BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam sejarah perkembangan ilmu,
peran Filsafat Ilmu dalam struktur bangunan keilmuan tidak bisa disangsikan.
Sebagai landasan filosofis bagi tegaknya suatu ilmu, mustahil para ilmuan
menafikan peran filsafat ilmu dalam setiap kegiatan keilmuan.
Selama ini, bangunan keilmuan pada
lingkungan akademik bukan sama sekali tidak memiliki landasan filosofis. Ilmu
logika baik logika tradisonal, yang bercirikan bahasa dan pola pikir deduktif,
maupun logika modern (yang juga dikenal dengan logika saintifika) dengan pola
induktif dan simbol-simbolnya, jelas tidak sedikit peranannya dalam membangun
wawasan ilmiah akademik.[1]
Namun, peran ilmu logika dewasa ini
dirasakan tidak mencukupi, karena beberapa keterbatasan yang ada dalam ilmu tersebut.
Terlihat dalam karakteristiknya, yakni formalisme, naturalisme, saintisme,
instrumentalisme. Karenanya, Filsafat Ilmu dianggap sebagai satu-satunya pola
pikir yang bisa dipertanggungjawabkan. Berbeda dengan ilmu logika, Filsafat
Ilmu menawarkan banyak pola pikir dengan memperhatikan kondisi objek dan subjek
ilmu, bahkan pola pikir logika sebagai bagian dalamnya. Begitulah urgensi
Filsafat Ilmu, baik sebagai disiplin maupun sebagai landasan filosofis
pengembangan ilmu.
Secara naluriah, manusia memiliki
rasa ingin tahu yang besar, yang sulit untuk terpuaskan. Ketidakpuasan ini antara lain karena seperti
yang dikemukakan Maslow manusia memiliki kebutuhan yang secara hierarkhis
meningkat sejalan dengan tercapainya kebutuhan yang lebih rendah, dengan kata
lain apabila tingkat kebutuhan tertentu tercapai maka dia akan berkeinginan
untuk meraih kebutuhan lain yang lebih tinggi. Kemajuan yang pesat di berbagai
bidang kehidupan manusia dewasa ini juga merupakan salah satu faktor yang
berimbas pada peningkatan kualitas kebutuhan manusia. Hal ini pun baik langsung
maupun tidak langsung akan berakibat pada peningkatan kualitas rasa ingin tahu
yang merasuki manusia.
Untuk memuaskan rasa ingin tahunya
maka manusia melakukan upaya-upaya, baik itu melalui upaya yang secara sadar
dilakukannya maupun upaya-upaya yang kadang tidak disadarinya. Upaya-upaya yang
dilakukan tanpa kesadaran sepenuhnya (artinya tanpa rancangan atau langkah yang
jelas) yang kemudian dikenal dengan upaya-upaya non ilmiah itu antara lain melalui
praduga, trial and error, intuisi, wahyu, otoritas, mencari ilham, dll.,
sedangkan upaya yang secara sadar dilakukan dengan mengandalkan proses berpikir
yang beralur tertentu (nalar) dengan langkah yang tertentu yakni dilakukan
melalui penelitian ilmiah (metode ilmiah) ini dikenal dengan upaya ilmiah.
Upaya-upaya itu akan membuahkan
pengetahuan, dan jenis upaya yang dilakukan akan menentukan atau akan menandai
apakah pengetahuan itu akan tergolong pengetahuan ilmiah (science) atau
pengetahuan non ilmiah (knowledge). Dalam upaya untuk memenuhi rasa ingin
tahu itu banyak jalan yang dapat ditempuh oleh manusia (ways of knowing). Dan
masing-masing jalan untuk pemenuhan rasa ingin tahu itu telah mewarnai sejarah
panjang kehidupan manusia. Upaya itu antara lain meliputi: penggunaan mitos,
prasangka, intuisi, otoritas ahli, trial and error, common sense, pengamatan
indrawi, pengalaman pribadi dan upaya lainnya. Upaya-upaya ini sejauh ini
kurang begitu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, antara lain karena
hasil dari upaya-upaya tersebut tidak dapat ditelusuri ulang (unreliable) dan
besarnya kelemahan-kelemahan dan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki
manusia. Bukankah ahli pun bisa salah? Bukankah indera kita terbatas daya
inderanya ? Bukankah pengalaman pribadi sangat subjektif ? Bukankah intuisi
bisa saja hanya sekedar ilusi ?
