HIKMAH RAMADHAN
(Ramadhan
Sebagai Sarana Pembentukan Karakter Insan Kamil)
Oleh. MASRIZAL
PENYULUH AGAMA ISLAM
KOTA PEKANBARU
Marhaban
Ya Ramadhan adalah kalimat yang mulai pada waktu ini sering kita dengar dan
ucapkan. Sebagai salah satu ungkapan kegembiraan dari datangnya bulan suci Ramadhan.
Ucapan tersebut keluar dari mulut dan hati setiap muslim dari semua kalangan
dan level keimanan.
Penggunaan
kata Marhaban dan bukan Ahlan wa Sahlan adalah
menunjukkan wujud dari rasa penghormatan dan pengagungan yang sangat tinggi
terhadap bulan tersebut. Marhaban
diambil dari kata dalam Bahasa Arab yang artinya "Selamat datang".
Demikian pula dengan ungkapan "Ahlan Wa Sahlan" dalam bahasa
kita memiliki arti sama. Tapi dari sisi makna ternyata berbeda.
Ahlan
Wa sahlan diambil dari
kata "Ahl" dan "Sahl". Ahl
berarti saudara atau keluarga, dan Sahl berarti mudah juga berarti dataran
rendah. Apabila anda mengungkapkan kata "Ahlan wa Sahlan ya Akhi"
kepada teman yang berkunjung ke rumah anda, maka anda seolah menyatakan bahwa
teman anda sudah anda anggap sebagai keluarga. Dalam bahasa lain sering kita
katakan kepada tamu dengan ungkapan "Anggap saja di rumah sendiri".
Marhaban diambil dari kata dasar "rahb" yang berarti
"luas" atau "lapang". Dari akar kata yang sama dengan
"marhaban" dalam bahasa Arab dapat terbentuk kata "Rahbat"
yang berarti ruangan yang luas untuk kendaraan agar memperoleh perbaikan atau
juga untuk kebutuhan pengendara mempersiapkan segala sesuatu agar dapat melanjutkan
perjalanan. Jadi apabila kita mengatakan "Marhaban yaa Ramadhan" yang
artinya "Selamat datang Ramadhan" mengandung makna bahwa kita
menyambut Ramadhan dengan lapang dada, penuh kegembiraan dan menyediakan tempat
seluas-luasnya serta memberikan kesempatan sebebas-bebasnya bagi
"tamu" kita untuk hadir dan berinteraksi dengan kita.
Ketika
Rasulullah Shallallahu 'alaihi
Wa Sallam masih hidup,
beliau menyambut Ramadhan dengan
wajah berseri-seri. Melihat ini tentunya merupakan perlambang bahwa
beliau sangat gembira. Tentunya ada sebab dari kegembiraan tersebut. Yakni:
Pertama Ramadhan adalah masa bagi manusia kembali kepada fitrah
(jati diri). Ibadah
Ramadhan, shiyam dan
qiyam al lail,
menjanjikan "keampunan
Allah" kepada setiap insan
yang mengamalkannya. Sebab
didalamnya semua dosa dihapus.
Kedua Ramadhan mempunyai nilai tambah
dalam hal ibadah. Bulan yang
disebut bulan berlapang-lapang (syahrul muwaasah). Gerak, tindakan dan fikiran
para shaimin selalu terkait dengan taqarrub ilallah yang semuanya bernilai
ibadah.
Ketiga, di dalam bulan Ramadhan
ada satu malam yang lebih
utama dari seribu
malam. Malam yang disebut sebagai “lailatul qadar", malam yang nilainya lebih baik
dari seribu bulan.
Malam turunnya Alquran al Karim
Dengan kemuliaan tersebut, perlu upaya yang sungguh
dalam mewujudkan kesempurnaan Ramadhan yang kita jalani. Setidak-tidaknya ada
tiga persiapan yang mesti kita lakukan dalam menempuh Ramadhan;
Pertama persiapan fisik;
kesehatan dan kekuatan fisik sangatlah diperlukan dalam menjalani hari-hari Ramadhan.
