FIQIH
QURBAN
Makalah di sajikan pada diskusi “Kupas
Tuntas Fiqh Qurban”
Pada Diskusi Mingguan POKJALUH Kota
Pekanbaru
Oleh : MASRIZAL
Berqurban merupakan
bagian dari Syariat Islam yang sudah ada semenjak manusia ada. Ketika
putra-putra nabi Adam as. diperintahkan berqurban. Maka Allah Swt. menerima
qurban yang baik dan diiringi ketakwaan dan menolak qurban yang buruk. Allah
Swt berfirman:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ
نَبَأَ ابْنَيْ ءَادَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ
قَالَ لأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ
مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Ceriterakanlah kepada
mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya,
ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari
mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata
(Qabil): "Aku pasti membunuhmu!" Berkata Habil: "Sesungguhnya
Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa" (QS
Al-Maa-idah 27).
Qurban lain yang
diceritakan dalam Al-Qur’an adalah qurban keluarga Ibrahim as., saat beliau
diperintahkan Allah Swt. untuk mengurbankan anaknya, Ismail as.. Disebutkan
dalam surat As-Shaaffaat 102: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup)
berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya
aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar". Kemudian qurban ditetapkan oleh Rasulullah Saw. sebagai
bagian dari Syariah Islam, syiar dan ibadah kepada Allah Swt. sebagai rasa
syukur atas ni’mat kehidupan.
Disyariatkannya qurban
sebagai simbol pengorbanan hamba kepada Allah Swt., bentuk ketaatan kepada-Nya
dan rasa syukur atas ni’mat kehidupan yang diberikan Allah Swt. kepada
hamba-Nya. Hubungan rasa syukur atas nikmat kehidupan dengan berqurban yang
berarti menyembelih binatang dapat dilihat dari dua sisi.
Pertama, bahwa
penyembelihan binatang tersebut merupakan sarana memperluas hubungan baik
terhadap kerabat, tetangga, tamu dan saudara sesama muslim. Semua itu merupakan
fenomena kegembiraan dan rasa syukur atas ni’mat Allah Swt. kepada manusia, dan
inilah bentuk pengungkapan ni’mat yang dianjurkan dalam Islam:
$¨Br&ur ÏpyJ÷èÏZÎ/ y7În/u ô^ÏdyÛsù
“Dan terhadap ni'mat
Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)” (QS
Ad-Dhuhaa 11).
Kedua, sebagai bentuk
pembenaran terhadap apa yang datang dari Allah Swt.. Allah menciptakan binatang
ternak itu adalah ni’mat yang diperuntukkan bagi manusia, dan Allah mengizinkan
manusia untuk menyembelih binatang ternak tersebut sebagai makanan bagi mereka.
Bahkan penyembelihan ini merupakan salah satu bentuk pendekatan diri kepada
Allah Swt.
Berqurban merupakan
ibadah yang paling dicintai Allah Swt. di hari Nahr, sebagaimana disebutkan
dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dari ‘Aisyah ra. bahwa Nabi Saw. bersabda:”
Tidaklah anak Adam beramal di hari Nahr yang paling dicintai Allah melebihi
menumpahkan darah (berqurban). Qurban itu akan datang dihari Kiamat dengan
tanduk, bulu dan kukunya. Dan sesungguhnya darah akan cepat sampai di suatu
tempat sebelum darah tersebut menetes ke bumi. Maka perbaikilah jiwa dengan
berqurban”.
Kata qurban yang kita
fahami, berasal dari bahasa Arab, artinya pendekatan diri, sedangkan maksudnya
adalah menyembelih binatang ternak sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah.
Arti ini dikenal dalam istilah Islam sebagai udhiyah. Udhiyah secara bahasa
mengandung dua pengertian, yaitu kambing yang disembelih waktu Dhuha dan
seterusnya, dan kambing yang disembelih di hari ‘Idul Adha. Adapun makna secara
istilah, yaitu binatang ternak yang disembelih di hari-hari Nahr dengan niat
mendekatkan diri (taqarruban) kepada Allah dengan syarat-syarat tertentu (Syarh
Minhaj).
Hukum qurban menurut
jumhur ulama adalah sunnah muaqqadah sedang menurut madzhab Abu Hanifah adalah
wajib. Allah Swt. berfirman:
فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya:”
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah” (QS Al-Kautsaar 2).
Rasulullah Saw.
bersabda:
من
كان له سعة ولم يضح فلا يقربن مصلانا
“Siapa yang memiliki
kelapangan dan tidak berqurban, maka jangan dekati tempat shalat kami” (HR
Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Dalam hadits lain:”
Jika kalian melihat awal bulan Dzulhijjah, dan seseorang diantara kalian hendak
berqurban, maka tahanlah rambut dan kukunya (jangan digunting)” (HR Muslim).
Bagi seorang muslim
atau keluarga muslim yang mampu dan memiliki kemudahan, dia sangat dianjurkan
untuk berqurban. Jika tidak melakukannya, menurut pendapat Abu Hanifah, ia
berdosa. Dan menurut pendapat jumhur ulama dia tidak mendapatkan keutamaan
pahala sunnah.
Adapun binatang yang
boleh digunakan untuk berqurban adalah binatang ternak (Al-An’aam), unta, sapi
dan kambing, jantan atau betina. Sedangkan binatang selain itu seperti burung,
ayam dll tidak boleh dijadikan binatang qurban. Allah Swt berfirman:
Èe@à6Ï9ur 7p¨Bé& $oYù=yèy_ %Z3|¡YtB (#rãä.õuÏj9 zNó$# «!$# 4n?tã $tB Nßgs%yu .`ÏiB ÏpyJÎgt/ ÉO»yè÷RF{$# 3
ö/ä3ßg»s9Î*sù ×m»s9Î) ÓÏnºur ÿ¼ã&s#sù (#qßJÎ=ór& 3
ÎÅe³o0ur tûüÏGÎ6÷ßJø9$#
” Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami
syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap
binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka” (QS Al-Hajj 34).
Kambing untuk satu
orang, boleh juga untuk satu keluarga. Karena Rasulullah Saw. menyembelih dua
kambing, satu untuk beliau dan keluarganya dan satu lagi untuk beliau dan
umatnya. Sedangkan unta dan sapi dapat digunakan untuk tujuh orang, baik dalam
satu keluarga atau tidak, sesuai dengan hadits Rasulullah Saw.:
عن جابرٍ بن عبد الله
قال: نحرنا مع رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وسَلَّم بالحُديبيةِ البدنةَ عن سبعةٍ والبقرةَ عن سبعةٍ
Dari Jabir bin
Abdullah, berkata “Kami berqurban bersama Rasulullah Saw. di tahun Hudaibiyah,
unta untuk tujuh orang dan sapi untuk tujuh orang” (HR Muslim).
Binatang yang akan
diqurbankan hendaknya yang paling baik, cukup umur dan tidak boleh cacat.
Rasulullah Saw. bersabda:” Empat macam binatang yang tidak sah dijadikan
qurban: 1. Cacat matanya, 2. sakit, 3. pincang dan 4. kurus yang tidak berlemak
lagi “ (HR Bukhari dan Muslim). Hadits lain:”
Janganlah kamu menyembelih binatang ternak
untuk qurban kecuali musinnah (telah ganti gigi, kupak). Jika sukar didapati,
maka boleh jadz’ah (berumur 1 tahun lebih) dari domba (HR Muslim). Musinnah
adalah jika pada unta sudah berumur 5 tahun, sapi umur dua tahun dan kambing
umur 1 tahun, domba dari 6 bulan sampai 1 tahun. Dibolehkan berqurban dengan
hewan kurban yang mandul, bahkan Rasulullah saw. berqurban dengan dua domba
yang mandul. Dan biasanya dagingnya lebih enak dan lebih gemuk.
Orang yang berqurban
boleh makan sebagian daging qurban, sebagaimana firman Allah Swt.:
côç7ø9$#ur $yg»oYù=yèy_ /ä3s9 `ÏiB Îȵ¯»yèx© «!$# ö/ä3s9 $pkÏù ×öyz (
(#rãä.ø$$sù zNó$# «!$# $pkön=tæ ¤$!#uq|¹ (
#sÎ*sù ôMt7y_ur $pkæ5qãZã_ (#qè=ä3sù $pk÷]ÏB (#qßJÏèôÛr&ur yìÏR$s)ø9$# §tI÷èßJø9$#ur 4
y7Ï9ºxx. $yg»tRö¤y öNä3s9 öNä3ª=yès9 tbrãä3ô±s? ÇÌÏÈ
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu
unta-unta itu sebahagian dari syi`ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang
banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya
dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati),
maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang
ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami
telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur” (QS
Al-Hajj 36).
Hadits Rasulullah
Saw.:” Jika diantara kalian berqurban, maka makanlah sebagian qurbannya” (HR
Ahmad). Bahkan dalam hal pembagian disunnahkan dibagi tiga. Sepertiga untuk
dimakan dirinya dan keluarganya, sepertiga untuk tetangga dan teman, sepertiga
yang lainnya untuk fakir miskin dan orang yang minta-minta. Disebutkan dalam
hadits dari Ibnu Abbas menerangkan qurban Rasulullah Saw.bersabda: “Sepertiga
untuk memberi makan keluarganya, sepertiga untuk para tetangga yang fakir
miskin dan sepertiga untuk disedekahkan kepada yang meminta-minta” (HR Abu Musa
Al-Asfahani). Tetapi orang yang berkurban karena nadzar, maka menurut madzhab
Hanafi dan Syafi’i, orang tersebut tidak boleh makan daging qurban sedikitpun
dan tidak boleh memanfaatkannya.
Waktu penyembelihan
hewan qurban yang paling utama adalah hari Nahr, yaitu Raya ‘Iedul Adha pada
tanggal 10 Dzulhijjah setelah melaksanakan shalat ‘Iedul Adha bagi yang
melaksanakannya. Adapun bagi yang tidak melaksanakan shalat ‘Iedul Adha seperti
jama’ah haji dapat dilakukan setelah terbit matahari di hari Nahr. Adapun hari
penyembelihan menurut Jumhur ulama, yaitu madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali
berpendapat bahwa hari penyembelihan adalah tiga hari, yaitu hari raya Nahr dan
dua hari Tasyrik, yang diakhiri dengan tenggelamnya matahari. Pendapat ini
mengambil alasan bahwa Umar ra., Ali ra. Abu Hurairah ra., Anas ra., Ibnu Abbas
dan Ibnu Umar ra. menghabarkan bahwa hari-hari penyembelihan adalah tiga hari.
Dan penetapan waktu yang mereka lakukan tidak mungkin hasil ijtihad mereka
sendiri tetapi mereka mendengar dari Rasulullah Saw. (Mughni Ibnu Qudamah
11/114).
Sedangkan madzhab
Syafi’i dan sebagian madzhab Hambali juga diikuti oleh Ibnu Taimiyah
berpendapat bahwa hari penyembelihan adalah 4 hari, Hari Raya ‘Idul Adha dan 3
Hari Tasyrik. Berakhirnya hari Tasyrik dengan ditandai tenggelamnya matahari.
Pendapat ini mengikuti alasan hadits, sebagaimana disebutkan Rasulullah Saw.
:”Semua hari Tasyrik adalah hari penyembelihan” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban).
Berkata Al-Haitsami:” Hadits ini para perawinya kuat”. Dengan adanya hadits
shahih ini, maka pendapat yang kuat adalah pendapat madzhab Syafi’i.
Berqurban sebagaimana
definisi diatas yaitu menyembelih hewan qurban, sehingga menurut jumhur ulama
tidak boleh atau tidak sah berqurban hanya dengan memberikan uangnya saja
kepada fakir miskin seharga hewan qurban tersebut, tanpa ada penyembelihan
hewan qurban. Karena maksud berqurban adalah adanya penyembelihan hewan qurban
kemudian dagingnya dibagikan kepada fakir miskin. Dan menurut jumhur ulama
yaitu madzhab Imam Malik, Ahmad dan lainnya, bahwa berqurban dengan menyembelih
kambing jauh lebih utama dari sedekah dengan nilainya. Dan jika berqurban
dibolehkan dengan membayar harganya akan berdampak pada hilangnya ibadah qurban
yang disyariatkan Islam tersebut. Adapun jika seseorang berqurban, sedangkan
hewan qurban dan penyembelihannya dilakukan ditempat lain, maka itu adalah
masalah teknis yang dibolehkan. Dan bagi yang berqurban, jika tidak bisa
menyembelih sendiri diutamakan untuk menyaksikan penyembelihan tersebut,
sebagaimana hadits riwayat Ibnu Abbas ra:” Hadirlah ketika kalian menyembelih
qurban, karena Allah akan mengampuni kalian dari mulai awal darah keluar”.
Ketika seorang muslim
hendak menyembelih hewan qurban, maka bacalah: “Bismillahi Wallahu Akbar, ya
Allah ini qurban si Fulan (sebut namanya), sebagaimana yang dilakukan oleh
Rasulullah Saw.: “ Bismillahi Wallahu Akbar, ya Allah ini qurban dariku dan
orang yang belum berqurban dari umatku” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi). Bacaan
boleh ditambah sebagaimana Rasulullah Saw. memerintahkan pada Fatimah as.
:”Wahai Fatimah, bangkit dan saksikanlah penyembelihan qurbanmu, karena
sesungguhnya Allah mengampunimu setiap dosa yang dilakukan dari awal tetesan
darah qurban, dan katakanlah:” Sesungguhnya shalatku, ibadah (qurban) ku,
hidupku dan matiku lillahi rabbil ‘alamiin, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan oleh
karena itu aku diperintahkan, dan aku termasuk orang yang paling awal berserah
diri” (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Qurban dengan cara
patungan, disebutkan dalam hadits dari Abu Ayyub Al-Anshari:” Seseorang di masa
Rasulullah Saw. berqurban dengan satu kambing untuk dirinya dan keluarganya.
Mereka semua makan, sehingga manusia membanggakannya dan melakukan apa yang ia
lakukan” (HR Ibnu Majah dan At-Tirmidzi). Berkata Ibnul Qoyyim dalam Zaadul
Ma’ad:” Diantara sunnah Rasulullah Saw. bahwa qurban kambing boleh untuk
seorang dan keluarganya walaupun jumlah mereka banyak sebagaimana hadits Atha
bin Yasar dari Abu Ayyub Al-Anshari. Disebutkan dalam hadits Rasulullah saw.
عن أبي الأسود السلمي، عن أبيه، عن جده قال: كنت
سابع سبعة مع رسول الله -صلَّى الله عليه وسلَّم- في سفره، فأدركنا الأضحى. فأمرنا رسول
الله -صلَّى الله عليه وسلم-، فجمع كل رجل منا درهما، فاشترينا أضحية بسبعة دراهم.
وقلنا: يا رسول الله، لقد غلينا بها. فقال: (إن أفضل الضحايا أغلاها، وأسمنها)
قال: ثم أمرنا رسول الله -صلَّى الله عليه وسلم-، فأخذ رجل برِجل، ورجل برِجل، ورجل
بيد، ورجل بيد، ورجل بقرن، ورجل بقرن، وذبح السابع، وكبروا عليها جميعا.
Dari Abul Aswad
As-Sulami dari ayahnya, dari kakeknya, berkata: Saat itu kami bertujuh bersama
Rasulullah saw, dalam suatu safar, dan kami mendapati hari Raya ‘Idul Adha.
Maka Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk mengumpulkan uang setiap orang
satu dirham. Kemudian kami membeli kambing seharga 7 dirham. Kami berkata:”
Wahai Rasulullah Saw. harganya mahal bagi kami”. Rasulullah Saw. bersabda:” Sesungguhnya
yang paling utama dari qurban adalah yang paling mahal dan paling gemuk”.
Kemudian Rasulullah saw. memerintahkan pada kami. Masing-masing orang memegang
4 kaki dan dua tanduk sedang yang ketujuh menyembelihnya, kemudian kami
semuanya bertakbir” (HR Ahmad dan Al-Hakim).
Dan berkata Ibnul
Qoyyim dalam kitabnya ‘Ilamul Muaqi’in setelah mengemukakan hadits tersebut:”
Mereka diposisikan sebagai satu keluarga dalam bolehnya menyembelih satu
kambing bagi mereka. Karena mereka adalah sahabat akrab. Oleh karena itu
sebagai sebuah pembelajaran dapat saja beberapa orang membeli seekor kambing
kemudian disembelih. Sebagaimana anak-anak sekolah dengan dikordinir oleh
sekolahnya membeli hewan qurban kambing atau sapi kemudian diqurbankan. Dalam
hadits lain diriwayatkan oleh Ahmad dari Ibnu Abbas, datang pada Rasulullah
saw. seorang lelaki dan berkata:” Saya berkewajiban qurban unta, sedang saya
dalam keadaan sulit dan tidak mampu membelinya”. Maka Rasulullah saw.
memerintahkan untuk membeli tujuh ekor kambing kemudian disembelih”.
Orang yang berqurban
tidak boleh menjual sedikitpun hal-hal yang terkait dengan hewan qurban
seperti, kulit, daging, susu dll dengan uang yang menyebabkan hilangnya manfaat
barang tersebut. Jumhur ulama menyatakan hukumnya makruh mendekati haram,
sesuai dengan hadits:” Siapa yang menjual kulit hewan qurban, maka dia tidak
berqurban” (HR Hakim dan Baihaqi). Kecuali dihadiahkan kepada fakir-miskin,
atau dimanfaatkan maka dibolehkan. Menurut madzhab Hanafi kulit hewan qurban
boleh dijual dan uangnnya disedekahkan. Kemudian uang tersebut dibelikan pada
sesuatu yang bermanfaat bagi kebutuhan rumah tangga.
Sesuatu yang dianggap
makruh mendekati haram juga memberi upah tukang jagal dari hewan qurban. Sesuai
dengan hadits dari Ali ra.:” Rasulullah Saw. memerintahkanku untuk menjadi
panitia qurban ( unta ) dan membagikan kulit dan dagingnya. Dan memerintahkan
kepadaku untuk tidak memberi tukang jagal sedikitpun”. Ali berkata:” Kami
memberi dari uang kami” (HR Bukhari).
Berqurban atas nama
orang yang meninggal jika orang yang meninggal tersebut berwasiat atau wakaf,
maka para ulama sepakat membolehkan. Jika dalam bentuk nadzar, maka ahli waris
berkewajiban melaksanakannya. Tetapi jika tanpa wasiat dan keluarganya ingin
melakukan dengan hartanya sendiri, maka menurut jumhur ulama seperti madzhab
Hanafi, Maliki dan Hambali membolehkannya. Sesuai dengan apa yang dilakukan
Rasulullah Saw., beliau menyembelih dua kambing yang pertama untuk dirinya dan
yang kedua untuk orang yang belum berqurban dari umatnya. Orang yang belum
berqurban berarti yang masih hidup dan yang sudah mati. Sedangkan madzhab
Syafi’i tidak membolehkannya. Anehnya, mayoritas umat Islam di Indonesia
mengikuti pendapat jumhur ulama, padahal mereka mengaku pengikut madzhab
Syafi’i.
