Jumat, 26 Juni 2015

HIKMAH RAMADHAN (Ramadhan Sebagai Sarana Pembentukan Karakter Insan Kamil)

HIKMAH RAMADHAN
(Ramadhan Sebagai Sarana Pembentukan Karakter Insan Kamil)

Oleh. MASRIZAL
PENYULUH AGAMA ISLAM
KOTA PEKANBARU

Marhaban Ya Ramadhan adalah kalimat yang mulai pada waktu ini sering kita dengar dan ucapkan. Sebagai salah satu ungkapan kegembiraan dari datangnya bulan suci Ramadhan. Ucapan tersebut keluar dari mulut dan hati setiap muslim dari semua kalangan dan level keimanan.
Penggunaan kata Marhaban dan bukan Ahlan wa Sahlan adalah menunjukkan wujud dari rasa penghormatan dan pengagungan yang sangat tinggi terhadap bulan tersebut. Marhaban diambil dari kata dalam Bahasa Arab yang artinya "Selamat datang". Demikian pula dengan ungkapan "Ahlan Wa Sahlan" dalam bahasa kita memiliki arti sama. Tapi dari sisi makna ternyata berbeda.
Ahlan Wa sahlan diambil dari kata "Ahl" dan "Sahl". Ahl berarti saudara atau keluarga, dan Sahl berarti mudah juga berarti dataran rendah. Apabila anda mengungkapkan kata "Ahlan wa Sahlan ya Akhi" kepada teman yang berkunjung ke rumah anda, maka anda seolah menyatakan bahwa teman anda sudah anda anggap sebagai keluarga. Dalam bahasa lain sering kita katakan kepada tamu dengan ungkapan "Anggap saja di rumah sendiri".
Marhaban diambil dari kata dasar "rahb" yang berarti "luas" atau "lapang". Dari akar kata yang sama dengan "marhaban" dalam bahasa Arab dapat terbentuk kata "Rahbat" yang berarti ruangan yang luas untuk kendaraan agar memperoleh perbaikan atau juga untuk kebutuhan pengendara mempersiapkan segala sesuatu agar dapat melanjutkan perjalanan. Jadi apabila kita mengatakan "Marhaban yaa Ramadhan" yang artinya "Selamat datang Ramadhan" mengandung makna bahwa kita menyambut Ramadhan dengan lapang dada, penuh kegembiraan dan menyediakan tempat seluas-luasnya serta memberikan kesempatan sebebas-bebasnya bagi "tamu" kita untuk hadir dan berinteraksi dengan kita.  
Ketika Rasulullah  Shallallahu  'alaihi  Wa Sallam    masih     hidup,     beliau     menyambut Ramadhan  dengan  wajah berseri-seri. Melihat ini tentunya merupakan perlambang bahwa beliau sangat gembira. Tentunya ada sebab dari kegembiraan tersebut. Yakni:
Pertama Ramadhan adalah masa bagi manusia kembali kepada    fitrah   (jati   diri).  Ibadah   Ramadhan, shiyam  dan  qiyam  al   lail,  menjanjikan "keampunan  Allah" kepada  setiap  insan  yang mengamalkannya.   Sebab didalamnya semua dosa dihapus.
Kedua  Ramadhan  mempunyai nilai  tambah  dalam hal  ibadah. Bulan yang disebut bulan berlapang-lapang (syahrul muwaasah). Gerak, tindakan dan fikiran para shaimin selalu terkait dengan taqarrub ilallah yang semuanya bernilai ibadah.
Ketiga, di  dalam bulan Ramadhan ada satu malam  yang  lebih  utama  dari  seribu  malam. Malam yang disebut sebagai “lailatul qadar",  malam yang nilainya lebih  baik  dari  seribu  bulan.  Malam turunnya Alquran al Karim
            Dengan  kemuliaan tersebut, perlu upaya yang sungguh dalam mewujudkan kesempurnaan Ramadhan yang kita jalani. Setidak-tidaknya ada tiga persiapan yang mesti kita lakukan dalam menempuh Ramadhan;
            Pertama persiapan fisik; kesehatan dan kekuatan fisik sangatlah diperlukan dalam menjalani hari-hari Ramadhan. Dahaga dan lapar yang akan kita lalui selama lebih kurang 13 jam akan cukup memberatkan apabila kita dalam kondisi kesehatan yang tidak baik. Stamina yang harus dijaga selama Ramadhan merupakan modal dalam menjalankan ibadah-ibadah dan berburu kemuliaan pada malam-malam Ramadhan. Tanpa kesiapan tersebut mustahil kita akan mampu menyempurnakan puasa disiang Ramadhan dan beribadah sunnah dimalam Ramadhan.
            Kedua persiapan rohani; dalam Ramadhan kita membutuhkan kesiapan kerohanian dalam hal ini berhubungan dengan kesiapan mental dan keimanan. Keduanya ini berada dalam lingkup kejiwaan setiap insan. Orang yang tidak siap secara mental untuk beribadah tidak akan bisa melaksanakan ibadah tersebut dengn baik. Sebab puasa memang hanya diperuntukkan kepada orang –orang yang beriman yang bermuara pada ketaqwaan sebagaimana firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 183.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ١٨٣