Dahaga dan lapar yang akan kita lalui selama lebih kurang 13 jam akan cukup
memberatkan apabila kita dalam kondisi kesehatan yang tidak baik. Stamina yang
harus dijaga selama Ramadhan merupakan modal dalam menjalankan ibadah-ibadah
dan berburu kemuliaan pada malam-malam Ramadhan. Tanpa kesiapan tersebut
mustahil kita akan mampu menyempurnakan puasa disiang Ramadhan dan beribadah
sunnah dimalam Ramadhan.
Kedua persiapan rohani;
dalam Ramadhan kita membutuhkan kesiapan kerohanian dalam hal ini berhubungan
dengan kesiapan mental dan keimanan. Keduanya ini berada dalam lingkup kejiwaan
setiap insan. Orang yang tidak siap secara mental untuk beribadah tidak akan
bisa melaksanakan ibadah tersebut dengn baik. Sebab puasa memang hanya
diperuntukkan kepada orang –orang yang beriman yang bermuara pada ketaqwaan
sebagaimana firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 183.
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ
مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ١٨٣
“hai orang-orang yang beriman diwajibkan
ataskamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agarkamu
menjadi orang yang ber taqwa”.
Orang yang keimanannya kurang atau
mungkin tidak ada tidak akan mampu melakukan puasa dengan sungguh-sungguh
apalagi melakukan ibadah sunnat yang bernilai tinggi dimata Allah pada siang
dan malam Ramadhan.
Ketiga kesiapan ilmu;
untuk memperoleh kesempurnaan ibadah, setiap muslim mestilah membekali diri
dengan keilmuan yang cukup tentang ibadah yang dikerjakan tersebut. Sebab amal
yang kita lakukan jika tampa ilmunya akan melahirkan amalan-amalan yang keliru
dan sesat, sebagaimana, Imam Al-Bukhari berkata, “Al-’Ilmu Qoblal Qouli
Wal ‘Amali”, Ilmu Sebelum Berkata dan Beramal. Dan ini merupakan dalil
atsari (yang berdasarkan periwayatan) yang menunjukkan atas insan bahwa berilmu
terlebih dahulu baru kemudian beramal setelahnya sebagai langkah kedua.
Asy-Syaikh
Sholeh bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Syaikh
dalam kitab Maktabah Syamilah berkata, “Ilmu itu jika ditegakkan
sebelum ucapan dan amal, maka akan diberkahi pelakunya meskipun perkaranya
kecil. Adapun jika ucapan dan amal didahulukan sebelum ilmu, walaupun bisa jadi
perkaranya itu sebesar gunung, akan tetapi itu semua tidaklah di atas jalan
keselamatan…Karenanya kami katakan, Jadikanlah ilmu tujuan penting dan utama,
ilmu di mulai sebelum yang lain, khususnya ilmu yang membuat ibadah menjadi
benar, ilmu yang meluruskan aqidah, ilmu yang memperbaiki hati, ilmu yang
menjadikan seseorang berjalan dalam amalannya sesuai dengan sunah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan di atas kebodohan.”
Dengan
demikian, pentingnya ilmu dalam beribadah selama Ramadhan menjadi sangat
penting. Tampa ilmu tersebut kaum muslimin tidak akan dapat berpuasa dengan
baik. Sebab dalam berpuasa ada larangan-larangan yang dapat membatalkan puasa,
ada anjuran-anjuran untuk menjauhi sesuatu selama berpuasa, ada
keutamaan-keutamaan dalam ibadah dan ada keistimewan-keistimewaan hari-hari
dalam Ramadhan. Kesemuanya itu berhubungan dengan pengetahuan atau ilmu.
Mustahil kita berpuasa dengan baik jika tidak memahami tentang hukum-hukum syar’i
yang berkaitan dengan Ramadhan. Bagaimana mungkin kita mampu mencapai prediket insan
kamil atau dalam istilah ke-Indonesiaan disebut insan paripurna tanpa
ilmu.
Manusia
sempurna/paripurna adalah manifestasi Tuhan di dunia yang memiliki kewajiban
utama mengagungkan dan memuliakan Sang Pencipta, karena inilah ia diberikan
ha-hak istimewa oleh Tuhan. Diberikan akal dan jiwa sebagai media dalam mencari
hakikat kebenaran sejati. Untuk menjadi manusia paripurna harus melampaui
kedudukan kita sebagai manusia ( an-nas ) terlebih dahulu, bukan hanya manusia
berkesadaran hewan yang memangsa dan dimangsa.