Untuk lebih lanjut, dalam pembahasan kali ini
akan mengupas lebih tajam tentang Struktur Ilmu (Knowledge Structure).
B. RUMUSAN MASALAH
- Struktur
Ilmu itu
- Struktur
Pengetahuan Ilmiah
- TUJUAN
PENULISAN
Tujuan dari penulisaan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas individu dalam mata Filsafat Ilmu. Selain itu, menambah
ilmu pengetahuan kita dalam hal:
1.
Apa yang
dimaksud dengan Struktur Ilmu
2.
Apa saja
yang dibahas dalan Struktur Pengetahuan Ilmiah
yang merupakan sebagian kecil dari
Filsafat Ilmu. Lebih lanjut, bahwa dalam hal ini bertujuan sebagai pentransfer
objek dari akarnya ilmu menuju perubahan yang lebih baik.
BAB II
PEMBAHASAN
- PENGERTIAN STRUKTUR ILMU
Ilmu berasal dari bahasa ‘Arab
“alima” sama dengan kata dalam bahasa Inggris “Science” yang berasal
dari bahasa Latin “Scio” atau “Scire” yang kemudian di
Indonesiakan menjadi Sains. Thomson dalam Sidi Gazalba menggambarkan ilmu
adalah pelukisan fakta-fakta pengalaman secara lengkap dan konsisten dalam
istilah-istilah yang sesederhana mungkin, pelukisan secara lengkap dan
konsisten itu melalui tahap pembentukan definisi, melakukan analisa, melakukan
pengklasifikasian dan melakukan pengujian.[2]
Jujun S. Suriasumantri
menggambarkannya dengan sangat sederhana namun penuh maknaI lmu adalah seluruh
pengetahuan yang kita miliki dari sejak bangku SD hingga Perguruan Tinggi.[3]
Sehingga dengan demikian, pada dasarnya ilmu adalah sebuah proses yang bersifat kognitif, bertalian dengan
proses mengetahui dan pengetahuan. Proses kognitif (cognition) adalah suatu rangkaian aktivitas
seperti pengenalan, pencerapan, pengkonsepsian, dan penalaran (antara lain)
yang dengannya manusia dapat mengetahui dan memeperoleh pengetahuan tentang
suatu hal.[4]
Istilah ilmu atau science merupakan
suatu perkataan yang cukup bermakna ganda, yaitu mengandung lebih daripada satu
arti. Oleh karena itu, dalam memakai istilah tersebut seseorang harus
menegaskan sekurang-kurangnya menyadari arti mana yang dimaksud. Menurut
cakupannya pertama-tama ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut
segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai satu kebulatan. Jadi, dalam
arti yang pertama ini ilmu mengacu pada ilmu seumumnya (science-in-general).
Arti yang kedua dari ilmu menunjuk
pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari sesuatu pokok
soal tertentu. Dalam arti ini ilmu berarti sesuatu cabang ilmu khusus seperti
misalnya antropologi, biologi, geografi, atau sosiologi. Istilah inggris
‘science’ kadang-kadang diberi arti sebagai ilmu khusus yang lebih terbatas
lagi, yakni sebagai pengetahuan sistematis mengenai dunia fisis atau material
(systematic knowledgeof the physical or material word).
Dari segi maknanya, pengertian ilmu
sepanjang yang terbaca dalam pustaka menunjuk pada sekurang-kurangnya tiga hal,
yakni pengetahuan, aktivitas dan metode. Dalam hal yang pertama dan ini yang
terumum, ilmu senantiasa berarti pengetahuan (knowledge). Di antara para filsuf
dari berbagai aliran terdapat pemahaman umum bahwa ilmu adalah sesuatu kumpulan
yang sistematis dari pengetahuan (any systematic body of knowledge). Charles
singer merumuskan, ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan, begitu juga
dengan John Warfield yang mengemukakan bahwa ilmu dipandang sebagai suatu
proses. Pandangan proses ini paling bertalian dengan suatu perhatian terhadap
penyelidikan, karena penyelidikan adalah suatu bagian besar dari ilmu sebagai
suatu proses.[5]
Oleh karena itu ilmu dapat dipandang
sebagai satu bentuk aktivitas manusia, maka dari makna ini orang dapat
melangkah lebih lanjut untuk sampai pada metode dari aktivitas itu. Dengan
demikian pengertian ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas, atau metode itu
apabila ditinjau lebih mendalam sesungguhnya tidak saling bertentangan. Bahkan
sebaliknya, ketiga hal itu merupakan satu kesatuan logis yang mesti ada secara
berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus
harus dilaksanakan dengan metode tertentu dan akhirnya aktivitas metode itu
mendatangkan pengetahuan yang sistematis.