“hai orang-orang yang beriman diwajibkan ataskamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agarkamu menjadi orang yang ber taqwa”.
            Orang yang keimanannya kurang atau mungkin tidak ada tidak akan mampu melakukan puasa dengan sungguh-sungguh apalagi melakukan ibadah sunnat yang bernilai tinggi dimata Allah pada siang dan malam Ramadhan.
            Ketiga kesiapan ilmu; untuk memperoleh kesempurnaan ibadah, setiap muslim mestilah membekali diri dengan keilmuan yang cukup tentang ibadah yang dikerjakan tersebut. Sebab amal yang kita lakukan jika tampa ilmunya akan melahirkan amalan-amalan yang keliru dan sesat, sebagaimana, Imam Al-Bukhari berkata, “Al-’Ilmu Qoblal Qouli Wal ‘Amali”, Ilmu Sebelum Berkata dan Beramal. Dan ini merupakan dalil atsari (yang berdasarkan periwayatan) yang menunjukkan atas insan bahwa berilmu terlebih dahulu baru kemudian beramal setelahnya sebagai langkah kedua.
Asy-Syaikh Sholeh bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Syaikh dalam kitab Maktabah Syamilah berkata, “Ilmu itu jika ditegakkan sebelum ucapan dan amal, maka akan diberkahi pelakunya meskipun perkaranya kecil. Adapun jika ucapan dan amal didahulukan sebelum ilmu, walaupun bisa jadi perkaranya itu sebesar gunung, akan tetapi itu semua tidaklah di atas jalan keselamatan…Karenanya kami katakan, Jadikanlah ilmu tujuan penting dan utama, ilmu di mulai sebelum yang lain, khususnya ilmu yang membuat ibadah menjadi benar, ilmu yang meluruskan aqidah, ilmu yang memperbaiki hati, ilmu yang menjadikan seseorang berjalan dalam amalannya sesuai dengan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan di atas kebodohan.”
Dengan demikian, pentingnya ilmu dalam beribadah selama Ramadhan menjadi sangat penting. Tampa ilmu tersebut kaum muslimin tidak akan dapat berpuasa dengan baik. Sebab dalam berpuasa ada larangan-larangan yang dapat membatalkan puasa, ada anjuran-anjuran untuk menjauhi sesuatu selama berpuasa, ada keutamaan-keutamaan dalam ibadah dan ada keistimewan-keistimewaan hari-hari dalam Ramadhan. Kesemuanya itu berhubungan dengan pengetahuan atau ilmu. Mustahil kita berpuasa dengan baik jika tidak memahami tentang hukum-hukum syar’i yang berkaitan dengan Ramadhan. Bagaimana mungkin kita mampu mencapai prediket insan kamil atau dalam istilah ke-Indonesiaan disebut insan paripurna tanpa ilmu.
Manusia sempurna/paripurna adalah manifestasi Tuhan di dunia yang memiliki kewajiban utama mengagungkan dan memuliakan Sang Pencipta, karena inilah ia diberikan ha-hak istimewa oleh Tuhan. Diberikan akal dan jiwa sebagai media dalam mencari hakikat kebenaran sejati. Untuk menjadi manusia paripurna harus melampaui kedudukan kita sebagai manusia ( an-nas ) terlebih dahulu, bukan hanya manusia berkesadaran hewan yang memangsa dan dimangsa.
Jika sebagai seorang al mu’min (beriman) terlampaui maka kita harus melampaui kedudukan manusia bertaqwa (al muttaqin) sampai seterusnya. Hidup adalah kehendak untuk membuktikan bahwa diri ini ada dan inilah yang mesti disadari oleh kita sebagai manusia, untuk menyadarinya siaplah diri kita diuji oleh`Nya. Dan Ramadhan adalah waktu istimewa sebagai ujian yang disediakan oleh Sang Khaliq bagi kita dalam upaya mencapai kesempurnaan tersebut.
Dalam menempuh ujian tentu perlu persiapan yang matang baik dari segi fisik, rohani/jiwa/mental dan juga kesiapan keilmuan menjadi begitu penting.
Disamping itu, puasa dan ibadah Ramadhan merupakan upaya bagi setiap orang beriman untuk mewujudkan nilai dan makna kamil/paripurna pada diri, yakni;
Keseimbangan dalam Hidup ;  Pada hakikatnya kita adalah hamba Allah yang diperintahkan untuk beribadah. Namun sayang hanya karena hal duniawi seperti pekerjaan, hawa nafsu dan lain-lain kita sering melupakan kewajiban. Tingkat kelalaian terhadap kehidupan akherat kita sangatlah tinggi. Banyak hal yang menyebabkan kelalaian tersebut. Kita dilalaikan oleh kesibukan dunia pekerjaan , kita dilalaikan oleh kesibukan mengurus harta dunia, kita lalai dalam mengurus anak dan keluarga, kita lalai karena sibuk mengurus orang lain, sehingga panggilan untuk bertemu dengan Allah (shalat, zikir dan doa) menjadi terabaikan.