Amal yang terkait
dengan penyembelihan dapat dikategorikan menjadi empat bagian. Pertama, hadyu
kedua, udhiyah sebagaimana diterangkan diatas; ketiga, aqiqah; keempat,
penyembelihan biasa. Hadyu adalah binatang ternak yang disembelih di Tanah
Haram di hari-hari Nahr karena melaksanakan haji Tamattu dan Qiran, atau
meninggalkan diantara kewajiban atau melakukan hal-hal yang diharamkan, baik
dalam haji atau umrah, atau hanya sekedar pendekatan diri kepada Allah swt.
sebagai ibadah sunnah. Aqiqah adalah kambing yang disembelih terkait dengan
kelahiran anak pada hari ketujuh sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah.
Jika yang lahir lelaki disunnahkan 2 ekor dan jika perempuan satu ekor.
Sedangkan selain
bentuk ibadah diatas, masuk kedalam penyembelihan biasa untuk dimakan,
disedekahkan atau untuk dijual, seperti seorang yang melakukan akad nikah.
Kemudian dirayakan dengan walimah menyembelih kambing. Seorang yang sukses
dalam pendidikan atau karirnya kemudian menyembelih binatang sebagai rasa
syukur kepada Allah Swt. dll. Jika terjadi penyembelihan binatang ternak
dikaitkan dengan waktu tertentu, upacara tertentu dan keyakinan tertentu maka
dapat digolongkan pada hal yang bid’ah, sebagaimana yang terjadi dibeberapa
daerah. Apalagi jika penyembelihan itu tujuannya untuk syetan atau tuhan selain
Allah maka ini adalah jelas-jelas sebuah bentuk kemusyrikan.
Sesuatu yang perlu
diperhatikan bagi umat Islam adalah bahwa berqurban (udhiyah), qurban
(taqarrub) dan berkorban (tadhiyah), ketiganya memiliki titik persamaan dan
perbedaan. Qurban (taqarrub), yaitu upaya seorang muslim melakukan pendekatan
diri kepada Allah dengan amal ibadah baik yang diwajibkan maupun yang
disunnahkan. Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah berfirman (dalam
hadits Qudsi):” Siapa yang memerangi kekasih-Ku, niscaya aku telah umumkan
perang padanya. Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri pada-Ku (taqarrub)
dengan sesuatu yang paling Aku cintai, dengan sesuatu yang aku wajibkan. Dan
jika hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan yang sunnah, maka
Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya
dimana ia mendengar, menjadi penglihatannya dimana ia melihat, tangannya dimana
ia memukul dan kakinya, dimana ia berjalan. Jika ia meminta, niscaya Aku beri
dan jika ia minta perlindungan, maka Aku lindungi” (HR Bukhari).
Berqurban (udhiyah) adalah salah satu bentuk
pendekatan diri kepada Allah dengan mengorbankan sebagian kecil hartanya, untuk
dibelikan binatang ternak. Menyembelih binatang tersebut dengan persyaratan yang
sudah ditentukan. Sedangkan berkorban (tadhiyah) mempunyai arti yang lebih luas
yaitu berkorban dengan harta, jiwa, pikiran dan apa saja untuk tegaknya Islam.
Dalam suasana dimana umat Islam di Indonesia sedang terkena musibah banjir, dan
mereka banyak yang menjadi korban. Maka musibah ini harus menjadi pelajaran
berarti bagi umat Islam. Apakah musibah ini disebabkan karena mereka menjauhi
Allah Swt. dan menjauhi ajaran-Nya ? Yang pasti, musibah ini harus lebih
mendekatkan umat Islam kepada Allah (taqqarub ilallah). Melaksanakan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan yang tidak tertimpa musibah banjir
ini dituntut untuk memberikan kepeduliannya dengan cara berkorban dan
memberikan bantuan kepada mereka yang terkena musibah. Dan diantara bentuk pendekatan
diri kepada Allah dan bentuk pengorbanan kita dengan melakukan qurban
penyembelihan sapi dan kambing pada hari Raya ‘Iedul Adha dan Hari Tasyrik.
Semoga Allah menerima qurban kita dan meringankan musibah ini, dan yang lebih
penting lagi menyelamatkan kita dari api neraka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar