KODE ETIK KONSELOR INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
Dasar/Landasan
Landasan Kode Etik Konselor
adalah (a) Pancasila, mengingat bahwa profesi konseling merupakan usaha layanan
terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara yang bertanggung
jawab. (b) tuntutan profesi, mengacu kepada kebutuhan dan kebahagiaan klien
sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
BAB II
A.
Kualifikasi
Konselor
harus memiliki (1) nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan dalam bidang
profesi konseling, dan (2) pengakuan atas kewenangannya sebagai konselor.
B.
Kegiatan Profesional Konselor
- Nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan
a. Agar
dapat memahami orang lain dengan sebaik-baiknya, konselor harus terus menerus
berusaha menguasai dirinya. Ia harus mengerti kekurangan-kekurangan dan
prasangka-prasangka pada dirinya sendiri yang dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain dan
mengakibatkan rendahnya mutu layanan profesional seerta merugikan klien.
b. Dalam
melakukan tugasnya membantu klien, konselor harus memperlihatkan sifat-sifat
sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercayajujur, tertib,
dan hormat.
c. Konselor harus memiliki rasa tanggung jawab
terhadap saran ataupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari
rekan-rekan seprofesi dalam hubungannya dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan
tingkah laku profesional sebagaimana diatur dalam Kode Etik ini.
d. Dalam
menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus mengusahakan mutu kerja yang
setinggi mungkin. Untuk itu ia harus tampil menggunakan teknik-teknik dan
prosedur-prosedur khusus yang dikembangkan atas dasar kaidah-kaidah ilmiah.
- Pengakuan kewenangan
Untuk dapat bekerja sebagai konselor, diperlukan pengakuan, keahlian,
kewenangan oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yang diberikan kepadanya
oleh pemerintah.
- Kegiatan Profesional
a. Penyimpanan
dan penggunaan informasi
Catatan tentang diri klien yang meliputi data hasil wawancara, testing,
surat-menyurat, perekaman, dan data lain, semua merupakan informasi yang
bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan klien. Penggunaan
data/informasi untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor dimungkinkan
sepanjang identitas dirahasiakan. Penyampaian informasi mengenai klien kepada
keluarga atau kepada anggota profesi lain, membutuhkan perseetujuan klien atau
yang lain dapat dibenarkan asalkan untuk kepentingan klien dan tidak merugikan
klien.
b. Keterangan
mengenai mengenai bahan profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang
berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
c. Kewajiban
konselor untuk menangani klien berlangsung selama ada kesempatan antara klien
dengan konselor. Kewajiban berakhir jika hubungan konseling berakhir, klien
mengakhiri hubungan kerja atau konselor tidak lagi bertugas sebagai konselor.
- Testing
a. Suatu
jenis tes hanya diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakan dan
menafsirkan hasilnya. Konselor harus selalu memeriksa dirinya apakah ia
mempunyai wewenang yang dimaksud.
b. Testing
diperlukan bila dibutuhkan data tentang sifat atau ciri kepribadian yang
menuntut adanya perbandingan dengan ssampel yang lebih luas, misalnya taraf
intelegensia, minat, bakat khusus, dan kecenderungan dalam pribadi seseorang.
c. Data yang
diperlukan dari hasil testing itu harus diintegrasikan dengan informasi lain
yang telah diperoleh dari klien sendiri atau dari sumber lain.
d. Data
hasil testing harus diperlakukan setaraf data dan informasi lain tentang klien.
e. Konselor
harus memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya
tes dan apa hubungannya dengan masalahnya. Hasilnya harus disampaikan dengan
klien dengan disertai penjelasan tentang arti dan kegunaannya.
f. Hasil
testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh pihak lain yang
diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada klien dan tidak
merugikan klien.
g. Pemberian
suatu jenis tes harus mengikuti pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes
yang berlakukan.
- Riset
a. Dalam
melakukan riset, di mana tersangkut manusia dengan masalahnya sebagai subyek,
harus dihindari hal-hal yang dapat merugikan subyek yang bersangkutan.
b. Dalam
melakukan hasil riset di mana tersangkut klien sebagai subyek, harus dijaga
agar identitas subyek dirahasiakan.
