Rabu, 15 Juni 2011

MasriZal: HARGA KEJUJURAN

MasriZal: HARGA KEJUJURAN

MasriZal: KEJUJURAN

MasriZal: KEJUJURAN
TAK ADA TEMPAT LAGI UNTUK ORANG JUJUR

MasriZal: TAK ADA TEMPAT LAGI UNTUK ORANG JUJUR

MasriZal: TAK ADA TEMPAT LAGI UNTUK ORANG JUJUR

TAK ADA TEMPAT LAGI UNTUK ORANG JUJUR

BETULKAH DI NEGERI INI TAK ADA LAGI TEMPAT UNTUK ORANG JUJUR?

          Jujur jika diartikan secara baku adalah "mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran". Dalam praktek dan penerapannya, secara hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang terjadi. Bila berpatokan pada arti kata yang baku dan harafiah maka jika seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai yang sebenarnya, orang tersebut sudah dapat dianggap atau dinilai tidak jujur, menipu, mungkir, berbohong, munafik atau lainnya.
Kenapa harus jujur?

           Betapa kita  mendengar orang tua menasehati anak supaya harus menjadi orang yang jujur. Dalam mendidik dan memotivasi supaya seorang anak menjadi orang yang jujur, kerap kali dikemukakan bahwa menjadi orang jujur itu sangat baik, akan dipercaya orang, akan disayang orang tua, dan bahkan mungkin sering dikatakan bahwa kalau jujur akan disayang/dikasihi oleh Tuhan. Kita akan selalu dapat masalah dan kesengsaraan bila kita tidak berprilaku jujur. Dan tak terhitung banyaknya kisah-kisah, dongeng-dongeng, mitos dan lain sebagainya yang menceritakan kesaktian dan sakralnya jujur tersebut.
          Tapi nampaknya telah terjadi sebuah fenomena yang terbalik dari apa yang telah ditanamkan kepada kita pada waktu lalu. Sekarang orang demi memuaskan kebutuhan hidupnya cendrung untuk boleh melakukan segala hal demi mencapai apa yang diinginkan. Prilaku jujur jadi hal yang sangat menakutkan. Lihat saja peristiwa yang dialami oleh Pasangan Siami dan Widodo, beserta anaknya yang dicaci dan diusir dari kampung, oleh tetangga mereka sendiri. Hal ini terjadi karena mereka dianggap mencemarkan nama baik sekolah dan kampung. Padahal sang anak hanya berprilaku jujur sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh guru disekolah dan orang tuanya dirumah. Namun kini, mereka harus hidup mengungsi ke Gresik karena diusir oleh orang kampung atas pengaduannya tentang tindak kecurangan. Hebatnya lagi gurunya yang telah mengajarkan kepada murid untuk jujur pun ikut membenci dan mengucilkannya serta mengusirnya dari sekolah. Setidaknya empat unjuk rasa digelar para wali murid  menentang tindakan Siami. 
          Inilah potret dari masalah bangsa ini. Jadi orang jujur bisa diangap penjahat. Jadi tak ada tempat lagi bagi orang-orang baik. Dahulu yang diusir dari kampung biasanya adalah pelaku maksiat, maling, dukun santet, orang yang memelihara begu ganjang, dan orang yang berprilaku buruk lainnya. Akan tetapi kini sebaliknya yang baiklah yang dikucilkan.
          Na'uzubillahiminzalik. ada dua hal yang sekarang kita ajarka kepada generasi ini. Yakni:
  1. Secara tak langsung kita sekarang sedang menanamkan imej dalam pikiran anak dan generasi   bangsa ini bahwa meski kita berbuat salah asal kita kompak dan organisir dengan baik maka kita pasti berhasil.
  2. Tak perlu berbuat baik dan jujur karena nanti akan dimusuhi orang.
          Dua konsep ini jika sudah tertanam, maka tak heran kita takkan pernah mampu untuk menegakkan yang hak. Kebaikan dan kejujuran akan hanya tinggal dongeng pengantar tidur bagi anak. Dan tentu saja akan timbul pertanyaan dalam diri kita.
               "Kenapa jadi orang harus jujur?"

              Umumnya jawaban yang saya dapat adalah bahwa kejujuran adalah hal yang sangat baik dan positif, dan kadang saya juga mendapat jawaban bahwa "Pokoknya jadi orang harus jujur!"

               Jawaban-jawaban tersebut sampai saat ini memang sudah saya anggap "benar", tapi saya masih selalu tergelitik untuk terus mempertanyakan: "Kenapa orang harus jujur? Apakah baik dan positifnya? Lalu bagaimana juga jika dikaitkan dengan proses pembentukan kepribadian? Selain pertanyaan - pertanyaan tersebut, selanjutnya dalam benak kita timbul pertanyaan: " Bagaimanakah kejujuran itu dapat dipraktekkan dalam sehari-hari, serta bagaimanakah sikap kita sebagai  seorang  yang jujur?"

               Kita Sudah diajarkan Berbohong dari Sejak Dini
    • Apakah kita sama sekali tidak boleh berbohong?
    • Dan mungkinkah kita selalu jujur dalam kehidupan sehari-hari ini?
    • Ataukah masih ada toleransi bagi kita untuk berbohong dalam hal-hal tertentu atau demi kepentingan tertentu?

            Dalam kehidupan sehari-hari, saya sering melihat (bahkan juga ikut terlibat) dalam berbagai macam bentuk aktivitas interaksi sosial dimasyarakat, yang justru kebanyakannya adalah wujud realisasi dari sikap tidak jujur dalam skala yang sangat bervariasi, seperti:

           "Sering terjadi, orang tua bereaksi spontan saat melihat anaknya terjatuh dan berkata "Oh, tidak apa-apa! Anak pintar, enggak sakit, kok! Jangan nangis, yach!".Dalam hal ini secara tidak langsung si-anak diajarkan dan dilatih kemampuan untuk dapat "berbohong", menutup-nutupi perasaannya (sakit) hanya karena suatu kepentingan (supaya tidak menangis).

              Selain itu kita juga sering melihat dan mengalami kejadian seperti: Saat seseorang bertamu kerumah orang lain, ketika ditanya: " Sudah makan, belum?", walaupun saya yakin tawaran sang tuan rumah "serius" biasanya dengan cepat saya akan menjawab "Oh, sudah!! Kita baru saja makan ", padahal sebenarnya saya belum makan. Dalam lingkungan usaha / dagang, kejujuran sering disebut-sebut sebagai modal yang penting untuk mendapatkan kepercayaan. Akan tetapi sangat kontroversial dan lucunya kok dalam setiap transaksi dagang itulah justru banyak sekali kebohongan yang terjadi. Sebuah contoh saja: penjual yang mengatakan bahwa dia menjual barang "tanpa untung" atau "bahkan rugi" hampir bisa diyakini pasti bohong.

    • Nah, jika demikian, lalu dimanakah letaknya kejujuran itu?
    • Atau bagaimanakah kejujuran yang dimaksud tersebut dapat diaplikasikan dalam dunia sehari-hari?
               Abad ke enam masehi Imam Ali pernah berhujah:
    • " sebuah keburukan bila di organisir dengan baik akan dapat berhasil dengan baik sebaliknya sebuah kebaikan bila tak diorganisir dengan baik hasilnya tidak akan baik"
               "Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur)". (Surat At-Taubah Ayat 119 Surat ke 9)

       
                "bagi orang fakir yang berhijrah[1466] yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan RasulNya. mereka Itulah orang-orang yang benar (jujur)".(al-Hasyar Ayat 8 Surat ke 59)


                Rasulullah bersama umatnya yang melakukan syi'ar dari umatnya dalam kebaik dan kebenar juga pernah diusir dan dikucilkan. Sungguh jadi orang baik itu memang tidak mudah. Sebab orang jahat ingin menguasai dunia ini dengan cara mereka. 
           
                Lalu dimanakah tempat bagi orang baik?
               "Allahu Akbar...
               " Orang-orang baik tempatnya yang paling nyaman sudah disiapkan oleh Allah
                "Dan tempat bagi orang jahatpun sudah disiapkan

               Maka tenang saja saudaraku yang masih kukuh memperjuangkan kejujuran dan kebaikan nanti disisi Allah ada masanya kejujuran dan kebaikan itu betul-betul dipisahkan. 
                  Kejujuran akan mendapatkan tempat yang mmulia insya-Allah
                  Kejahatan akan mendapat tempat yang laknat insya_Allah
                  Semoga yang tidak jujur menjadi insyaf, karena janji Allah itu pasti.
                  Jadi...... Jangan pernah gentar untuk memperjuangkan kejujuran....

       TELISIK, SKHK dan PPKP Penyuluh Agama 2023  Juli 07, 2023 Standar Kualitas Hasil Kerja dan Pedoman Penilaian Kinerja Penyuluh Agama merupak...