Pada bulan Ramadhan inilah masa bagi kita melatih diri  untuk kembali mengingat dan melaksanakan seluruh kewajiban dalam hal beribadah kepada Allah dan melakukan kebaikan-kebaikan sesuai tuntunan agama yang bermuara pada keseimbangan hidup dunia dan akherat.  
Mempererat Silaturahmi ; Suasana persaudaraan sesama muslim, akan tampak jelas jika berada dibulan Ramadhan. Bermaaf-maafan, saling mengunjungi, saling memberi, suasana masjid dalam berjamaah lebih ramai, berkumpul dan berbuka bersama, membuat majlis ta’lim disetiap masjid dan mushalla merupakan buktinyata dari kebersamaan kaum muslimin.
Perduli Pada Sesama; Rasa persaudaraan yang terbina akan menumbuh kembangkan rasa kepedulian antar sesama. Yang berkelebihan akan berlomba-lomba untuk membantu saudaranya yang dalam kekurangan. Aktifitas berupa ibadah infaq, sedekah dan zakat selama bulan Ramadhan biasanya menjadi lebih tinggi dibanding pada bulan-bulan lainnya. Hal seperti ini didorong oleh keinginan berlomba-lomba dalam memperoleh kemuliaan dalam bulan tersebut. Dengan menahan diri dari berbagai kesenangan duniawi, orang yang berkecukupan akan semakin tahu bahwa dirinya telah diberikan nikmat begitu banyak dibanding orang-orang fakir, miskin dan yatim piatu yang sering merasakan rasa lapar. Dalam rangka mensyukuri nikmat ini, orang-orang kaya  pun gemar berbagi dengan mereka yang tidak mampu.
Ibadah Ramadhan mempunyai tujuan istimewa; Tujuan puasa adalah melatih diri kita agar dapat menghindari dosa-dosa di hari yang lain di luar bulan Ramadhan. Kalau tujuan tercapai maka puasa berhasil. Tapi jika tujuannya gagal maka puasa tidak ada arti apa-apa. Jadi kita terbiasa berorientasi kepada tujuan dalam melakukan segala macam amal ibadah. Di bulan Ramadhan tentu saja setiap muslim harus menjauhi berbagai macam maksiat agar puasanya tidak sia-sia, juga agar tidak mendapatkan lapar dan dahaga saja. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga saja.”
Puasa menjadi sia-sia seperti ini disebabkan bulan Ramadhan masih diisi pula dengan berbagai maksiat. Padahal dalam berpuasa seharusnya setiap orang berusaha menjaga lisannya dari ghibah maupun fitnah terhadap orang lain, dari berbagai perkaataan maksiat, dari perkataan dusta, perbuatan maksiat dan hal-hal yang sia-sia. Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.
Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa” Lagwu adalah perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak berfaedah. Sedangkan rofats adalah istilah untuk setiap hal yang diinginkan laki-laki pada wanita atau dapat pula bermakna kata-kata kotor.
Tujuan akhir dari Ramadhan adalah dalam upaya menjadi insan yang fitri pada masa sesudah Ramadhan. Dengan harapan bahwa kefitrian itu bias terus terjaga hingga Ramadhan berikutnya.
Nilai Ibadah pada tiap-tiap kebaikan; Keuyakinan bahwa setiap perbuatan baik yang dlakukan mendapatkan ganjaran yang berlipat dari Allah akan memacu kita untuk berlomba-lomba memperoleh nilai yang teratas. Setiap langkah kaki menuju masjid ibadah, menolong orang ibadah, berbuat adil pada manusia ibadah, akhlaq terhadap hewan dan lingkungan juga ibadah, tersenyum pada saudara ibadah, membuang duri di jalan ibadah, sampai tidurnya orang puasa ibadah, sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga kita terbiasa hidup dalam ibadah.
Oleh karena itu, ketika keluar bulan Ramadhan seharusnya setiap insan menjadi lebih baik dibanding dengan bulan sebelumnya karena dia sudah ditempa di madrasah Ramadhan untuk meninggalkan berbagai macam maksiat. Orang yang dulu malas shalat 5 waktu seharusnya menjadi sadar dan rutin mengerjakannya di luar bulan Ramadhan. Juga dalam masalah shalat Jama’ah, hendaklah pula dapat dirutinkan dilakukan di masjid sebagaimana rajin dilakukan ketika bulan Ramadhan. Begitu pula dalam bulan Ramadhan banyak wanita muslimah yang berusaha menggunakan jilbab yang menutup diri dengan sempurna, maka di luar bulan Ramadhan seharusnya hal ini tetap dijaga. Jilbab tidak menjadi budaya musiman. Dipakai hanya waktu Ramadhan setelah berakhir Ramadhan pemakaian jilbab pun berakhir.
Menumbuhkan kehati-hatian; Puasa Ramadhan akan sempurna dan tidak sia-sia apabila selain menahan lapar dan haus juga kita menghindari keharaman mata, telinga, perkataan dan perbuatan. Menjaga mata dari melihat hal-hal yang akan menyebabkan rusaknya kesempurnaan puasa. Menjaga mata dari hal-hal yang dapat menimbulkan syahwat dan dorongan nafsu lainnya. Memperbanyak menggunakan mata untuk membaca Al-quran. Menjaga lisan dari perkataan dan percakapan yang mengandung dosa, Membiasakan lisan dengan memperbanyak berzikir, berdo’a dan memperbanyak membaca Al-Quran. Menghindari telinga dari mendengar hal-hal yang tidak baik. Memperbanyak mendengar perkataan hikmah dan majlis ilmu.   Latihan ini akan menimbulkan kemajuan positif bagi kita. Dengan harapan nanti ketika diluar bulan Ramadhan kita juga dapat menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan dosa seperti bergunjing, berkata kotor, berbohong, memandang yang dapat menimbulkan dosa, dan lain sebagainya.
Melattih Kesabaran; Dalam Puasa di bulan Ramadhan kita dibiasakan menahan yang tidak baik dilakukan. Misalnya marah-marah, berburuk sangka, dan dianjurkan sifat Sabar atas segala perbuatan orang lain kepada kita. Misalkan ada orang yang menggunjingkan kita, atau mungkin meruncing pada Fitnah, tetapi kita tetap Sabar karena kita dalam keadaan Puasa. “Innallaha ma’ashabiriin” Sesungguhnya Allah bersama orang yang sabar. Ini menandakan bahwa betapa pentingnya kesabaran dalam mengarungi hidup ini, Allah pun selalu bersama dengan orang orang yang sabar, karena manusia yang tidak sabar selalu ditemani oleh syaithan. Puasa merupakan ajang untuk melatih kesabaran selaian banyak cara yang dapat dilakukan. Puasa mendidik kita untuk hidup sosial dan sederhana. Kita dilatih untuk menahan hawa nafsu sehingga dapat merasakan betapa sengsaranya tidak makan dan minum serta menjaga nilai nilai puasa selama lebih kurang 13 jam. Waktu yang sangat lama dan dilakukan selama 29-30 hari, maka bagi orang yang benar benar melakukannya pasti membuat dia berubah kepada sabar, emosinya akan terkekang selamanya. Kita dibuat miskin selama sebulan dan sama dengan orang miskin lainnya yang setiap hari berpuasa sepanjang tahun.
Melatih Pikiran; Pada bulan Ramadhan ini kita diharapkan mampu mengendalikan pikiran-pikiran dari segala hal-hal buruk yang biasanya secara sadar maupun tidak menjadi kebiasaan sehari-hari. Dalam berbagai kesempatan bertemu dengan berbagai masalah kehidupan, selayaknyalah di dalam bulan suci ini kita mampu lebih berpikir positif akan segala macam kondisi yang terjadi. Melatih kesabaran dengan cara mengendalikan amarah adalah salah satu terapi pikiran yang sering didengungkan di ceramah-ceramah Ramadhan. Selain dengan tujuan tidak membatalkan puasa, melatih kesabaran tentunya mempunyai tujuan yang lebih tinggi yaitu mencapai suatu keseimbangan batin.
Orang yang seimbang batinnya tidak akan mudah terpengaruh baik oleh pujian maupun hinaan. Mereka akan tetap tenang dalam berbagai kondisi dan tidak mudah terpancing oleh kondisi yang tidak menguntungkan sekalipun. Walaupun sebulan rasanya tidak cukup mencapai hal ini, bulan Ramadhan bisa menjadi tonggak dimulainya latihan pikiran yang bisa terus dikembangkan walau bulan Ramadhan sudah berakhir.
Melatih Perilaku; Dalam ilmu psikiatri, terapi pikiran biasanya tidak terlepas dari terapi perilaku. Para ahli meyakini bahwa perubahan pola pikir akan mengubah juga perilaku orang tersebut. Bila pola pikirnya baik maka pola perilakunya juga akan mengikuti baik. Kita sering melihat orang yang menjalankan puasa menjadi lebih rajin menjalankan ajaran agama baik yang wajib maupun sunah. Kesempatan berkunjung ke mesjid juga dimaksimalkan. Sembahyang juga bertambah dengan adanya sholat tarawih. Umat Islam juga mejadi lebih senang membaca kitab suci Al-Quran, senang bersedekah dan berzakat.
Sebab utama dari prilaku ini karena adanya dorongan pikiran untuk melakukan sesuatu yang berguna dan bermanfaat di bulan yang suci ini. Selain itu juga pemikiran bahwa perbuatan ini akan membawa pahala dan berkah yang berlipat ganda membuat umat menjadi semakin termotifasi dan bersemangat untuk melaksanakan perilaku yang positiv.

Tentunya impian dalam kesempurnaan diri dalam kemliaan hidup dunia dan akherat adalah tujuan akhir hidup kita. Salah satu upaya dalam mewujudkan hal tersebut adalah melalui bulan istimewa yang telah di khususkan oleh Allah kepada sekalian umat beriman. Bulan yang bermuatan ibadah luar biasa, sember dari segala berkah yang dapat kita raih sebanyak-banyaknya. Dengan upaya yang sungguh-sungguh dan dengan niat Lilahi Ta’ala, insya Allah menjadi insan yang fitri diakhri Rhamadhan akan dapat terwujud. Semua harapan ini akan bermuara pada terciptanya karakter insan kamil pada masa-masa sesudah Ramadhan dan terwujudnya masyarakat yang harmonis hidup dalam kebersamaan. Marhaban Ya Ramadhan.

1 komentar:

  1. Banyak hikmah Ramadhan yang penuh berkah ini mari kita penuhi dengan amalan ibadah kepada Allah dan amalan sosial dengan lebih banyak bersedekah

    BalasHapus

 TELISIK, SKHK dan PPKP Penyuluh Agama 2023  Juli 07, 2023 Standar Kualitas Hasil Kerja dan Pedoman Penilaian Kinerja Penyuluh Agama merupak...