menjaga diri dari penularan Covid-19.

4. Menguburkan Jenazah

Adapun urusan selanjutnya sesudah dishalatkan hendaknya jenazah dibawa kepemakaman untuk dikuburkan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penguburan jenazah adalah :
a)    Lubang kubur digali sedalam 1,5 meter.
b)    Liang lahat dibuat seukuran jenazah dengan dengan kedalaman kira-kira setinggi 50-60 cm.
c)    Siapkan tali yang kuat untuk menurunkan peti ke dalam lahat.
d)    Peti diturunkan perlahan dengan menggunakan tali. Ketika meletakkan jenazah di dalam kubur, kita membaca doa :
ﺒﺳﻢﺍﷲ ﻮﻋﻟﻰﻤﻟﺔﺮﺴﻭﻝﷲ
     Artinya :
Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah. (H.R.at-Tirmidzi)
e)  Menutupi Kubur Mayat Perempuan Pada Waktu Ia Dimasukkan Kedalamnya.
f)  Lepaskan tali-tali pengikat,lalu timbun sampai galian liang kubur menjadi rata.
Pedoman menguburkan jenazah yang terpapar Covid-19 dilakukan sebagai berikut:
  • Dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan protokol medis.
  • Dilakukan dengan cara memasukkan jenazah bersama petinya ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan.
  • Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur dibolehkan karena darurat (al-dlarurah al-syar'iyyah) sebagaimana diatur dalam ketentuan Fatwa MUI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana'iz) Dalam Keadaan Darurat.
5.       Waktu Untuk Mengubur Mayat
Mengubur mayat boleh pada siang atau malam hari. Beberapa sahabat Rasulullah saw dan keluarga beliau dikubur pada malam hari.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam buku saku ini terdapat tata cara memandikan, mengkafani, menyalatkan dan menguburkan jenazah yang terkena dampak covid 19 yang mesti mendapatkan perlakuan khusus. Selain itu juga ada etika yang  mengandung suatu nilai dimana dalam penyelenggaraan jenazah dalam islam ada adab yang diajarkan oleh nabi Muhammad SAW.
Penyelenggaraan jenazah juga merupakan penghormatan orang ditinggalkan atau orang hidup terhadap orang yang meninggal tersebut, yang menggambarkan rasa persatuan dan kesatuan sebagai mahluk sosial yang berasal dari yang kuasa dan akan kembali kepada yang kuasa.
Dan terakhir didalam buku saku ini mengandung unsur suatu keterampilan dimana didalam penyelenggaran jenazah ini seseorang dapat mengetahui tata cara dalam penyelenggaraan ataupun pengurusan jenazah dalam kondisi tersulit yang dapat juga membahayakan bagi yang menyelnggarakannya.
Penyelenggaraan ini merupakan suatu bukti rasa saling menganggap manusia merupakan makhluk yang berasal dari yang satu dan akan kembali padaNya meski dalam kondisi apapun.
Walaupun hukumnya fardhu kifayah, dalam pengurusan jenazah ini kita dianjurkan untuk lebih mendalami pengetahuan baik memandikan, mengafankan, menyolatkan, dan juga menguburkan jenazah.

                             Pekanbaru, 5 Mei 2020



DAFTAR BACAAN

1.  Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, terjemahan, Al-Ma’arif, Bandung, 1987
2.  Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, terjemahan, Pustaka As—Sunnah, Jakarta 2008
3.  Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqh Wanita, Pustaka al-Kautsar, Jakarta, 1996
4.  Said Bib Ali Al-Aqhattani, Petunjuk Lengkap Tentang Shalat, Terjemahan,  Pustaka At-Tibyan, Jakarta 2008
5.  Drs.Moh. Rifai, Tuntunan Shalat, PT Karya Toha Putra Semarang, 1980
6. KH. Minan Zuhri, Tuntunan Shalat Lengkap & Wiridan dan Shalat-Shalat Sunnah, Menara Kudus, 2008
7.  Yunus, M., Tafsir Quranul Karim, Hidayah Karya Agung Jakarta, 1986
8.  Zezen Zainal Alim’ Panduan Lengkap Shalat Sunah Rekomendasi Rasulullah, Qultum Media, 2012
9.  Syaikh Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Panduan Lengkap Shalat Menurut Empat Mazhab, Pustaka al-Kautsar, Jakarta, 1996
10. Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah COVID-19
11. Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah (Tajhiz Al-Jana'iz) Muslim yang Terinfeksi Covid-19

           

 TELISIK, SKHK dan PPKP Penyuluh Agama 2023  Juli 07, 2023 Standar Kualitas Hasil Kerja dan Pedoman Penilaian Kinerja Penyuluh Agama merupak...