Dari berbagai pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan
kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga
menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala
kealaman, memperoleh pemahaman, memberi penjelasan, ataupun melakukan
penerapan.
Struktur menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia 1 cara sesuatu disusun atau dibangun;
susunan; bangunan; 2 yang disusun dengan pola tertentu; 3
pengaturan unsur atau bagian suatu benda; 4 ketentuan unsur-unsur dari
suatu benda.[6] Struktur ilmu dalam filsafat ilmu merupakan bagian yang penting dipelajari
mengingat ilmu merupakan suatu bangunan yang tersusun bersistem dan kompleks.
Melalui ilmu kita dapat menjelaskan, meramal dan mengontrol setiap
gejala-gejala alam yang terjadi. Tujuan akhir dari disiplin keilmuan yaitu
mengembangkan sebuah teori keilmuan yang bersifat utuh dan konsisten Makin
tinggi tingkat keumuman suatu konsep maka makin teoritis konsep tersebut. Makin
teoritis suatu konsep maka makin jauh penyataan yang dikandungnya. Ilmu-ilmu
murni berkembang menjadi ilmu-ilmu terapan. Ilmu-ilmu terapan ini akan
melahirkan teknologi atau peralatan-peralatan yang berfungsi sebagai sarana
yang memberi kemudahan dalam kehidupan.
Dengan
mengetahui struktur dari ilmu ini maka dapat kita bedakan nantinya pemahaman
dari sejauh mana kajian mengenai gejala-gejala alam. Bekal ini pula yang
nantinya kita pergunakan dalam penelitian-penelitian yang akan kita lakukan.
Tampaknya akal budi manusia tidak mungkin berhenti berpikir, hasrat mengetahui
ilmuan tidak dapat padam, dan keinginan berbuat seseorang tidak bisa
dihapuskan. Ini berarti perkembangbiakan pengetahuan ilmiah akan berjalan terus
dan pembagian ilmu yang sistematis perlu dari waktu ke waktu diperbaharui.
2. STRUKTUR PENGETAHUAN ILMIAH
Secara bahasa (etimologi), pengetahuan berasal dari bahasa inggris
yaitu knowledge. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi
pengetahuan adalah “kepercayaan yang benar (knowledge is justified
true belief).[7] Menurut istilah (terminologi), pengetahuan adalah
apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Menurut Sidi Gazalba dalam
bukunya sistematika filsafat, pekerjaan tahu adalah hasil dari kenal, sadar,
insyaf, mengerti dan pandai.[8] Pengetahuan
ilmiah adalah pengetahuan yang diproses dengan metode ilmiah dan memenuhi
syarat-syarat keilmuan.[9]
Sedangkan menurut Peursen, pengetahuan ilmiah ialah
pengetahuan yang terorganisasi dengan sistem dan metode berusaha mencari
hubungan-hubungan tetap diantara gejala-gejala.[10] Dari berbagai defenisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan hasil penyesuaian
terhadap kenyataan yang diperoleh dengan metode ilmiah dan memenuhi
syarat-syarat keilmuan. Oleh karena itu, pengetahuan ilmiah sering diistilahkan
dengan ilmu.
Dalam kaitannya dengan pengetahuan dan metode ilmiah, Gie menyatakan bahwa
ilmu adalah kesatuan antara pengetahuan, aktivitas, dan metode.[11]
Ketiga hal tersebut merupakan kesatuan logis yang harus ada secara berurutan.
Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas, aktivitas harus
dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu
mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Kesatuan dan interaksi di antara
aktivitas, metode, dan pengetahuan menyusun suatu ilmu. Hubungan ketiganya
dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut: Ilmu memberikan kepastian
dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Sesuatu yang ilmiah itu mempunyai sifat tidak absolut.