- Layanan Individual : Hubungan dengan Klien
a. Konselor
harus menghormati harkat pribadi, integritas dan keyakinan klien.
b. Konselor
harus menempatkan kliennya di atas kepentingan pribadinya. Demikianpun dia
tidak boleh memberikan layanan bantuan di luar bidang pendidikan, pengalaman,
dan kemampuan yang dimilikinya.
c. Dalam
menjalankan tugasnya, konselor tidak mengadakan pembedaan atas dasar suku,
bangsa, warna kulit, kepercayaan atau status sosial ekonomi.
d. Konselor
tidak akan memaksa untuk memberikan bantuan kepada seseorang dan tidak boleh
mencampuri urusan pribadi orang lain tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
e. Konselor
boleh memilih siapa yang akan diberi bantuan, akan tetapi dia harus
memperhatikan setiap setiap permintaan bantuan, lebih-lebih dalam keadaan
darurat atau apabila banya orang yang menghendaki.
f. Kalau
konselor sudah turun tangan membantu seseorang, maka dia tidak akan melalaikan
klien tersebut, walinya atau orang yang bertanggung jawab padanya.
g. Konselor
harus menjelaskan kepada klien sifat hubungan yang sedang dibina dan
batas-batas tanggung jawab masing-masing, khususnya sejauhmana dia memikul tanggung jawab terhadap klien.
h. Hubungan
konselor mengandung kesetiaan ganda kepada klien, masyarakat, atasan, dan
rekan-rekan sejawat. Apabila timbul masalah dalam soal kesetiaan ini, maka
harus diperhatikan kepentingan pihak-pihak yang terlibat dan juga tuntutan
profesinya sebagai konselor. Dalam hal ini terutama sekali harus diperhatikan
ialah kepentingan klien.
i. Apabila
timbul masalah antara kesetiaan kepada klien dan lembaga tempat konselor
bekerja, maka konselor harus menyampaikan situasinya kepada klien dan
atasannya. Dalam hal ini klien harus diminta untuk mengambil keputusan apakah
dia ingin meneruskan hubungan konseling dengannya.
j. Konselor
tidak akan memberikan bantuan profesional kepada sanak keluarga, teman-teman
karibnya, sehingga hubungan profesional dengan orang-orang tersebut mungkin
dapat terancam oleh kaburnya peranan masing-masing.
k. Klien
sepenuhnya berhak untuk mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses
konseling belum mencapai suatu hasil yang kongkrit. Sebaliknya konselor tidak
akan melanjutkan hubungan dengan klien apabila klien tidak memperoleh manfaat
dari hubungan itu.
- Konsultasi dan Hubungan dengan Rekan atau
Ahli Lainnya.
a. Dalam
rangka pemberian layanan kepada klien, kalau konselor merasa ragu-ragu tentang
suatu hal, maka ia harus berkonsultasi dengan rekan-rekan selingkungan profesi.
Akan tetapi, untuk itu ia harus mendapat izin terlebih dahulu dari kliennya.
b. Konselor
harus mengakhiri hubungan konseling dengan seorang klien bila pada akhirnya dia
menyadari tidak dapat memberikan pertolongan kepda klien tersebut, baik karena
kurangnya kemampuan/keahlian maupun keterbatasn pribadinya. Dalam hal ini
konselor akan mengizinkan klien untuk berkonsultasi dengan petugas atau badan
lain yang lebih ahli, atau ia akan mengirimkan kepada orang atau badan ahli
tersebut, tetapi harus atas dasar persetujuan klien.
c. Bila
pengiriman disetujui klien, maka akan menjadi tanggung jawab konselor untuk
menyarankan kepada klien, orang atau badan yang mempunyai keahlian tersebut.
d. Bila
konselor berpendapat klien perlu dikirim ke ahli lain, akan tetapi klien
menolak kepada ahli yang disarankan oleh konselor, maka konselor mempertimbangkan
apa baik buruknya kalau hubungan maru diteruskan lagi.
BAB III
HUBUNGAN KELEMBAGAAN
DAN HAK SERTAKEWAJIBAN
KONSELOR
1. Jikalau
konselor bertindak sebagai konsultan pada suatu keluarga, maka harus ada
pengertian dan kesepakatan yang jelas antara dia dengan pihak lembaga dan
dengan klien yang menghubungi konselor di tempat lembaga itu. Sebagai seorang
konsultan, konselor tetap mengikuti dasar-dasar pokok profesi dan tidak bekerja
atas dasar komersial.
