BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Islam menganjurkan umatnya agar
selalu ingat akan mati, Islam juga menganjurkan umatnya untuk mengunjungi orang
yang sedang sakit, menghibur dan mendoakannya. Apabila seseorang telah
meninggal dunia, hendaklah seorang dari mahramnya yang paling dekat dan sama
jenis kelaminnya melakukan kewajiban yang mesti dilakukan terhadap jenazah,
yaitu memandikan, mengkafani, mensholatkan, dan menguburkannya.
Menyelenggarakan jenazah yaitu
sejak dari menyiapkannya, memandikannya, mengkafaninya, mensholatkannya,
membawanya ke kubur sampai kepada menguburkannya adalah perintah agama yang
ditujukan kepada kaum muslimin. Apabila perintah itu telah dikerjakan oleh
sebagian mereka sebagaimana mestinya, maka kewajiban melaksanakan perintah itu
berarti sudah terbayar. Kewajiban yang demikian sifatnya dalam istilah agama
dinamakanfardhu kifayah.
Karena semua amal ibadah harus
dikerjakan dengan ilmu, maka mempelajari ilmu tentang peraturan-peraturan di
sekitar penyelengaraan jenazah itupun merupakan fardhu kifayah juga.
Akan berdosalah seluruh anggota
sesuatu kelompok kaum muslimin apabila dalam kelompok tersebut tidak terdapat
orang yang berilmu cukup untuk melaksanakan fardhu kifayah di sekitar
penyelenggaraan jenazah itu.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Seorang muslim hendaknya
senantiasa mempersiapkan diri untuk menyongsong kematian dengan memperbanyak
amal shalih dan menjauhkan diri dari perkara haram. Apabila seorang muslim
telah dipastikan meninggal, maka wajib bagi orang yang berada di dekatnya untuk
melakukan beberapa hal :
Menutup kedua mata si mayit.
“Sesungguhnya pandangan mata akan mengikuti ruh saat keluar
(dari jasad).” (HR. Muslim)
Melemaskan seluruh persendian si
mayit agar tidak mengeras, serta meletakkan, sesuatu di atas perutnya agar
tidak mengembung. Menutup sekujur jasad si mayit dengan kain
“Aisyah ra berkata, “Ketika Rasulullah saw wafat, jenazah beliau
ditutupi dengan kain yang bercorak.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Menyegerakan penyelenggaraan jenazahnya, shalat dan penguburan.
Islam telah mengingatkan kita semua bahwa setiap insan yang bernyawa pasti
mengalami kematian. Allah SWT telah berfirman :
كُلُّ
نَفۡسٖ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوۡنَ أُجُورَكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۖ
فَمَن زُحۡزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدۡخِلَ ٱلۡجَنَّةَ فَقَدۡ فَازَۗ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ
ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلۡغُرُورِ ١٨٥
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya
pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari
neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung.
Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” ( Q.S.
Ali-‘Imran :185)
A.
Tata cara pengurusan jenazah
1. Menghadapi orang sakit / sekaratul maut
2. Tajhizul Jenazah (Merawat Mayit)
a. Memandikan jenazah
b. Mengkafani jenazah
c. Menshalatkan jenazah
d. Mengubur jenazah
e. Takziah dan ziarah kubur
1.
MENGHADAPI ORANG SAKIT (SAKARATUL MAUT)
Apabila kita mendengar berita
tentang saudara kita muslim dalam keadaan sakit maka kita disunatkan untuk
menjenguknya sebagai mana hadis riwayat Bukhari dan Muslim
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ : اِنَّ رَسُولُ اللهِ صلعم قَال حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى
الْمُسْلِمِ خَمْسٌ : رَدُّالسَّلاَمِ , وَعِيَادَةُالْمَرِضِ , وَاتِّبَاعُ
الْجَنَائِزِ ,وَاِجَابَةُ الدُّعْوَةِ ,
وَتَشْمِيْتُ الْعَاطِسِ / رواه البخارى ومسلم
Artinya : Abu Hurairah menerangkan : Bahwa Rasulullah s a w
bersabda : Hak orang muslim atas orang muslim lainnya ada lima : menjawab salam
, mengunjungi orang sakit, mengantar jenazah , memenuhi undangan dan mentasymit
( mendoa ‘akan ) orang bersin .
Beberapa hal yang sebaiknya
dilakukan orang yang sakit (Muhtadlir/Orang sekarat pati) :
1. Menghibur dengan membesarkan hatinya
2. Meminta agar tetap bersabar
3. Membaringkan muhtadlir pada lambung sebelah kanan dan
menghadapkannya ke arah qiblat.
Jika tidak memungkinkan semisal karena tempatnya terlalu sempit atau ada
semacam gangguan pada lambung kanannya, maka ia dibaringkan pada lambung
sebelah kiri, dan bila masih tidak memungkinkan, maka diterlentangkan menghadap
kiblat dengan memberi ganjalan di bawah kepala agar wajahnya bisa menghadap qiblat.
4. Membaca surat Yasin dengan suara agak keras, dan surat Ar Ra’du
dengan suara pelan. Faedahnya adalah untuk mempermudah keluarnya ruh. Nabi saw.
bersabda:
5. (اِقْرَؤُاْ يٰس عَلَى مَوْتٰاكُمْ. (رواه أبو داود
“Bacakanlah
surat yasin atas orang-orang (yang akan) mati kalian”.(HR. Abu Dawud)
Bila
tidak bisa membaca keduanya, maka cukup membaca surat Yasin saja.