Jika
sebagai seorang al mu’min (beriman) terlampaui maka kita harus melampaui
kedudukan manusia bertaqwa (al muttaqin) sampai seterusnya. Hidup adalah
kehendak untuk membuktikan bahwa diri ini ada dan inilah yang mesti disadari
oleh kita sebagai manusia, untuk menyadarinya siaplah diri kita diuji oleh`Nya.
Dan Ramadhan adalah waktu istimewa sebagai ujian yang disediakan oleh Sang
Khaliq bagi kita dalam upaya mencapai kesempurnaan tersebut.
Dalam
menempuh ujian tentu perlu persiapan yang matang baik dari segi fisik,
rohani/jiwa/mental dan juga kesiapan keilmuan menjadi begitu penting.
Disamping
itu, puasa dan ibadah Ramadhan merupakan upaya bagi setiap orang beriman untuk
mewujudkan nilai dan makna kamil/paripurna pada diri, yakni;
Keseimbangan
dalam Hidup ; Pada hakikatnya kita adalah hamba Allah yang
diperintahkan untuk beribadah. Namun sayang hanya karena hal duniawi seperti
pekerjaan, hawa nafsu dan lain-lain kita sering melupakan kewajiban. Tingkat
kelalaian terhadap kehidupan akherat kita sangatlah tinggi. Banyak hal yang
menyebabkan kelalaian tersebut. Kita dilalaikan oleh kesibukan dunia pekerjaan
, kita dilalaikan oleh kesibukan mengurus harta dunia, kita lalai dalam
mengurus anak dan keluarga, kita lalai karena sibuk mengurus orang lain, sehingga
panggilan untuk bertemu dengan Allah (shalat, zikir dan doa) menjadi
terabaikan.
Pada
bulan Ramadhan inilah masa bagi kita melatih diri untuk kembali mengingat dan melaksanakan
seluruh kewajiban dalam hal beribadah kepada Allah dan melakukan
kebaikan-kebaikan sesuai tuntunan agama yang bermuara pada keseimbangan hidup
dunia dan akherat.
Mempererat
Silaturahmi ; Suasana
persaudaraan sesama muslim, akan tampak jelas jika berada dibulan Ramadhan.
Bermaaf-maafan, saling mengunjungi, saling memberi, suasana masjid dalam
berjamaah lebih ramai, berkumpul dan berbuka bersama, membuat majlis ta’lim
disetiap masjid dan mushalla merupakan buktinyata dari kebersamaan kaum
muslimin.
Perduli
Pada Sesama; Rasa
persaudaraan yang terbina akan menumbuh kembangkan rasa kepedulian antar
sesama. Yang berkelebihan akan berlomba-lomba untuk membantu saudaranya yang
dalam kekurangan. Aktifitas berupa ibadah infaq, sedekah dan zakat selama bulan
Ramadhan biasanya menjadi lebih tinggi dibanding pada bulan-bulan lainnya. Hal
seperti ini didorong oleh keinginan berlomba-lomba dalam memperoleh kemuliaan
dalam bulan tersebut. Dengan menahan
diri dari berbagai kesenangan duniawi, orang yang berkecukupan akan semakin
tahu bahwa dirinya telah diberikan nikmat begitu banyak dibanding orang-orang
fakir, miskin dan yatim piatu yang sering merasakan rasa lapar. Dalam rangka
mensyukuri nikmat ini, orang-orang kaya
pun gemar berbagi dengan mereka yang tidak mampu.
Ibadah
Ramadhan mempunyai tujuan istimewa; Tujuan
puasa adalah melatih diri kita agar dapat menghindari dosa-dosa di hari yang
lain di luar bulan Ramadhan. Kalau tujuan tercapai maka puasa berhasil. Tapi
jika tujuannya gagal maka puasa tidak ada arti apa-apa. Jadi kita terbiasa
berorientasi kepada tujuan dalam melakukan segala macam amal ibadah. Di bulan Ramadhan
tentu saja setiap muslim harus menjauhi berbagai macam maksiat agar puasanya
tidak sia-sia, juga agar tidak mendapatkan lapar dan dahaga saja. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda;
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari
puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga saja.”