2. Prinsip-prinsip
yang berlaku dalam layanan individual, khususnya tentang penyimpangan serta
penyebaran informasi tentang klien dan hubungan konfidensial antara konselor
dengan kien, berlaku juga bila konselor bekerja dalam hubungan kelembagaan.
3. Setiap
konselor yang bekerja dalam hubungan kelembagaan turut bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan peraturan kerjasama dengan pihak atasan atau bawahannya,
terutama dalam rangka layanan konseling dengan menjaga rahasia pribadi yang
dipercayakan kepadanya.
4. Peraturan-peraturan
kelembagaan yang diikuti oleh semua petugas dalam lembaga harus dianggap
mencerminkan kebijaksanaan lembaga itu dan bukan pertimbangan pribadi. Konselor
harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada atasannya. Sebaliknya dia
berhak pula mendapat perlindungan dari lembaga itu dalam menjalankan
profesinya.
5. Setiap
konselor yang menjadi staf sutau lembaga harus mengetahui tentang
program-program yang berorientasi pada kegiatan-kegiatan dari lembaga itu dari
pihak lain. Pekerjaan konselor harus dianggap sebagai sumbangan khas dalam
mencapai tujuan lembaga tersebut.
6. Jika
dalam rangka pekerjaan dalam suatu lembaga, konselor tidak cocok dengan
ketentuan-ketentuan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berlaku di lembaga
tersebut, maka dia harus mengundurkan diri dari lembaga tersebut.
7. Konselor
yang tidak bekerja dalam hubungan kelembagaan diharapkan mentaati kode etik
jalannya sebagai konselor dan berhak untuk mendapat dukungan serta perlindungan
dari rekan-rekan seprofesi.
8. Kalau
konselor merasa perlu untuk melaporkan sesuatu hal tentang klien kepada pihak
lain (misalnya pimpinan badan tempat ia bekerja), atau kalau ia diminta
keterangan tentang klien oleh petugas suatu badan di luar profesinya, dan ia
harus juga memberikan informasi itu, maka dalam memberikan informasi tersebut
harus sebijaksana mungkin dengan berpedoman pada pegangan bahwa dengan berbuat
begitu klien tetap dilindungi dan tidak dirugikan.
9. Konselor
tidak dibenarkan menyalahgunakan jabatannya untuk maksud mencari keuntungan
pribadi atau maksud-maksud lain yang dapat merugikan klien, atau menerima
komisi atau balas jasa dalam bentuk yang kurang wajar.
10. Konselor
harus selalu mengkaji tingkah laku dan perbuatannya apakah tidak melanggar kode
etik ini.
PERSONALITY KONSELOR AGAMA
Modal dasar sebagai
ciri personal yang harus dimiliki oleh guru pembimbing diantaranya adalah :
1. Berwawasan luas
Memiliki pandangan dan pengetahuan yang luas
terutama tentang agama dan lingkungan
serta modernisasi.
2. Menyayangi dan Peduli Klien
Memiliki kasih sayang yang mendalam terhadap klien, rasa kasih sayan ini ditampilkan oleh konselor benar-benar dari hati sanubarinya (tidak berpura-pura atau dibuat-buat)
sehingga klien dapat
merasakan kepedulian tersebut.
3. Sabar dan bijaksana
Melayani
dengan penuh kesabaran dan bijaksana dalam memberikan solusi dari permasalahan
klien.
4. Lembut dan baik hati
Tutur kata dan tindakan konselor selalu mengenakkan hati, hangat dan suka menolong.
5. Tekun dan teliti
Konselor selalu menyikuti perkembangan dan teliti dalam memantau perkembangan klien.
6. Menjadi contoh
Tingkah laku, pemikiran, pendapat, dan
ucapan-ucapan konselor tidak tercela dan mampu menarik simpati dari klien.
7. Tanggap dan mampu
mengambil tindakan
Konselor cepat memberikan perhatian
terhadap yang terjadi dan/atau mungkin terjadi pada diri klien,
serta mengambil tindakan secara tepat untuk mengatasi dan/atau mengantisipasi
yang akan terjadi dan/atau mungkin terjadi.