6. Mentalqin kalimat tahlil dengan santun, tanpa ada kesan
memaksa. Nabi Muhammad saw. bersabda:
7. (لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلٰهَ
إِلاَّ اللهُ. (رواه مسلم)
“Tuntunlah
orang (yang akan) mati diantara kamu dengan ucapan laailaha illallah”. (HR. Muslim)
8. مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ
إِلٰهَ إلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ. رواه الحاكم
“Barangsiapa
ucapan terakhirnya kalimat laailaha illallah, maka ia akan masuk surga”. (HR. Hakim)
Dalam
mentalqin, pentalqin (mulaqqin) tidak
perlu menambah kata, kecuali muhtadlir (orang yang akan mati) bukan seorang
mukmin, dan ada harapan akan masuk Islam. Talqin tidak perlu diulang kembali jika muhtadlir telah mampu mengucapkannya, selama ia
tidak berbicara lagi. Sebab, tujuan talqin adalah agar kalimattahlil menjadi penutup kata yang terucap dari
mulutnya.
9. Memberi minum apabila melihat bahwa ia menginginkannya. Sebab
dalam kondisi seperti ini, bisa saja syaitan menawarkan minuman yang akan
ditukar dengan keimanannya.
10. Orang yang menunggu tidak diperbolehkan membicarakan kejelekannya,
sebab malaikat akan mengamini perkataan
mereka.
11. Sikap Seorang Muslim jika ada Muslim Lain yang Baru Saja
Meninggal
a)
Hendaklah kita mengucapkan Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raajiun.
b)
Menutup (memejamkan) matanya.
c) Menutup mulutnya, yaitu dengan
mengikat dagu dan kepalanya.
d)
Qiamkan tangannya.
e)
Luruskan kakinya lalu ikat kedua ibu jari kakinya.
f)
Letakkan ketempat yang tinggi dan Hadapkan ke Qiblat.
g) Menutup badannya dengan kain agar
auratnya tidak terlihat.
h) Diperbolehkan menciumnya sebagai
tanda berduka cita.
i)
Membayarkan hutangnya.
“Dari
Abu Hurairah,Rasulullah saw. bersabda: “Diri orang mukmin itu tergantung (tidak
sampai ke hadirat Allah) karena utangnya,hingga utang itu dibayar.” (H.R. at-
Tirmidzi)
j)
Memberi tahu keluarga, kerabat, dan teman-temannya agar mereka segera
mengurus, mendoakan dan menshalatkannya.
k)
Tidak melukainya, sebagaimana tidak melukai badan orang yang
masih hidup.
l)
Tidak mencelanya.
Untuk menghadapi kematian
biasanya orang merasa tidak siap dengan berbagai alasan yang dibuatnya, antara
lain:
1.
Merasa masih sedikit amalnya
2.
Merasa dosanya masih banyak
3.
Anak-anaknya masih kecil, dan lain-lain
Apapun alasan yang dikemukakan
apabila sudah datang waktu kematian, maka kematian itu akan tiba juga ,
sebagaimana firman Allah dalam QS Yunus : 49
قُل
لَّآ أَمۡلِكُ لِنَفۡسِي ضَرّٗا وَلَا نَفۡعًا إِلَّا مَا شَآءَ ٱللَّهُۗ
لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌۚ إِذَا جَآءَ أَجَلُهُمۡ فَلَا يَسۡتَٔۡخِرُونَ سَاعَةٗ
وَلَا يَسۡتَقۡدِمُونَ ٤٩
Artinya: “Katakanlah: “Aku tidak berkuasa mendatangkan
kemudharatan dan tidak (pula) kemanfa’atan kepada diriku, melainkan apa yang
dikehendaki Allah. Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal
mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak
(pula) mendahulukan (nya).” (QS.Yunus :49)
Haram melakukan perbuatan niyahah
( meratap ) ketika ada musibah kematian , adapun yang termasuk niyahah yaitu :
1. اَلصَّالِقَةِ : Wanita yang
menangis menjerit – jerit ketika kena musibah kematian
2. اَلْحَالِقَةِ :Wanita yang mencukur
atau mengacak – acak rambut ketika kena musibah kematian
3. اَشَّاقَّةِ : Wanita yang merobek
– robek baju ketika kena musibah kematian
2.
TAJHIZUL JENAZAH (MERAWAT MAYIT)
Tajhizul jenazah adalah merawat atau
mengurus seseorang yang telah meninggal. Perawatan di sini berhukum fardlu kifayah, kecuali bila hanya
terdapat satu orang saja, maka hukumnya fardlu ‘ain.
Hal-hal yang harus dilakukan saat merawat jenazah sebenarnya
meliputi lima hal,yaitu:
1. Memandikan
2. Mengkafani
3. Menshalatkan
4. Memakamkan
5. Takziah dan ziarah kubur
Dari keempat hal yang diwajibkan di atas, pada taraf praktek
terdapat beberapa pemilahan sebagai berikut:
Orang Muslim
a. Muslim yang bukan syahid
Kewajiban yang harus dilakukan adalah:
1. Memandikan.
2. Mengkafani.
3. Menshalati.
4. Memakamkan.
b. Muslim yang syahid dunia atau syahid dunia akhirat, mayatnya tidak perlu
dimandikan dan dishalati, sehingga kewajiban merawatnya hanya meliputi:
1.
Menyempurnakan kafannya jika pakaian yang dipakainya tidak cukup
untuk menutup seluruh tubuhnya.
2.
Memakamkan.
Bayi yang terlahir sebelum usia 6 bulan (Siqtu)
Dalam kitab-kitab salafy dikenal tiga macam kondisi bayi,
yakni:
a. Lahir dalam keadaan hidup. Perawatannya sama dengan perawatan
jenazah muslim dewasa.
b. Berbentuk manusia sempurna, tapi tidak tampak tanda-tanda
kehidupan. Hal-hal yang harus dilakukan sama dengan kewajiban terhadap jenazah
muslim dewasa, selain menshalati.
c. Belum berbentuk manusia sempurna. Bayi yang demikian, tidak ada
kewajiban apapun dalam perawatannya, akan tetapi disunahkan membungkus dan
memakamkannya.
Adapun bayi yang lahir pada usia 6 bulan lebih, baik terlahir
dalam keadaan hidup ataupun mati, kewajiban perawatannya sama dengan orang
dewasa.
Orang Kafir
Dalam hal ini orang kafir dibedakan menjadi dua:
a. Kafir dzimmi (termasuk kafir muaman dan mu’ahad)
Hukum
menshalati mayit kafir adalah haram, adapun hal yang harus dilakukan pada mayat
kafir dzimmi adalah mengkafani dan memakamkan.
b. Kafir harbi dan Orang murtad
Pada
dasarnya tidak ada kewajiban apapun atas perawatan keduanya, hanya saja
diperbolehkan untuk mengkafani dan memakamkannya.
2.1). Memandikan
Jenazah
Memandikan mayat hukumnya adalah fardhu kifayah atas muslimin
lain yang masih hidup. Artinya, apabila diantara mereka ada yang
mengerjakannya, maka kewajiban itu sudah terbayar dan gugur bagi muslimin
selebihnya. Karena perintah memandikan mayat itu adalah kepada umumnya kaum
muslimin. Sedangkan muslim yang mati syahid tidaklah dimandikan walau ia dalam
keadaan junub sekalipun, melainkan ia hanya dikafani dengan pakaian yang baik
untuk kain kafan, ditambah jika kurang atau dikurangi jika berlebih dari
tuntunan sunnah, lalu dimakamkan dengan darahnya tanpa dibasuh sedikitpun juga.
Dan beliau menyuruh agar para syuhada dari perang Uhud dikubukan dengan darah
mereka tanpa dimandikan dan disembahyangkan.
a. Syarat Wajib Memandikan Jenazah :
1.
Mayat orang Islam.
2.
Ada tubuhnya walaupun sedikit.
3.
Mayat itu bukan mati syahid.
Lafal lafal niat memandikan
jenazah
Lafal niat memandikan jenazah
laki – laki
نَوَيْتُ الْغُسْلِ لِهٰذَا الْمَيِّتِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Lafal niat memandikan jenazah
perempuan
نَوَيْتُ الْغُسْلِ لِهٰذِهِ الْمَيِّتِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Lafal niat mentayamumkan jenazah
نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ عَنْ تَحْتِ قُلْفَةِ هٰذَا الْمَيِّتِ
لِلّٰهِ تَعَالَى
Artinya :
Saya niat tayamum untuk menggantikan membasuh dibawah ( …. ) ini jenazah karena allah ta ‘ala
Saya niat tayamum untuk menggantikan membasuh dibawah ( …. ) ini jenazah karena allah ta ‘ala
b. Tahap-tahap memandikan jenazah :
1.
Letakkan mayat pada tempat yang tinggi, seperti bangku panjang,
batang pisang yang dijejerkan.
2.
Gunakan tabir untuk melindungi tempat memandikan dari pandangan
umum.
3. Ganti pakaian jenazah dengan
pakaian basahan, seperi sarung agar lebih mudah memandikannya, tetapi auratnya
tetap ditutup.
4.
Sandarkan punggung jenazah dan urutlah perutnya agar kotoran di
dalamnya keluar.
5. Basuhlah mulut, gigi, jari,
kepala dan janggutnya.
6. Sisirlah rambutnya agar rapi.
7.
Siramlah seluruh badan lalu bilas dengan sabun.
8.
Mewudlukan mayit. Adapun rukun dan kesunahannya sama persis
dengan wudlunya orang hidup. Hanya saja, saat berkumur disunahkan tidak membuka
mulut mayit agar airnya tidak masuk ke dalam perut. Hal ini apabila tidak
terdapat hajat untuk membukanya.
Adapun niatnya
adalah:
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ الْمَسْنُوْنَ لِهٰذَا الْمَيِّتِ/ لِهٰذِهِ
الْمَيِّتَةِ ِللهِ تَعَالٰى
9.
Mengguyur seluruh tubuh mayit dengan air yang dicampur sedikit
kapur barus. Dengan catatan, saat meninggal mayit tidak dalam keadaan ihram. Saat basuhan terakhir
ini, sunah membaca niat:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِهٰذَا
الْمَيِّتِ/ هٰذِهِ الْمَيِّتَةِ ِللهِ تَعَالٰى
Atau
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لاِسْتِبَاحَةِ
الصَّلاَةِ عَلَيْهِ/ عَلَيْهَا
c. Yang Berhak Memandikan Mayat :
Jikalau mayitnya laki-laki yang memandikan harus laki-laki
begitu pula apabila mayitnya perempuan, kecuali apabila masih ada ikatan mahram, suami-istri, atau mayit
adalah anak kecil yang belum menimbulkan syahwat. Bila tidak ditemukan orang
yang boleh memandikan, maka mayit cukup ditayamumi dengan ditutup semua anggota
tubuhnya selain anggota tayamum, dan yang mentayamumi harus memakai alas
tangan.
Urutan orang yang lebih utama memandikan mayit laki-laki adalah
ahli waris ashabah laki-laki, kerabat lai-laki yang lain,
istri, orang laki-laki lain. Waris ashabah yang dimaksud adalah:
1. Ayah
2. Kakek dan seatasnya
3. Anak laki-laki
4. Cucu laki-laki dan sebawahnya
5. Saudara laki-laki kandung
6. Saudara laki-laki seayah
7. Anak dari saudara laki-laki kandung
8. Anak dari saudara laki-laki seayah
9. Saudara ayah kandung
10. Saudara ayah seayah
Bagi mayit perempuan, yang paling utama memandikannya adalah
perempuan yang masih memiliki hubungan kerabat dan ikatanmahram dengannya ;seperti anak perempuan, ibu
dan saudara perempuan.
Bila seorang perempuan meninggal dan di tempat itu tidak ada
perempuan, suami atau mahramnya, maka mayat itu hendaklah “ditayammumkan” saja,
tidak boleh dimandikan oleh laki-laki yang lain. Kecuali kalau mayat itu adalah
anak-anak, maka laki-laki boleh memandikanya . Begitu juga kalau yang meninggal
adalah seorang laki-laki. Jika ada beberapa orang yang berhak memandikan, maka
yang lebih berhak ialah keluarga yang terdekat dengan si mayit, dengan syarat
ia mengetahui kewajiban mandi serta dapat dipercaya. Kalau tidak, berpindahlah
hak itu kepada keluarga jauh yang berpengetahuan serta amanah (dipecaya).
Rasulullah SAW bersabda :
”Dari ‘Aisyah Rasul bersabda : “Barang siapa memandikan mayat
dan dijaganya kepercayaan, tidak dibukakannya kepada orang lain apa-apa yang
dilihat pada mayat itu, maka bersihlah ia dari segala dosanya, seperti
keadaannya sewaktu dilahirkan oleh ibunya”. Kata Beliau lagi : “Yang
memimpinnya hendaklah keluarga yang terdekat kepada mayat jika ia pandai
memandikan mayat. Jika ia tidak pandai, maka siapa saja yang dipandang berhak
karena wara’nya atau karena amanahnya.” (H.R Ahmad)
2.2). Mengkhafani
Pada dasarnya tujuan mengkafani adalah menutup seluruh bagian
tubuh mayit. Walaupun demikian para fuqaha’ memberi batasan tertentu sesuai dengan
jenis kelamin mayit. Batasan-batasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Batas Minimal
Batas minimal mengkafani mayit, baik laki-laki ataupun
perempuan, adalah selembar kain yang dapat menutupi seluruh tubuh mayit.
2. Batas Kesempurnaan
a) Bagi mayit laki-laki
Bagi mayit laki-laki yang lebih utama adalah 3 lapis kain kafan dengan
ukuran panjang dan lebar sama, dan boleh mengkafani dengan 5 lapis yang terdiri
dari 3 lapis kain kafan ditambah surban dan baju kurung, atau 2 lapis kain
kafan ditambah surban, baju kurung dan sarung.
b) Bagi mayit perempuan
Bagi mayit perempuan kafannya adalah 5 lapis yang terdiri dari 2
lapis kain kafan ditambah kerudung, baju kurung dan sewek. Kain kafan yang
dipergunakan hendaknya berwarna putih dan diberi wewangian, bila mengkafani
lebih dari ketentuan batas maka hukumnya makruh, sebab dianggap berlebihan.
a.Cara-cara Mengkafani Mayit
Siapkan 5 lembar kain berwarna putih yang terdiri dari surban
atau kerudung, baju kurung, sarung atau sewek,
dan 2 lembar kain
untuk menutup seluruh tubuh mayit. Untuk memudahkan proses
mengkafani, urutan peletakannya adalah sebagai berikut:
1. Tali.
2. Kain kafan pembungkus seluruh tubuh.
3. Baju kurung.
4. Sarung atau sewek.
5. Sorban atau kerudung.
6. Setelah kain kafan diletakkan di tempatnya, letakkan mayit yang
telah selesai dimandikan dengan posisi terlentang di atasnya dalam keadaan
tangan disedekapkan.
7. Letakkan kapas yang telah diberi wewangian pada anggota tubuh yang
berlubang, anggota tubuh ini meliputi:
a) Mata
b) Lubang hidung
c) Telinga
d) Mulut
e) Dubur
Demikian juga pada anggota sujud, meliputi:
a) Jidat
b) Hidung
c) Kedua siku
d) Telapak tangan
e) Jari-jari telapak kaki
8. Mengikat pantat dengan kain sehelai.
9. Memakaikan baju kurung, sewek atau sarung, dan surban atau
kerudung.
10. Mayit dibungkus dengan kain kafan yang menutupi seluruh tubuhnya,
dengan cara melipat lapisan pertama, dimulai dari sisi kiri dilipat ke sisi
kanan, kemudian sisi kanan dilipat ke kiri. Begitu pula untuk lapis kedua dan
ketiga.
11. Mengikat kelebihan kain di ujung kepala dan kaki (dipocong), dan
diusahakan pocongan kepala lebih panjang.
12. Setelah ujug kepala dan ujung kaki diikat, sebaiknya ditambahkan
ikatan pada bagian tubuh mayit; seperti perut dan dada, agar kafan tidak mudah
terbuka saat dibawa ke pemakaman.
2.3). Mensholatkan Jenazah
a. Syarat-syarat Shalat Jenazah :
a) Mayit telah disucikan dari najis baik tubuh, kafan maupun
tempatnya.
b) Orang yang menshalati telah memenuhi syarat sah shalat (Menutup
aurat, suci hadats/najis dan menghadap kiblat)
a) Lafal lafal niat mewudhukan jenazah
Lafal
niat mewudhukan jenazah laki – laki
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِهٰذَا الْمَيِّتِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Lafal
niat mewudhukan jenazah perempuan
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِهٰذِهِ الْمَيِّتِ لِلّٰهِ تَعَالَى
b) Lafal lafal niat memandikan jenazah
Lafal
niat memandikan jenazah laki – laki
نَوَيْتُ الْغُسْلِ لِهٰذَا الْمَيِّتِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Lafal
niat memandikan jenazah perempuan
نَوَيْتُ الْغُسْلِ لِهٰذِهِ الْمَيِّتِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Lafal
niat mentayamumkan jenazah
نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ عَنْ تَحْتِ قُلْفَةِ هٰذَا الْمَيِّتِ
لِلّٰهِ تَعَالَى
Artinya
: Saya niat tayamum untuk menggantikan membasuh dibawah (…) ini jenazah karena
allah ta ‘ala .
c) Bila mayitnya hadir, posisi mushalli harus berada di belakang mayit. Adapun
aturannya adalah sebagai berikut:
1) Mayit laki-laki:
Mayit
dibaringkan dengan meletakkan kepala di sebelah utara. Imam atau munfarid berdiri lurus dengan kepala mayit.
2) Mayit perempuan
Cara
peletakkan mayit sama dengan mayit laki-laki, sedangkan imam atau munfarid berdiri lurus dengan pantat mayit.
d) Jarak antara mayit dan mushalli tidak melebihi 300 dziro’ atau sekitar 150 m. Hal ini jika
shalat dilakukan di luar masjid.
e) Tidak ada penghalang antara keduanya; misalnya seandainya mayit
berada dalam keranda, maka keranda tersebut tidak boleh dipaku.
f) Bila mayit hadir, maka orang yang menshalati juga harus hadir di
tempat tersebut.
b. Rukun Shalat Mayit
a)
Niat.
Lafal
lafal niat shalat jenazah
1.
untuk jenazah laki laki Satu
اُصَلِّى عَلَى هَذَا اْلمَيِّتِ اَرْبَعَ نَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ
اْلكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا / اِمَامًا لِلَّهِ تَعَالَى
2.
untuk jenazah laki laki dua
اُصَلِّىى عَلَى هَذَيْنِ اْلمَيِّتِ اَرْبَعَ نَكْبِيْرَاتٍ
فَرْضَ اْلكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا / اِمَامًا لِلَّهِ تَعَالَى
3.
untuk jenazah banyak
اُصَلِّى عَلَى هَۤؤُلاَءِاْلمَوْتَى اَرْبَعَ نَكْبِيْرَاتٍ
فَرْضَ اْلكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا / اِمَامًا لِلَّهِ تَعَالى
4.
untuk jenazah perempuan Satu
اُصَلِّى عَلَى هَذِهِ اْلمَيِّتَةِ اَرْبَعَ نَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ
اْلكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا / اِمَامًا لِلَّهِ تَعَالَى
5.
untuk jenazah ghoib ( imam )
اُصَلِّى عَلَى اْلمَيِّتِ اْلغَائِبِ (فُلاَنْ) اَرْبَعَ
نَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ اْلكِفَايَةِ اِمَامًا لِلَّهِ تَعَالَى
6.
untuk jenazah ghoib ( makmum )
اُصَلِّى عَلَى مَنْ صَلىَّ عَلَيْهِ اْلاِمَامُ اَرْبَعَ نَكْبِيْرَاتٍ
فَرْضَ اْلكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا لِلَّهِ تَعَالَى
b) Berdiri bagi yang mampu.
c) Melakukan takbir sebanyak empat kali termasuk takbiratulihram.
d) Membaca surat Al Fatihah setelah takbir pertama.
e) Membaca shalawat Nabi setelah takbir kedua.
Contoh bacaan sholawat:
اللّـٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى
سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ
f) Mendo’akan mayit setelah takbir ketiga.
Contoh do’a:
Lafal
doa setelah takbir ke 3
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ
وَاَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْ خَلَهُ وَاجْعَلِ الْجَنَّةَ مَثْوَاهُ
Artinya
: “ Ya Allah , ampunilah dia , berilah kasih (rahmat ) padanya , berilah maaf
padanya , muliakanlah kedatangannya (tempatnya ) , lapangkanlah pintu masuknya
( kekubur ) dan jadikanlah surga tempat kembalinya . “
Lafal
do ‘a setelah takbir ke 4
اَللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْناَ
اَجْرَهُ وَلاَ تَفْتِناَ بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَناَ وَلَهُ
“Ya
Allah , janganlah Engkau rugikan kami dari pada mendapat pahalanya , dan
janganlah Engkau beri kami fitnah sepeninggalnya , dan ampunilah kami dan dia .
“
Penjelasan
:
Ketika
membaca do‘a dalam salat jenazah setelah takbir ke 3 dan ke 4 hendaklah bacaan
dlamir ( kata ganti orang ) disesuaikan dengan jenis jenazah tersebut ( laki –
laki atau permpuan ), misalnya :
1. Apabila jenazahnya wanita maka dlamir ( kata ) hu ( هُ) diganti dengan dlamir ha ( هاَ )
2. Apabila jenazahnya dua orang maka dlamir ( kata ) hu ( هُ ) diganti dengan dlamir huma ( هُمَا )
3 Apabila jenazahnya banyak maka dlamir ( kata ) hu ( هُ ) diganti dengan dlamir hum ( هُمْ )
g) Mengucapkan salam pertama setelah takbir keempat.
Contoh
bacaan salam:
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
c. Kesunahan Dalam
Shalat Jenazah
a) Mengangkat kedua telapak tangan sampai sebatas bahu, lalu
meletakkannya diantara dada pusar pada setiap takbir.
b) Menyempurnakan lafadh niat;
أُصَلِّيْ عَلٰى هٰذاَ الْمَيِّتِ/ هٰذِهِ الْمَيِّتَةِ فَرْضَ
الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا/ إِمَامًا ِللهِ تَعَالىٰ.
c) Melirihkan bacaan fatihan, shalawat dan do’a.
d) Membaca ta’awwudz sebelum membaca surat Al Fatihah.
e) Tidak membaca do’a iftitah.
f) Membaca hamdalah sebelum membaca shalawat.
g) Menyempurnakan bacaan shalawat. Adapun lafadhnya adalah:
، اللّـٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ
حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
h) Menyempurnakan bacaan do’a untuk si mayit
اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ،
وَارْحَمْهُ، وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ
مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِمَاءٍ وَثَلْجٍ وبَرَدٍ، وَنَقِّهِ مِنَ الخَطَايَا
كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَاراً خَيْراً
مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْراً مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجاً خَيْراً مِنْ زَوْجِهِ،
وَقِهِ فِتْنَةَ الْقَبْرِ وَعَذَابِ الناَّرِ. اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّناَ،
وَمَيِّتِنَا، وَشَاهِدِنَا، وَغَائِبِنَا، وَصَغِيْرِنَا، وَكَبِيْرِنَا،
وَذَكَرِنَا، وَأُنْثَاناَ، اللّـٰهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ
عَلٰى اْلإِسْلاَمِ، وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلٰى
اْلإِيْمَانِ. اللّـٰهُمَّ هٰذَا عَبْدُكُ وَابْنُ عَبْدِكَ، خَرَجَ مِنْ رُوْحِ
الدُّنْيَا وَسَعَتِهَا وَمَحْبُوْبِهَا وَأَحِبَّائِهِ فِيْهَا إِلٰى ظُلْمَةِ
الْقَبْرِ وَمَا هُوَ لاَقِيَهُ، كاَنَ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ أَنْتَ،
وَأَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ وَأَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ، اللّـٰهُمَّ
نَزِّل بِكَ وَأَنْتَ خَيْرُ مَنْزُوْلٍ بِهِ، وَأَصْبَحَ فَقِيْراً إِلىٰ
رَحْمَتِكَ وَأَنْتَ غَنِيٌّ عَنْ عَذَابِهِ، وَقَدْ جِئْنَاكَ رَاغِبِيْنَ
إِلَيْكَ شُفَعَاءَ لَهُ، اللّـٰهُمَّ إِنْ كَانَ مُحْسِناً فَزِدْ فِيْ
إِحْسَانِهِ، وَإِنْ كَانَ مُسِيْئاً فَتَجَاوَزْ عَنْهُ، وَلَقِّهِ بِرَحْمَتِكَ
اْلأَمَنَ مِنْ عَذَابِكَ، حَتّٰى تَبْعَثَهُ إِلٰى جَنَّتِكَ يٰا أَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ.
i) Bila mayatnya anak kecil sunah untuk menambah do’a:
اللّـٰهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطاً
ِلأَبَوْيهِ وَسَلَفاً وَذُخْراً، وَعِظَةً وَاعْتِبَاراً وَشَفِيْعاً، وَثَقِّلْ
بِهِ مَوَازِيْنَهُمَا وَأَفْرِغِ الصَّبْرَ عَلٰى قُلُوْبِهِمَا وَلاَ
تَفْتِنَّهُمَا بَعْدَهُ وَلاَ تَحْرِمْهُمَا أَجْرَهُ.
j) Setelah takbir ke-empat sunah untuk membaca do’a:
اللّـٰهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا
أَجْرَهُ وَلاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ.
k) Membaca do’a untuk
masing-masing mukmin setelah membaca shalawat:
اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ.
l) Salam yang kedua sunah untuk
menyempur-nakan. Redaksinya adalah:
اَلسَّلاَمُ عَليْكُمْ وَرَحْمَةُ
اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.
m)
Sunah dilakukan di masjid dengan memper-banyak shaf .
2.4). Menguburkan Jenazah
Adapun urusan selanjutnya sesudah dishalatkan hendaknya jenazah
dibawa kepemakaman untuk dikuburkan. Meskipun demikian ada beberapa waktu yang
dianggap makruh oleh ulama untuk menguburkan jenazah adalah matahari terbit,
matahari berada ditengah-tengah dan matahari terbenam. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penguburan jenazah adalah :
1. Jenazah segera
dikuburkan.
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah
saw bersabda, ”Hendaklah kamu segerakan mengubur jenazah, karena jika orang
shaleh, maka kamu mendekatkannya pada kebaikan, dan jika ia bukan orang yang
shaleh, supaya kejahatan itu lekas terbuang dari tanggunganmu.” (H.R.Muslim).
3. Liang lahat dibuat seukuran
jenazah dengan dengan kedalaman kira-kira setinggi orang ditambah setengah
lengan, lebar kira-kira 1 meter.
4.
Liang lahat tidak dibongkar dengan binatang buas. Maksud
menguburkan jenazah adalah untuk menjaga kehormatan mayat dan menjaga keehatan
orang-orang disekitar makam dari bau busuk.
5.
Mayat dipikul dari empat penjuru.
“Barang siapa yang mengikuti jenazah maka hendaklah memikul pada keempat penjuru ranjang (keranda) karena sesungguhnya seperti itu adalah dari sunah Nabi. (H.R.Ibnu Majah)
“Barang siapa yang mengikuti jenazah maka hendaklah memikul pada keempat penjuru ranjang (keranda) karena sesungguhnya seperti itu adalah dari sunah Nabi. (H.R.Ibnu Majah)
6.
Setelah sampai di tempat pemakaman, jenazah dimasukkan ke liang
lahat dengan posisi miring ke kanan dan dihadapkan ke kiblat. Ketika meletakkan
jenazah di dalam kubur, kita membaca doa :
ﺒﺳﻢﺍﷲ ﻮﻋﻟﻰﻤﻟﺔﺮﺴﻭﻝﷲ
Artinya
:
Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah. (H.R.at-Tirmidzi)
Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah. (H.R.at-Tirmidzi)
7.
Lepaskan tali-tali pengikat,lalu tutup dengan papan, kayu, atau
bambu, dan timbun sampai galian liang kubur menjadi rata.
Doa
Orek Kubur :
ﻤﻧﻬﺎﺨﻟﻗﻛﻢﻮﻤﻧﻬﺎﻨﻌﻳﺪﻜﻢﻮﻤﻧﻬﺎﻨﺧﺭﺠﻜﻢﺘﺎﺭﺓﺍﺧﺭﻯ
8. Mendoakan dan memohonkan ampun atas jenazah.
9. Tata Cara Menguburkan Jenazah :
Dalam
penguburan jenazah, kita tidak boleh sembarangan. Kita harus mengetahui tata
cara penguburannya. Tata cara tersebut adalah sebagai berikut :
Waktu Untuk Mengubur Mayat
Mengubur mayat boleh pada siang atau malam hari. Beberapa sahabat Rasulullah saw dan keluarga beliau dikubur pada malam hari.
Mengubur mayat boleh pada siang atau malam hari. Beberapa sahabat Rasulullah saw dan keluarga beliau dikubur pada malam hari.
·Memperdalam Galian Lubang Kubur
Maksud mengubur mayat ialah supaya tertutup, tidak nampak jasadnya dan tidak tercium baunya dan juga agar tidak mudah dimakan burung atau binatang lainnya. Oleh sebab itu, lubang kubur harus cukup dalam sehingga jasad mayat itu aman dari hal-hal di atas.
Maksud mengubur mayat ialah supaya tertutup, tidak nampak jasadnya dan tidak tercium baunya dan juga agar tidak mudah dimakan burung atau binatang lainnya. Oleh sebab itu, lubang kubur harus cukup dalam sehingga jasad mayat itu aman dari hal-hal di atas.
Tentang Liang Lahad
a.
Cara menaruh mayat dalam kubur ada yang ditaruh di tepi lubang
sebelah kiblat, kemudian di atasnya ditaruh semacam papan dengan posisi agak
condong, supaya nantinya setelah ditimbun mayat tidak langsung tertimpa tanah.
Cara ini dalam bahasa Arab disebut lahad.
b.
Ada juga dengan menggali di tengah-tengah dasar lubang kubur,
kemudian mayat diletakkan di dalamnya, lalu di atasnya diletakkan semacam papan
dengan posisi mendatar untuk penahan tanah timbunan. Cara ini dalam bahasa Arab
disebut syaqqu atau dlarhu.
c.
Cara lain ialah menaruh mayat dalam peti dan menanam bersama
peti tersebut ke dalam kubur. Atau peti tersebut terlebih dahulu diletakkan
dalam keadaan kosong dan terbuka, kemudian setelah mayat dimasukkan ke dalam
peti lalu peti itu ditutup lalu ditimbun dengan tanah.
Cara Memasukkan Mayat ke Dalam
Lubang Kubur;
a.
Cara terbaik ialah dengan mendahulukan memasukkan kepala mayat
dari arah kaki kubur, karena demikian menurut sunnah Rasulullah SAW.
b.
Menghadapkan Mayat ke Arah Kiblat
Baik di dalam lahad, syaqqu maupun dikubur di dalam peti, mayat diletakkan miring ke kanan menghadap kea arah kiblat dengan menyandarkan bagian tubuh sebelah kiri ke dinding kubur atau dinding peti supaya tidak terlentang kembali.
Baik di dalam lahad, syaqqu maupun dikubur di dalam peti, mayat diletakkan miring ke kanan menghadap kea arah kiblat dengan menyandarkan bagian tubuh sebelah kiri ke dinding kubur atau dinding peti supaya tidak terlentang kembali.
c.
Tentang Mengalas Dasar Kubur
Para ulama mazhab empat berpendapat makruh menaruh hamparan atau bantal di bawah mayat di dalam kubur. Bahkan para ulama menganjurkan supaya ditaruh tanah di bawah pipi mayat sebelah kanan setelah dibukakan kain kafannya dari pipi itu ditempelkan langsung ke tanah.
Para ulama mazhab empat berpendapat makruh menaruh hamparan atau bantal di bawah mayat di dalam kubur. Bahkan para ulama menganjurkan supaya ditaruh tanah di bawah pipi mayat sebelah kanan setelah dibukakan kain kafannya dari pipi itu ditempelkan langsung ke tanah.
d.
Berdoa Waktu Menaruh Mayat Dalam Kubur. Pada waktu mayat dimasukkan ke dalam kubur
maka dianjurkan supaya membaca doa:
ﺒﺳﻢﺍﷲﻮﻋﻟﻰﻤﻟﺔﺮﺴﻭﻝﷲ
Artinya: “Dengan nama Allah dan
atas agama Rasulullah”.
e.
Menutupi Kubur Mayat Perempuan Pada Waktu Ia Dimasukkan
Kedalamnya.
Bagi mayat perempuan hendaknya dibentangkan kain dan sebagainya di atas kuburnya pada waktu ia dimasukkan kedalamnya.
Bagi mayat perempuan hendaknya dibentangkan kain dan sebagainya di atas kuburnya pada waktu ia dimasukkan kedalamnya.
f.
Mencurah Kubur Dengan Tanah Tiga Kali. Sesudah mayat diletakkan dengan baik,
maka masing-masing orang yang menyaksikan penguburan itu dianjurkan mencurahi
lubang kubur itu dengan tanah tiga kali dengan tangannya dari arah kepalanya.
Sesudah itu, dilanjutkan ditimbun dengan tanah galian kubur itu sampai cukup.
g.
Sunat Menyapu Kubur Dengan Telapak Tangan. Disunnatkan bagi orang yang
menyaksikan pemakaman mayat, menyapu kubur dari arah kepala mayat sebanyak tiga
kali.
h.
Sunat Berdoa Untuk Mayat Seusai Pemakaman. Disunatkan memohon ampun bagi mayat dan
minta dikuatkan pendiriannya seusai ia dimakamkan, karena pada saat itu ia
sedang ditanya di dalam kubur
B. TAKZIAH
Takziah artinya melawat atau menjenguk orang yang meninggal
dunia untuk turut mengatakan bela sungkawakepada keluarganya, serta member
penghormatan terakhir kepada orang yang telah dipanggiluntuk menghadap
kehadirat Allah SWT.
Takziah dapat dilakukan sebelum dan sesudah jenazah dikuburkan
hingga selam tiga hari. Namun demikian, takziah diutamakan dilakukan sebelum
jenazah dikuburkan.
1. Adab dan
Etika Takziah
1)
Apabila kita mendengar kabar ada seseorang yang meninggal dunia,
maka hendaklah mengucapkan:
2)
Datanglah dengan segera melawat kerumah duka, masuklah
kerumahnya dengan mengucapkan salam dam mendoakan.
3)
Pada ssaat takziah, hendaklah bersikap dan berpakaian sopan.
4)
Hendaknya memberikan nasihat untuk tetap sabar dan tabah dalam
menghadapi musibah.
5)
Hendaklah ikut mengerjakan shalat jenazahdengan ikhlas dan
khusyuk.
6)
Apabila tidak ada uzur, hendaklah kita mengantarkan jenazah itu
sampai selesai dimakamkan.
7)
Memberikan bantuan materi dan moril kepada keluarga yang
ditinggalkan, termasuk memberoikan makanan , karena mereka sedang mendapat
cobaan.
2. Hikmah
Takziah
a.
Dapat meringankan beban keluarga si mayat, terutama dari segi
mental, sehingga merasa sedikit terhibur.
b.
Tugas dan kewajiban keluarga yang ditinggalkan terbantu.
c.
Dapat mengingatkan akan kematian
d.
Penghormatan terakhir pada almarhum/ah
e.
Ikut mendoakan almarhum/ah
f.
Mempererat tali persaudaraan umat muslim
C. ZIARAH
KUBUR
1. Pengertian dan Hukum Ziarah Kubur
Ziarah kubur adalah datang ke makam keluarga atau bukan
keluargadengan maksud untuk mendoakan agar diterima amalnya dan diampuni
dosanya oleh Allah SWT. Ziarah kubur adalah sunah bagi laki-laki, sedangkan
bagi perempuan adalah makruh. Alasannya dikhawatirkan perempuan akan menambah
perasaan sedih.
2. Adab (Etika) Berziarah Kubur
Ada beberapa etika dalam berziarah kubur, yakni sebagai berikut:
a. Peziarah hendaknya mengucapkan
salam kepada ahli kubur ketika memasuki area makam.
b. Membaca doa-doa, istighfar,
tahlil, surah yasin, dan lain sebagainya.Dengan harapan mereka mendapat
pengampunan dari Allah SWT.
c. Pada saat berziarah kubur, bersikap sopan dan berhati-hati, jangan
duduk diatas kuburan atau bergurau , bermain-main atau yang tidak sesuai dengan
suasana ziarah kubur.
d. Ziarah kubur orangtuanya atau orang lain bukan untuk meminta
sesuatu, tetapi mendoakan kepada ahli kubur agar mendapat pengampunan dari
Allah SWT.
3. Hikmah Ziarah Kubur
Hikmah ziarah kubur diantaranya:
a. Ziarah kubur dapat mengingatkan akan akhirat, maka akan menambah
tebalnya iman kepada Allah SWT dan memperbanyak amal saleh.
b. Kita dapat melakukan kontak batin dengan arwah almarhumah, sekalipun
dengan alam yang berbeda melalui doa.
c. Ziarah kubur adalah perbuatan
ibadah karena sunah Rasulullah. Dengan melihat nisan sebagai saksi bisu akan
tumbuh rasa takut kepada Allah SWT.
Pada
awalnya ziarah kubur dilarang oleh Rasulullah karena dikhawatirkan menimbulkan
syirik (meminta pada leluhurnya) akantetapi setelah Rasulullah SAW menilai
bahwa tingkat keimanan umat sudah kuat, maka Rasullulah pun memerintahkan untuk
berziarah kubur. Selain itu berziarah kubur banyak lagi hikmah yang dapat
digali.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam makalah ini terdapat tata cara memandikan, mengkafani,
menyalatkan dan menguburkan jenazah. Selain itu juga makalah ini juga
mengandung suatu nilai dimana dalam penyelenggaraan jenazah merupakan suatu
etika dalam islam yang diajarkan oleh nabi Muhammad SAW, penyelenggaraan
jenazah juga merupakan penghormatan orang ditinggalkan atau orang hidup
terhadap orang yang meninggal tersebut, yang menggambarkan rasa persatuan dan
kesatuan sebagai mahluk sosial yang berasal dari yang kuasa dan akan kembali
kepada yang kuasa. Dan terakhir didalam makalah ini mengandung unsur suatu
keterampilan dimana didalam penyelenggaran jenazah ini seseorang dapat
mengetahui tata cara dalam penyelenggaraan ataupun pengurusan jenazah.
Penyelenggaraan ini merupakan suatu bukti rasa saling menganggap
manusia merupakan makhluk yang berasal dari yang satu dan akan kembali padanya.
Walaupun hukumnya fardhu kifayah, dalam pengurusan jenazah ini kita dianjurkan
untuk lebih mendalami pengetahuan baik memandikan, mengafankan, menyolatkan,
dan juga menguburkan jenazah .
DAFTAR BACAAN
1.
Sayyid Sabiq,
Fiqh Sunnah, terjemahan, Al-Ma’arif, Bandung, 1987
2.
Ibnu Hajar
al-Asqalani, Bulughul Maram, terjemahan, Pustaka As—Sunnah, Jakarta 2008
3.
Syaikh Kamil
Muhammad Uwaidah, Fiqh Wanita, Pustaka al-Kautsar, Jakarta, 1996
4.
Syaikh
Abdurrahman bin Abdullah al-Ghaits, Bimbingan Praktis Penyelenggaraan Jenazah,
Pustaka At-Tibyan, Jakarta 2008
5.
Labib, Risalah
Tuntunan Merawat Jenazah, Terbit Terang Surabaya, 1997
6.
Abdul
Waid, Panduan Memandikan dan Menguburkan Jenazah, Diva, Jakarta, 2012
7.
Yunus, M., Tafsir
Quranul Karim, Hidayah Karya Agung Jakarta, 1986
Tidak ada komentar:
Posting Komentar