Puasa
menjadi sia-sia seperti ini disebabkan bulan Ramadhan masih diisi pula dengan
berbagai maksiat. Padahal dalam berpuasa seharusnya setiap orang berusaha
menjaga lisannya dari ghibah maupun fitnah terhadap orang lain, dari berbagai
perkaataan maksiat, dari perkataan dusta, perbuatan maksiat dan hal-hal yang
sia-sia. “Barangsiapa
yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak
butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.”
Puasa
bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan
menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang
mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku
sedang puasa” Lagwu adalah perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak
berfaedah. Sedangkan rofats adalah istilah untuk setiap hal yang diinginkan
laki-laki pada wanita atau dapat pula bermakna kata-kata kotor.
Tujuan
akhir dari Ramadhan adalah dalam upaya menjadi insan yang fitri pada masa
sesudah Ramadhan. Dengan harapan bahwa kefitrian itu bias terus terjaga hingga Ramadhan
berikutnya.
Nilai
Ibadah pada tiap-tiap kebaikan; Keuyakinan
bahwa setiap perbuatan baik yang dlakukan mendapatkan ganjaran yang berlipat
dari Allah akan memacu kita untuk berlomba-lomba memperoleh nilai yang teratas.
Setiap langkah kaki menuju masjid ibadah, menolong orang ibadah, berbuat adil
pada manusia ibadah, akhlaq terhadap hewan dan lingkungan juga ibadah, tersenyum
pada saudara ibadah, membuang duri di jalan ibadah, sampai tidurnya orang puasa
ibadah, sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga kita terbiasa
hidup dalam ibadah.
Oleh
karena itu, ketika keluar bulan Ramadhan seharusnya setiap insan menjadi lebih
baik dibanding dengan bulan sebelumnya karena dia sudah ditempa di madrasah Ramadhan
untuk meninggalkan berbagai macam maksiat. Orang yang dulu malas shalat 5 waktu
seharusnya menjadi sadar dan rutin mengerjakannya di luar bulan Ramadhan. Juga
dalam masalah shalat Jama’ah, hendaklah pula dapat dirutinkan dilakukan di
masjid sebagaimana rajin dilakukan ketika bulan Ramadhan. Begitu pula dalam
bulan Ramadhan banyak wanita muslimah yang berusaha menggunakan jilbab yang
menutup diri dengan sempurna, maka di luar bulan Ramadhan seharusnya hal ini
tetap dijaga. Jilbab tidak menjadi budaya musiman. Dipakai hanya waktu Ramadhan
setelah berakhir Ramadhan pemakaian jilbab pun berakhir.
Menumbuhkan
kehati-hatian; Puasa Ramadhan
akan sempurna dan tidak sia-sia apabila selain menahan lapar dan haus juga kita
menghindari keharaman mata, telinga, perkataan dan perbuatan. Menjaga mata dari
melihat hal-hal yang akan menyebabkan rusaknya kesempurnaan puasa. Menjaga mata
dari hal-hal yang dapat menimbulkan syahwat dan dorongan nafsu lainnya.
Memperbanyak menggunakan mata untuk membaca Al-quran. Menjaga lisan dari perkataan
dan percakapan yang mengandung dosa, Membiasakan lisan dengan memperbanyak
berzikir, berdo’a dan memperbanyak membaca Al-Quran. Menghindari telinga dari
mendengar hal-hal yang tidak baik. Memperbanyak mendengar perkataan hikmah dan
majlis ilmu. Latihan ini akan menimbulkan kemajuan positif
bagi kita. Dengan harapan nanti ketika diluar bulan Ramadhan kita juga dapat
menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan dosa seperti bergunjing, berkata
kotor, berbohong, memandang yang dapat menimbulkan dosa, dan lain sebagainya.
Melattih
Kesabaran; Dalam Puasa
di bulan Ramadhan kita dibiasakan menahan yang tidak baik dilakukan. Misalnya
marah-marah, berburuk sangka, dan dianjurkan sifat Sabar atas segala perbuatan
orang lain kepada kita. Misalkan ada orang yang menggunjingkan kita, atau
mungkin meruncing pada Fitnah, tetapi kita tetap Sabar karena kita dalam
keadaan Puasa. “Innallaha ma’ashabiriin” Sesungguhnya Allah
bersama orang yang sabar. Ini menandakan bahwa betapa pentingnya kesabaran
dalam mengarungi hidup ini, Allah pun selalu bersama dengan orang orang yang
sabar, karena manusia yang tidak sabar selalu ditemani oleh syaithan. Puasa
merupakan ajang untuk melatih kesabaran selaian banyak cara yang dapat
dilakukan. Puasa mendidik kita untuk hidup sosial dan sederhana. Kita dilatih
untuk menahan hawa nafsu sehingga dapat merasakan betapa sengsaranya tidak
makan dan minum serta menjaga nilai nilai puasa selama lebih kurang 13 jam.
Waktu yang sangat lama dan dilakukan selama 29-30 hari, maka bagi orang yang
benar benar melakukannya pasti membuat dia berubah kepada sabar, emosinya akan
terkekang selamanya. Kita dibuat miskin selama sebulan dan sama dengan orang
miskin lainnya yang setiap hari berpuasa sepanjang tahun.
Melatih
Pikiran; Pada bulan Ramadhan
ini kita diharapkan mampu mengendalikan pikiran-pikiran dari segala hal-hal
buruk yang biasanya secara sadar maupun tidak menjadi kebiasaan sehari-hari.
Dalam berbagai kesempatan bertemu dengan berbagai masalah kehidupan,
selayaknyalah di dalam bulan suci ini kita mampu lebih berpikir positif akan
segala macam kondisi yang terjadi. Melatih kesabaran dengan cara mengendalikan
amarah adalah salah satu terapi pikiran yang sering didengungkan di
ceramah-ceramah Ramadhan. Selain dengan tujuan tidak membatalkan puasa, melatih
kesabaran tentunya mempunyai tujuan yang lebih tinggi yaitu mencapai suatu
keseimbangan batin.
Orang
yang seimbang batinnya tidak akan mudah terpengaruh baik oleh pujian maupun
hinaan. Mereka akan tetap tenang dalam berbagai kondisi dan tidak mudah
terpancing oleh kondisi yang tidak menguntungkan sekalipun. Walaupun sebulan
rasanya tidak cukup mencapai hal ini, bulan Ramadhan bisa menjadi tonggak
dimulainya latihan pikiran yang bisa terus dikembangkan walau bulan Ramadhan
sudah berakhir.
Melatih
Perilaku; Dalam ilmu
psikiatri, terapi pikiran biasanya tidak terlepas dari terapi perilaku. Para
ahli meyakini bahwa perubahan pola pikir akan mengubah juga perilaku orang
tersebut. Bila pola pikirnya baik maka pola perilakunya juga akan mengikuti baik.
Kita sering melihat orang yang menjalankan puasa menjadi lebih rajin
menjalankan ajaran agama baik yang wajib maupun sunah. Kesempatan berkunjung ke
mesjid juga dimaksimalkan. Sembahyang juga bertambah dengan adanya sholat
tarawih. Umat Islam juga mejadi lebih senang membaca kitab suci Al-Quran,
senang bersedekah dan berzakat.
Sebab
utama dari prilaku ini karena adanya dorongan pikiran untuk melakukan sesuatu
yang berguna dan bermanfaat di bulan yang suci ini. Selain itu juga pemikiran
bahwa perbuatan ini akan membawa pahala dan berkah yang berlipat ganda membuat
umat menjadi semakin termotifasi dan bersemangat untuk melaksanakan perilaku
yang positiv.
Tentunya
impian dalam kesempurnaan diri dalam kemliaan hidup dunia dan akherat adalah
tujuan akhir hidup kita. Salah satu upaya dalam mewujudkan hal tersebut adalah
melalui bulan istimewa yang telah di khususkan oleh Allah kepada sekalian umat
beriman. Bulan yang bermuatan ibadah luar biasa, sember dari segala berkah yang
dapat kita raih sebanyak-banyaknya. Dengan upaya yang sungguh-sungguh dan
dengan niat Lilahi Ta’ala, insya Allah menjadi insan yang fitri diakhri
Rhamadhan akan dapat terwujud. Semua harapan ini akan bermuara pada terciptanya
karakter insan kamil pada masa-masa sesudah Ramadhan dan terwujudnya masyarakat
yang harmonis hidup dalam kebersamaan. Marhaban Ya Ramadhan.
Banyak hikmah Ramadhan yang penuh berkah ini mari kita penuhi dengan amalan ibadah kepada Allah dan amalan sosial dengan lebih banyak bersedekah
BalasHapus