Kebenaran ilmiahnya terbatas hingga sesuatu yang ilmiah dapat disangkal atau
disanggah dan diperbaiki.
Ginzburg berpendapat bahwa ilmu dalam pengertiannya sebagai pengetahuan
merupakan suatu sistem pengetahuan sebagai dasar teoritis untuk tindakan praktis. Sedangkan Nagel menyatakan ilmu adalah suatu
sistem penjelasan mengenai saling hubungan diantara peristiwa yang terjadi.
Dengan demikian, ilmu sebagai sekumpulan pengetahuan sistematik terdiri dari
komponen-komponen yang saling berkaitan atau dikoordinasikan agar dapat menjadi
dasar teoritis atau memberi penjelasan yang termaksud. Saling keterkaitan
diantara segenap komponen itu merupakan struktur dari pengetahuan ilmiah.[12]
Struktur
pengetahuan ilmiah mencakup :
1.
Objek
sebenarnya sebenarnya:
Pertama-pertama mengenai sasaran
atau objek pengetahuan ilmiah itu perlu diberikan penjelasan yang memadai.
a. Objek
material : Ide abstrak, Benda fisik, Jasad
hidup, Gejala rohani, Peristiwa sosial, Proses tanda
b. Objek
formal: Pusat perhatian dalam penelaahan ilmuwan terhadap fenomena itu
2. Bentuk
pernyataan
a.
Deskripsi : Bersifat deskriptif
dengan memberikan pemerian mengenai bentuk, susunan dll
b.
Preskripsi :
Memberikan petunjuk atau ketentuan apa yang sebaiknya berlangsung
c.
Eksposisi
Pola: Merangkum pernyataan-pernyataan yang memaparkan pola-pola dalam
sekumpulan sifat, ciri, kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena
yang ditelaah.
d.
Rekonstruksi
historis : Menceritakan dengan penjelasan atau alasan yang diperlukan dalam
pertumbuhan sesuatu pada masa lampau
3.
Ragam
proposisi : Bentuk pernyataan yang lain, terutama ditemukan pada cabang ilmu yang lebih dewasa
4.
Ciri pokok:
Ilmu sama , tidak tergantung siapa yangmenemukan/mengungkapkan; Ilmu bersumber
pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika; Ilmu dapat diuji
kebenarannya; Kebenarannya tidak bersifat individual; Ilmu dapat digunakan oleh
semua orang.
5. Pembagian
sistematis: Sejarah dan Filsafat Ilmu, ilmu Fisis,
ilmu bumi, ilmu biologis, ilmu kedokteran dan disiplin-disiplin yang
tergabung, Ilmu-ilmu sosial dan psikologi, ilmu teknologis.[13]
Pada cabang-cabang ilmu lainnya yang
lebih dewasa, selain empat bentuk pernyataan tersebut terdapat pula
proposisi-proposisi yang dapat dibedakan menjadi tiga ragam, yaitu:
- Asas ilmiah
Suatu asas atau prinsip adalah
sebuah proposisi yang mengandung kebenaran umum berdasarkan fakta-fakta yang
telah diamati. Sebuah prinsip dalam ilmu sosial misalnya ialah prinsip gaji
yang sama yang dapat dijadikan suatu pedoman yang benar dalam
pengangkatan para pegawai dan administrasi penggajian.
- Kaidah ilmiah
Suatu kaidah atau hukum dalam
pengetahuan ilmiah adalah sebuah proposisi yang mengungkapkan keajegan atau
hubungan tertib yang dapat diperiksa kebenarannya diantara fenomena sehingga
umumnya berlaku pula untuk berbagai fenomena yang sejenis. Conohnya ialah hukum
gaya berat yang terkenal dari Newton dan Boyle dalam ilmu kimia bahwa volume
suatu gas berubah secara terbalik dengan tekanan bilamana suhu tetap
dipertahankan sama.
- Teori Ilmiah
Suatu teori dalam scientific
knowledge adalah sekumpulan proposisi yang saling berkaitan secara logis untuk
memberi penjelasan mengenai sejumlah fenomena. Misalnya, mengenai teori Darwin
tentang evolusi organisme hidup yang menerangkan bahwa bentuk-bentuk yang lebih
sederhana dan primitif dalam perkembangan secara evolusioner sepanjang masa.[14]
Tidak setiap cabang ilmu khusus
telah berhasil merumuskan kaidah-kaidah ilmiah dan teori-teori ilmiah untuk
meramalkan maupun menerangkan aneka fenomena yang seluas mungkin. Teori
merupakan tujuan dasar atau tujuan akhir dari ilmu. Teori tidak bisa dijadikan
cirri pokok bagi ilmu seumumnya. Cirri pokok pertama bagi setiap cabang ilmu
khusus haruslah sistematisasi pada pengetahuan ilmiah yang bersangkutan.
Sistematisasi mengandung arti bahwa pengetahuan ilmiah itu harus disusun
menjadi semacam system yang memiliki bagian-bagian yang penting dan
hubungan-hubungan yang bermakna. Cirri sistematisasi harus dilengkapi dengan
cirri-ciri pokok selanjutnya, yaitu keumuman (generality), rasionalitas,
obyektivitas, kemampuan diperiksa kebenarannya (verifiability), dan kemampuan
menjadii milik umum (communality).
·
Cirri generality
(umum) menunjuk pada kualitas pengetahuan ilmiah untuk merangkung fenomena yang
senantiasa makin luas dengan penentuan konsep-konsep yang paling umum dalam
pembahasan sasarannya. Misalnya kalau ilmu politik akan menjelaskan tentang
partai politik , penjelasan yang memuaskan ialah apabila pembahasan bisa
beralih dari suatu partai politik tertentu dalam suatu negara khusus sampai
pada semua partai politik dalam negara itu, dan terus lebih umum lagi sampai
mencapai partai politik seumumnya disemua negara pada semua masa.
·
Cirri
rasionalitas berarti bahwa ilmu sebagai pengetahuan ilmiah bersumber pada
pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika (barber). Batu penguji
pengetahuan ilmiah ialah penalaran yang betul dan perbincangan yang logis tanpa
melibatkan factor-faktor non-rasional seperti emosi sesaat dan kesukaan
pribadi, dengan demikian ilmu juga memiliki sifat obyektifitas.
·
Cirri
verifiabilitas berarti bahwa pengetahuan ilmiah harus dapat diperiksa
kebenarannya, diselidiki kembali, atau diuji ulang oleh setiap anggota lainnya
dari masyarakat ilmuwan.
Kalau ciri objectivity menekankan
ilmu sebagai interpersonal knowledge (pengetahuan yang bersifat
antar-perseorangan), maka cirri pokok komunalitas menitikberatkan ilmu sebagai
pengetahuan yang menjadi milik umum. Ilmu bukanlah hanya pengetahuan yang telah
diterbitkan, melainkan pengetahuan tersebut setelah diuji secara objektif oleh
para ilmuwan akan diterima secara umum menjadi kesepakatan pendapat rasional.[15]
BAB III
PENUTUP
- KESIMPULAN
- Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang
rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan
tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis
mengenai gejala-gejala kealaman, memperoleh pemahaman, memberi penjelasan,
ataupun melakukan penerapan.
- Struktur pengetahuan ilmiah mencakup lima
kelompok unsur,sebagai berikut:
v Jenis-jenis sasaran
v Bentuk-bentuk pernyataan
v Ragam-ragam proposisi
v Ciri-ciri pokok
v Pembagian sistematis
DAFTAR
PUSTAKA
Amsal
Bakhtiar, Filsafat Ilmu (edisi
revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Anton
Bakker, Metode-Metode Filsafat, Jakarta : Ghalia Indonesia 1984
Jujun S. Suriasumantri. Filsafat
Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan,
2005
http://kbbi.web.id/struktur, 05/12/15
The Liang Gie, Pengantar
Filsafat Ilmu,Yogyakarta : Liberty, 2004
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat
Ilmu, Cet.1. Jakarta: Bulan
Bintang, 1992
Stefanus Supriyanto, Filsafat Ilmu, Jakarta : Prestasi
Pustaka, 2013
[6] http://kbbi.web.id/struktur,
05/12/15
[7] Amsal Bakhtiar.2004. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada,2004. Hlm 85
[10] Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, Jakarta : Ghalia Indonesia 1984, hal
[14] Stefanus
Supriyanto, Filsafat Ilmu, Jakarta : Prestasi Pustaka, 2013. hal.67-68.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar