"Kami Tidak Takut Corona!!!"
Tidak sedikit yang mengeluarkan statemen : “Kami tidak takut dengan virus Corona, kami hanya takut kepada Allah.” Lalu setelah itu mereka nekat menerjang berbagai himbauan dari kementrian kesehatan untuk sementara mengisolasi diri dan menjauhi keramaian. Tidak hanya sampai di situ, mereka juga menuduh orang-orang yang takut dengan virus Covid 19 sebagai orang yang cacat tauhidnya.
Saudaraku fillah, takut terhadap sesuatu yang memiliki sebab jelas, bukan termasuk perkara yang merusak aqidah seseorang. Termasuk dalam hal ini, takut dari penyebaran virus Corona. Karena terbukti secara ilmiyyah, virus Corona bisa menular kepada orang lain dengan perantara sentuhan atau radius tertentu - dengan ijin dan taqdir Allah -. Bukankah Nabi ﷺ sendiri yang memerintahkan umatnya untuk menjauhi wabah penyakit ? Nabi ﷺ pernah bersabda :
فِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ فِرَارَكَ مِنَ الْأَسَدِ
“Larilah kamu dari penyakit kusta sebagaimana larimu dari singa.” [HR. Ahmad : 9722]
Nabi memerintahkan umatnya untuk menjauhi penyakit kusta. Dan penyakit ini, termasuk salah satu jenis penyakit yang menular. Beliau menyerupakan larinya seorang dari penyakit kusta dengan larinya dari singa. Kenapa ? karena keduanya sama-sama mematikan. Takut dari singa, merupakan takut yang sifatnya thabi’i (bawaan) karena suatu sebab yang jelas. Dan ini boleh. Sama halnya dengan takut dari penyakit menular.
Telah diriwayatkan dari Amr Ibn Syarid dari bapaknya, beliau berkata :”Ada seorang laki-laki utusan bani Tsaqif yang kena penyakit kusta. Maka Nabi mengutus sesorang kepadanya untuk menyampaikan : “Kami telah membaiat anda, dan sekarang pergilah !”. [HR. Muslim : 2231]
Baiat tanpa salaman dan langsung diminta untuk pergi dalam upaya untuk meminimalisir penyebaran penyakit kusta. Apakah dengan perbuatan ini berarti Nabi ﷺ telah dianggap cacat aqidahnya ? Tentu tidak. Bahkan inilah yang benar. Tauhid tidak melarang kita melakukan ikhtiar agar selamat dari sesuatu yang membahayakan diri kita. Dan inilah yang namanya tawakkal.
Al-Hafidz Ibnu Hajar menyatakan :
فَالْحَاصِل أَنَّ الْأُمُورَ الَّتِي يُتَوَقَّعُ مِنْهَا الضَّرَرُ وَقَدْ أَبَاحَتِ الْحِكْمَةُ الرَّبَّانِيَّةُ الْحَذَرَ مِنْهَا
“Kesimpulannya, sesungguhnya berbagai perkara yang dikhawatirkan akan menimbulkan mudharat, hikmah Rabbaniyyah (Hikmah Allah) telah membolehkan untuk berhati-hati darinya.” [Fathul Bari : 10/162].
Wallahu a’lam.
24 Rajab 1441H
Balai Diklat Kemenag Padang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
TELISIK, SKHK dan PPKP Penyuluh Agama 2023 Juli 07, 2023 Standar Kualitas Hasil Kerja dan Pedoman Penilaian Kinerja Penyuluh Agama merupak...
-
Tauhid dan Keimanan [Ringkasan Fiqih Islam (1)] (pdf) 1.5 MB (doc) 4.6 MB Fiqih Al quran dan Sunnah di Fadhail Amal dan Akhlak dan Adab...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-qur’an ialah kitab yang perlu dikaji mendalam, karena merupakan sumber hukum yang pertama ...
mantap.salam kenal....cukup produktif...ijin ada beberapa yang kami copy khusus terkait blangko laporan penyuluh agama...hidup jayalah penyuluh kita. Munawar PAIF Kemenag Way Kanan
BalasHapus