8. Memahami dan
bersikap positif terhadap pelayanan bimbingan dan konseling.
Konselor memahami fungsi dan tujuan serta seluk beluk pelayanan bimbingan dan konseling, dan dengan senang hati berusaha sekuat tenaga melaksanakannya secara profesional sesuai dengan kepentingan dan perkembangan klien.
Konselor memahami fungsi dan tujuan serta seluk beluk pelayanan bimbingan dan konseling, dan dengan senang hati berusaha sekuat tenaga melaksanakannya secara profesional sesuai dengan kepentingan dan perkembangan klien.
9. Mempunyai modal
profesional.
Mencakup kemantapan wawasan, pengetahuan,
ketrampilan, nilai dan sikap dalam bidang kajian bimbingan dan konseling.
Semuanya itu dapat diperoleh melalui pendidikan da/atau pelatihan khusus dalam
programm bimbingan dan konseling. Dengan modal profesional tersebut, seorang konselor akan mampu secara nyata melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling
menurut kaidah-kaidah keilmuannya, teknologinya, dan kode etik profesionalnya.
KOMPETENSI /KONSELOR AGAMA
I.
KOMPETENSI PERSONAL
1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa
2. Menghayati kode etik dan
proses pengambilan keputusan secara etis.
3. Menampilkan rasa hormat
terhadap keragaman individu.
4. Menampilkan struktur nilai
dan sistem keyakinan pribadi.
5. Menampilkan keterbukaan,
fleksibilitas, sikap mengasihi, dan toleran di dalam melakukan interaksi
profesional yang mengarah kepada pertumbuhan dan perkembangan diri sendiri dan
orang lain.
6. Menampilkan arah diri dan
otonomi kedirian yang mantap.
7. Bertindak secara konsisten
dengan sistem nilai etis pribadi dan kode etik profesional di dalam hubungan
profesionalnya.
8. Menunjukkan penampilan
diri yang menarik.
9. Mempu menyesuaikan diri
secara adekuat.
10. Memiliki kepercayaan dan
keyakinan diri untuk bisa memberikan layanan bantuan.
11. Memiliki keikhlasan dalam
menyelenggarakan pelayanan.
II.
KOMPETENSI KEILMUAN
Wawasan Kependidikan dan Profesi
1.
Memiliki wawasan pedagogis dalam melaksanakan layanan profesional
konseling.
2.
Memahami dengan baik landasasn-landasan keilmuan bimbingan dan
konseling.
3.
Menghayati kode etik dan proses pengambilan keputusan secara etis.
4.
Mengetahui dengan baik standar dan prosedur legal yang relevan dengan
setting kerjanya.
5.
Aktif melakukan kolaborasi profesional dan mempelajari literaturnya.
6.
Menunjukkan komitmen dan dedikasi pengembangan profesional dalam
berbagai setting dan kegiatan.
7.
Menampilkan sikap open minded dan profesional dalam menghadapi
permasalahan klien.
8.
Memantapkan prioritas (bidang layanan) profesionalnya.
9.
Mengorganisasikan kegiatan sebagai wujud prioritas profesionalnya.
10. Merumuskan perannya
sendiri sesuai dengan setting dan situasi kerja yang dihadapi.
Pemahaman individu dalam membangun interaksi
efektif
1.
Memahami teori-teori perkembangan manusia.
2.
Mengidentifikasi komponen primer
nilai-nilai orang lain.
3.
Memilahkan/membedakan wilayah struktur nilai pribadi yang tidak sejalan
dengan struktur nilai kelompok yant teridentifikasi.
4.
Merespon dan berinteraksi dengan orang lain atas dasar kesadaran pikiran
serta perasaan sendiri, keterbuakaan, kepekaan terhadap pikiran dan orang lain.
Konseling
1.
Menghayati dan menerapkan teori kkonseling yang telah mepribadi
2.
Mengembangkan kerangka pikir manusia efektif sejalan dengan kerangka
pikir profesionalnya.
3.
Menunjukkan kecakapan mengkaji hubungan antara teori konseling,
kepribadian, belajar dan asesmen psikologis.
4.
Menguasai berbgai metode dan rasionel untuk mengawali proses konseling yang
sesuai dengan kepedulian klien.
5.
Menyadari berbagai variabel kepribadian dirinya yang mempengaruhi proses
konseling.
6.
Mengkomunikasikan kepada klien tentang masalah perkembangan perilaku.
7.
Mendiskripsikan proses konseling yang dapat dipahami klien.
8.
Menyatakan kembali masalah klien dalam cara yang akurat dan dapat
diterima klien.
9.
Memilih dan melakukan kemungkinan tindakan berikut dalam menghadapi
klien :
§ Melanjutkan dan memilih
strategi konseling tertentu.
§ Merujuk kepada
sumber-sumber nonkonseling.
§ Merujuk kepada konselor
lain.
§ Mengakhiri konseling.
10. Menerapkan prinsip-prinsip
belajar dalam mengembangkan situasi belajar untuk klien tertentu.
11. Menunjukkan arah tindakan
dalam menghadapi masalah resistensi, permusuhan, dependensi, keengganan klien.
12. Menerapkan gaya konseling
yang menyenangkan dalam menghadapi klien tertentu.
13. Mempertahankan pendekatan
konseling pilihannya atas dasar pengalaman dan pengetahuannya sendiri.
14. Merespon secara tepat
ekspresi perasaan klien.
Konteks multikultural dalam konseling
1.
Memahami dan menyadari kekuatan konteks kultural dalam proses konseling.
2.
Mengidentifikasi dinamika psikologis (motivasi, kecemasan, orientasi
nilai) dalam berbagai kontkeks subkultural.
3.
Mendeskripsikan dinamika sosiologis dalam berbagai konteks subkultural
(keluarga, tradisi, bahasa, agama).
4.
Mengokohkan hubunga antar pribadi secara profesional dalam berbagai
konteks subkultural.
5.
Memahami implikasi isu-isu sosial masa kini terhadap klien.
6.
Menampilkan sikap open minded dan profesional dalam menghadapi
kepedulian dan konflik sosial.
7.
Mengintervensi sistem sosial dalam perannya sebagai agen perubahan.
8.
Menunjukkan kesadaran akan pengaruh faktor gender dalam pelayanan
profesionalnya.
9.
Secara kritis menguji kekuatan dan kelemahan teknik dan metode konseling
yang dilakukannya.
10. Menyadari kesulitan dalam
menghasapi isu-isu sosial.
Asesmen lingkungan
1.
Terampil menghimpun, dan menganalisi data/informasi individu.
2.
Mengakses faktor lingkungan yang berkontribusi terhadap perkembangan
kesehatan mental.
3.
Memberi pengaruh terhadap kebijakan dan prosedur kelembagaan yang dapat
menumbuhkna kesempatan bagi para anggotanya.
4.
Memahami organisasi formal dan informal dalam berbagai pola sistem
sosial.
5.
Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan sistem sosial yang perlu
diperbaiki.
6.
Mendeskripsikan hal-hal perkembangan yang relevan dengan masalah
konseling individu.
7.
Mendeskripsikan dampak interaktif berbagai masalah perkembangan di dalam
proses kelompok.
Asesmen individual
1.
Mengidentifikasi secara tepat kriteria dan sumber instrumen asesmen
untuk pengukuran kelompok dan individual.
2.
Mengidentifikasi tes bakat, prestasi, kepribadian yang cocok untuk
kepentingan sekolah dan lembaga lain sesuai dengan individu atau populasi yang
akan dilayani.
3.
Mengembangkan instrumen asesmen untuk kepentingan pemahaman individu
dalam konteks layanan bimbingan dan konseling.
4.
Menampilakn kecakapan mengadministrasikan instrumen tes baku sesuai
dengan standar pelaksanaan tes.
5.
Menganalisis, mengorganisasikan, dan mensintesiskan hasil tes yang
diperoleh dari tes baku baik secara verbal maupun tertulis.
6.
Mengaitkan hasil tes dengan tujuan, aspirasi, kecakapan dalingkungan
klien.
7.
Menghimpin dan mensintesiskan informasi klien dengan menggunakan teknik
asesmen nontes.
Proses dan strategi kelompok
1.
Menampilkan respon berikut terhadap :
§
Pemahaman empatik terhadap ekspresi maslah perasaan anggota.
§
Meningkatkan kesadaran anggota akan perasaannya dan bagaimana perasaan
itu mempengaruhi perilakunya.
§
Meningkatkan pemahaman anggota akan keadaan perasaan saat ini.
2.
Menampilkan ketepatan mengambil resiko sebagai pimpinan dan anggota
kelompok dalam kelompok tertentu.
3.
Menganalisis aspek-aspek nonteknis proses kelompok dalam merespon
keingintahuan anggota.
4.
Melakukan kegiatan konseling kelompok untuk menyampaikan informasi
pribadi, pendidikan dan pekerjaa.
5.
Menilai secara kritis akan kekuatan dan kelemahan kepemimpinannya
sendiri atas kelompok yang dibimbingnya.
6.
Memilih dan mempertahankan strategi intervensi kelompok yang dipilihnya.
7.
Mefasilitasi pertumbuhan pengambilan keputusan karir dalam berbagai
kelompok usia dengan menyediakan informasi karir dan menerapkan teori
perkembangan manusia.
8.
Memahami hakikat masalah ketrampilan belajar dan mengembangkan strategi
yang tepat untuk penyembuhan dan pencegahan.
Layanan konsultasi dan mediasi
1.
Mendeskripsikan perilaku situasi konsultasi yang tepat dan memadai.
2.
Menyatakan rambu-rambu hubungan konsultatif.
3.
Melaporkan situasi dengan tingkatan pihak-pihak yang berkonsultasi.
4.
Menjelaskan metode atau prosedur untuk tindak lanjut perannya sebagai
penyedia layanan konsultasi.
Riset dan konseling
1.
Mengidentifikasi rujukan yang bersumber pada hasil riset.
2.
Menganalisis hasil riset konseling, mengkaji hipotesis, keterbatasan dan
kesimpulannya.
3.
Merancang riset, melaksanakan dan menggunakan hasilnya.
4.
Mengidentifikasi wilayah profesi konseling yang memerlukan riset untuk
mendalaminya.
5.
Mengembangkan satu atau dua alternatif rancangan riset yang akan
diterapkan dalam pemecahan masalah.
6.
Mengembangkan strategi riset-riset yang relevan untuk pengembangan diri,
profesi, dan keberfungsian peran.
7.
Menterjemahkan/memanfaatkan hasil riset kedalam implikasi “praktis”.
Pemanfaatan teknologi informasi dalam konseling
1.
Memanfaatkan teknologi informasi sebagai sumber informasi bagi
pengembangan diri dan kemampuan profesional.
2.
Terampil menggunakan perangkat teknologi informasi untuk layanan
bimbingan dan konseling.
3.
Memanfaatkan teknologi informasi untuk layanan dan pengembangan
profesionalnya dengan berpegang kepada standar etik.
4.
Mengkomunikasikan prosedur dan langkah kerja yang dipilihnya kepada
klien atau populasi layanannya.
Manajemen dan sistem pendukung
1.
Mampu merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan menindaklanjuti
layanan bimbingan dan konseling.
2.
Mengorganisasikan dan mengalokasikan sumber daya (resources) bagi
perkembangan individu.
3.
Merancang program pembelajaran dan pelatihan staf.
4.
Terampil mengajar dan melatih staf lain dalam konteks layanan
profesinya.
5.
Mensupervisi dan mengevaluasi program pengajaran/pelatihan.
6.
Mampu memenej pekerjaan dan prosedur kerja.
7.
Mensupervisi dan mengevaluasi program layanan bimbingan dan konseling.
8.
Melaporkan proses dan layanan bimbingan dan konseling.
III. KOMPETENSI SOSIAL
1.
Berkomunikasi efektif dalam
interaksi dengan pihak terkait dengan layanan bimbingan dan konseling.
2.
Mengembangkan interaksi produktif.
3.
Mengembangkan, mengokohkan dan memelihara hubungan kolaboratif dengan
pihak terkait dengan layanan bimbingan dan konseling.
4.
Memiliki kemampuan memahami orang lain.
5.
Mengembangkan hubungan dan jaringan kerja (net work) dengan berbgai pihak
terkait.
6.
Memanifestasikan kepekaan dan toleransi terhadap perasaan manusia dalam
berbagai setting interaksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar